Oleh: Shakayla Adzkiya El Queena H
inspirasipendidikan.com_ sahabat
inspirasi pendidikan, hidup memang memiliki rahasianya sendiri. Beberapa peristiwa
yang terjadi tekadang sulit untuk dipahami bahkan seringkali manusia berprasangka
negatif terhadap apa yang menimpa. Pada kesempatan ini saya akan menceritakan
sebuah kisah inspiratif semoga bermanfaat.
Pada zaman dahulu, terdapat sebuah
kerajaan yang rakyatnya hidup sejahtera, gemah ripah loh jinawe, tata
tentrem kerta raharja. Tentu saja jika ada kerajaan yang begitu makmur
kehidupan rakyatnya pastilah pemimpinnya adalah seorang yang arif bijaksana,
amanah menjalankan kepemimpinannya sebagai seorang raja, dan para punggawa
kerajaannya juga memiliki nasionalisme, patriotisme dan loyalitas tinggi kepada
sang raja. Kerajaan itu bernama Kerajaan Kencana Arum yang dipimpin seorang
raja bernama Raja Waskita Leksana. Patihnya yang pandai dan bijak, ahli
strategi bidang pemerintahan dan pertahanan keamanan bernama Patih Garda
Jaladara. Dua orang Petinggi kerajaan tersebut memiliki pengaruh besar dalam
membentuk kerajaan yang makmur, dan wibawa mereka berdua menyebabkan para Menteri,
Tumenggung dan Adipati segan, sehingga menjalankan kepemimpinannya dengan baik,
tidak pernah melakukan korupsi. Selain itu, kesaktian sang Raja dan Patih yang termashur,
menyebabkan kerajaan Kencana Arum disegani oleh kawan maupun lawan.
Raja Waskita Leksana dan Patih Garda
Jaladara sejatinya adalah teman sejak kecil, mereka memang terlahir dari
kalangan bangsawan di lingkungan keratin. Meskipun demikian, didikan dari orang
tua mereka sangat baik, sehingga mereka tidak angkuh, sombong dan tetap
mencintai rakyatnya. Mereka memiliki kegemaran yang sama yaitu berburu di saat
ada waktu luang. Singkatnya mereka ini ibaratnya dwi tunggal. Dua orang tetapi
memiliki banyak kesamaan dalam kegemaran, tata pemerintahan, strategi perang
dan olah kanuragan, serta hal-hal lainnya.
Pada suatu hari, Raja Waskita Leksana
bertitah,” Patih Garda Jaladara, sudah lama kita tidak pergi berburu di hutan.”
“ Benar baginda, apakah baginda
bermaksud berburu di hutan lagi?” jawab sang Patih.
“Ya, saya ingin sekali berburu rusa,
kelinci hutan dan hewan hutan lainnya. Pasti menyenangkan. Ya.. sekedar
meregangkan otot dan melonggarkan pikiran kita dari beban memikirkan kerajaan
ini walaupun hanya beberapa saat.” Kata sang Raja sambil menatap sang patih.
Patih pun menjawab, “Kalau begitu biar
hamba persiapkan segala sesuatunya, para pengawal yang bertugas ikut selama
berburu dan beberapa perbekalan yang akan kita perlukan nantinya.”
“Baiklah, kita berangkat besuk pagi
ya, Patih juga harus ikut berburu. Jangan lupa bawa anak panah dan busur pusaka
saya.” Sahut sang raja dengan sorot mata berbinar-binar.
Maka berangkatlah rombongan kerajaan
tersebut. Sesampainya di dekat hutan mereka membagi kelompok tujuannya untuk
mendapatkan hasil buruan yang lebih banyak. Sang Raja bersama 4 orang prajurit
pengawal dan sang Patih. Kelompom prajurit lainnya menyebar ke sisi hutan lainnya.
Seekor menjangan bertanduk menyelinap di antara rerimbunan pepohonan, hal itu
menarik perhatian sang raja. Maka segera dia menarik brosurnya dan melesatkan
anak panah ke arahnya. Tapi sayangnya meleset. Raja kemudian marah dan
menyerukan para prajurit untuk mengejarnya. Tinggalah Raja dengan patihnya yang
menunggu di tengah hutan terebut.
Patih membuka pembicaraan, “Baginda raja
apakah engkau tidak akan memarahi para prajurit jika mereka gagal mendapatkan
menjangan tersebut?”
“Tentu saja tidak, yang penting mereka
sudah berusaha, nanti saya sendiri yang akan mendapatkan hewan buruan itu,
bahkan binatang buas sekalipun seperti harimau bisa saya dapatkan.” Kata sang Raja
sedikit jumawa.
Patih hanya mengangguk tersenyum,”
Benar Baginda, tetapi ini adalah hutan lebat yang jarang disinggahi manusia,
maka kita tetap harus hati-hati.”
“Santai saja, tidak usah khawatir
Patih, bukankan kita sudah sering berburu di hutan ini.” tegasnya.
“oiya, patih bagaimana kalau ternyata
sampai seharian ternyata kita tidak mendapatkan buruan?” tanya Raja mulai
bimbang.
“Berarti itu kehendak Tuhan, dan pasti
kehendak Tuhan adalah yang terbaik, Karena Tuhan begitu menyayangi hamba-Nya.”
Jawab Patih penuh kebijaksanaan.
“Haah .. sudahlah, ayo kita lanjutkan
lebih masuk ke dalam hutan.” Ajak Raja sambil melangkah mendahului Patih.
Tetapi beberapa saat kemudian dari
arah depan, terdengar suara auman yang menggetarkan dada bagi siapa saja yang
mendengarnya. Seekor hewan berbulu, besar dan kuat dengan kuku-kuku tajam,
matanya tajam seolah menyala. Tidak salah lagi, seekor raja hutan, Singa hutan
yang berjarak hanya 3 meter dari depan Raja dan Patih. Tiba-tiba menatap tajam
dan berancang-ancang untuk melompat menerkam Raja. Sang Raja mengetahui bahaya
yang akan menimpanya, maka dia pun bersiap untuk mempertahankan diri dan
melawan Singa itu. Meskipun raja memiliki olah bela diri yang baik, tetapi
keperkasaan Singa ini memang luar biasa, selain tubuhnya yang besar, tenaganya
juga sangat kuat. Raja pun dibuat tersungkur kepalanya tercakar berdarah. Bahkan
salah satu jarinya terputus karena kena gigitan taring singa.
Dia berteriak, “Patih.. Patih di mana
kamu, ayo cepat bantu aku.. tolong aku..?
Anehnya Patih malah tidak terlihat,
maka Raja pun harus berjuang seorang diri, dan ketika lompatan singa itu
menerjang dengan kekuatan penuh ke arahnya, Raja sudah pasrah, karena panah dan
busur yang dia bawa sudah tidak berarti apa-apa bagi Singa. Dan tepat ketika
Singa hendak menerkam kepala Raja. Tiba-tiba sekelebat bayangan dengan cepat bergerak,
semburat darah muncrat dari leher singa.
“Achh… Tamat kamu sekarang.” Patih
berdiri tepat di depan raja, Tangannya mengenggam kokoh pedang yang menancap di
leher Singa besar itu.
“Baginda, tidak apa?” tanya Patih
gugup.
Raja mendesah kesakitan, “Kemana saja
kamu Patih? ketika aku berduel dengan singa kamu malah menghilang, lihat ini jari
kelingkingku hancur, kepala dan punggungku terluka parah!”
“Ampun Baginda, tadi hamba mencari pedang yang tertinggal ditempat kita singgah
tadi begitu tahu kalau ada Singa yang mendekat.” Jawabnya merasa bersalah.
“Sudah-sudah, sekarang kumpulkan semua
prajurit kita kembali ke Istana. Bakar kayu, keluarkan asap sebagai tanda
berkumpul semua prajurit kita.” Perintahnya dengan nada marah dan menahan rasa
sakit.
Sesampai di Istana, seluruh tabib
istana segera mengobati Raja dengan segenap kemampuannya. Berita tentang Raja
yang hampir mati ini pun tersebar dengan cepat. Para penasehat istana kemudian
menyalahkan Patih, dan menyampaikan kepada Raja agar memberikan hukuman kepada
Patih. Raja yang masih jengkel dan emosi itupun kemudian memanggil patih dan
memberikan hukuman berupa penjara kepada Patih. Tetapi sebelum menjebloskan ke
dalam penjara dia sempat bertanya kepada Patihnya.
“Patih Garda Jaladara, karena
kelalaianmu menyebabkan aku hampir mati diterkam singa, maka sebagai hukuman,
kamu akan aku jebloskan ke dalam penjara.” Tegas Raja Wakita Leksana.
“Hamba menerima hukuman ini baginda,
hamba yakin Tuhan memiliki rencana yang baik untuk hamba dan untuk baginda sendiri.”
Sahut Patih pasrah.
Hari-hari berlalu, bulan berganti
bulan. Suasana kerajaan tetap seperti sebelumnya. Raja pun sudah sembuh dan
kembali lagi ingin melakukan hobinya berburu lagi di hutan. Maka berangkatlah
Raja dengan dikawal beberapa prajurit pilihan. Sampai di tengah hutan, mereka
pun berburu hewan-hewan yang ada hingga lupa dan tersesat jauh ke dalam hutan.
Bahkan Raja pun tersesat seorang diri terpisah jauh dengan para pengawalnya.
Kejadian naas pun terjadi, Raja Waskita Leksana ditangkap oleh suku primitif
yang tinggal di dalam hutan itu. Raja diikat dan diserahkan kepada ketua Suku. Raja
akan dijadikan tumbal persembahan bagi dewa dan leluhur suku tersebut. Karena
dalam kepercayaan suku itu, tumbal seorang pemuda tampan akan mendatangkan
keberkahan bagi Suku mereka. Darah yang menetes akan menyuburkan tanahnya. Maka
dipilihlah tumbal atau persembahan terbaik. Tetapi tepat sebelum Raja hendak
dieksekusi, mata Sang Ketua Suku melihat bahwa kelingking kanan sang Raja tidak
ada. Tumbal itupun cacat dan tidak akan diterima oleh dewa dan leluhur suku
itu.
Ketua suku segera menginstruksikan
rakyatnya untuk pergi dari altar persembahan dan mencari tumbal yang lainnya.
Raja pun dibiarkan terikat di altar persembahan dan tidak bisa berkutik sama
sekali. Ketika para penduduk suku primitive itu sudah semakin menjauh dan
hilang diantara rimbunnya belantara. Barulah para pengawal raja menemukan dan
membawanya kembali ke Istana.
Beberapa hari pasca kejadian itu, Raja
sering melamun dan merenungi kejadian yang menimpanya. Dia seketika teringat
ucapan patih Garda Jaladara, “Tuhan pasti memiliki rencana yang baik untuk
hambanya.” Maka diapun meminta prajuritnya untuk menghadapkan patih kepadanya.
“Patih, sekarang aku menyadari, ketika
itu aku marah karena kelingkungku hancur digigit singa, dan aku lampiaskan
amarahku dengan menghukummu. Tapi aku berikir jika saja kelingkingku masih
utuh, maka pasti aku sudah mati menjadi tumbal suku primitif di hutan itu. Jika Tuhan tidak menghadirkan
Singa itu, mungkin tidak aka nada kejadian ini.” Papar sang Raja.
“Hamba mengerti baginda, itulah kebenaran yang hamba sampaikan.”
Jawab sang Patih singkat.
“Tapi, Patih, kalau memang Tuhan itu
baik kepada kita. Mengapa Tuhan membiarkan aku menghkummu?” Tanya Raja Waskita
Leksana.
“Jika baginda tidak memenjarakanku,
pasti baginda akan mengajak untuk berburu agi di hutan. Dan jika hamba yang
tertangkap, maka hambalah yang akan menjadi tumbal persembahan suku primitive itu.
Untungnya baginda memenjarakan hamba.” Jawab Patih dengan sopan
Kata-kata patih itu menyadarkan Raja,
bahwa emosinya sesaat membuatnya tidak jernih menilai jasa patihnya. Tetapi ada
yang lebih penting lagi dia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi di
dunia ini adalah kehendak-Nya. Dan asalkan bersabar maka, hikmah kebaikan
pastilah ada. Semua sudah direncanakan dengan baik, atas kehendak yang Maha
penguasa. Akhirnya Patih pun dibebaskan dan jabatannya sebagai patih
dikembalikan lagi.
--- Tamat----
 |
Shakayla (Penulis) |
*Penulis adalah siswi kelas VIII ICP MTs N 2 Ponorogo