ANALISIS KONDISI PAUD DI INDONESIA
Oleh: Hariyanto
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting
dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan
manusia. Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamen
dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah
satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the Golden Ages atau
periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan
periode keemasan pada masa usia dini, dimana semua potensi anak berkembang
paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini
adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan
masa trozt alter 1 (masa membangkang tahap 1).
Konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan
oleh ahli-ahli neurologi yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi
mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan
sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi
ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai
titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan
fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang
mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut hanya berlangsung
satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa betapa
meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting
yang berlangsung pada anak usia dini. (Pus Kur. Depdiknas, 2007)
Menganalisis dan mengeluhkan mutu pendidikan dengan
kritikan kepada dunia pendidikan menjadi suatu hal yang lazim saat ini,
Pendidikan tinggi menyalahkan pendidikan menengah, dan Pendidikan Menengah
menyalahkan Pendidikan Dasar. Begitu seterusnya seperti sebuah lingkaran yang
tidak berujung. Tetapi tidak ada yang menyalahkan bahwa kondisi pendidikan saat
ini karena disebabkan Pendidikan Anak Usia dini atau pendidikan Pra sekolah.
Ini menunjukkan bahwa PAUD masih dipandang sebelah mata oleh para pengambil
kebijakan dan praktisi pendidikan.
PAUD dapat dianalogikan sebagai sebuah pondasi pada
sebuah bangunan, dimana slof akan ditempatkan. Fondasi adalah bahan yang akan
menghunjam ke bumi dan menyatu dengan tanah, dan slof adalah pendidikan Dasar
dan Menengah. Artinya seberapapun tingginya bangunan, kekokohannya akan sangat
ditentukan oleh seberapa kuat fondasi yang menahan. Optimalisasi kemampuan
seseorang sangat ditentukan oleh seberapa kuat pula dasar pertumbuhan dan
perkembangan yang dibangun pada saat anak usia dini. Dengan demikian, menurut
penulis seharusnya penetapan pendidikan Dasar 9 tahun yang meliputi pendidikan
dasar (SD) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) direvisi menjadi pendidikan 11
tahun, yang dimulai dari TK (TK A dan TK B selama 2 tahun), SD, (6 tahun) dan
SMP (3 tahun).
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa
terhadap pendidikan anak usia dini telah dicapai berbagai momentum dan
kesepakatan penting yang telah digalang secara internasional. Salah satunya
adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya menyepakati bahwa perlunya upaya
memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. Adapun komitmen
antara bangsa secara internasional lainnya adalah kesepakatan antar negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyepakati ”Dunia yang layak
bagi anak 2002” atau dikenal dengan ”world fit for children 2002”.
Beberapa kesepakatan yang diperoleh adalah (1) mencanangkan kehidupan yang
sehat, (2) memberikan pendidikan yang berkualitas, (3) memberikan perlindungan
terhadap penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan.
Walapun berbagai upaya secara konseptual maupun
praktis telah diupayakan dalam membangun anak usia dini namun masih banyak
masalah yang menjadi hambatan, antara lain akses layanan paud yang masih rendah.
Hal ini diperburuk dengan masih rendahnya kualitas penyelenggaraan lembaga
pendidikan anak usia dini yang dilihat dari aspek standar program yang
diberikan, proses pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan anak,
kualitas serta kualifikasi tenaga pendidik anak usia dini yang masih tergolong
rendah. dan kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya PAUD. Problem-problem
tersebut yang penulis hendak kaji dan memberikan alternatif solusi.
B. Rumusan
MasalaH
1. Bagaimanakah
akses layanan PAUD di Indonesia?
2. Bagaimanakah
Kualitas penyelenggaraan dan tenaga pendidik pada PAUD di Indonesia?
3. Bagaimanakah
Kesadaran orang tua terhadap PAUD di Indonesia?
C. Pembahasan
1. Akses Layanan PAUD di Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara tegas menyatakan bahwa
"Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut" . Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pendidikan anak
usia dini dapat diselenggarakan pada jalur formal (Taman Kanakkanak/ Raudathul
Athfal), jalur nonformal (Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan bentuk lain yang sederajat), dan pada jalur
informal· (melalui pendidikan keluarga
atau lingkungan).
Dalam rangka mendukung kebijakan
pembinaan layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terarah, terpadu dan
terkoordinasi, pada tahun 2010 Kementerian Pendidikan Nasional telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik
formal, nonformal maupun informal, berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak
Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), yang secara teknis
dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Meskipun selama ini berbagai kebijakan yang
terkait dengan pembinaan PAUD telah ditetapkan dan disosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat,
namun pada kenyataannya Pada tahun 2006 partisipasi dalam PAUD baru 28,
3 juta (46 %) dari 13.223. 812 jiwa anak (Direktorat PAUD, 2007:18). Kebijakan
ini baik secara langsung atau tidak langsung telah menelantarkan kesempatan
anak sebanyak 54 % penduduk untuk bertumbuh dan berkembang dengan optimal
karena ketiadaan kesempatan mengikuti PAUD. Dapat dibayangkan anak-anak yang 54
% ini akan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, yang barangkali sebagian besar akan
menjadi beban masyarakat bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Data pada tahun 2009 terdapat 28,8
juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD baru sekitar 53,7 %. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global
Monitoring Report 2011: Di Balik Krisis: Konflik Militer dan Pendidikan. Atau The
hidden crisis: Armed conflict and
education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York,
Amerika Serikat, Senin (1/3 2011) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan
(education development index/EDI)
menurut data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi
ke-69 dari 127 negara di dunia.
Masih rendahnya jumlah anak yang
terlayani tersebut antara lain disebabkan oleh masih terbatasnya jumlah lembaga PAUD yang ada, baik lembaga Taman
Kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), maupun lembaga Satuan PAUD
Sejenis lainnya.
Oleh karena itu, seiring dengan
perubahan organisasi dan tata kerja Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal pada tahun 2011 ini telah menetapkan
kebijakan untuk memperluas akses dan meningkatkan mutu layanan PAUD secara
lebih terarah dan terpadu diantaranya melalui berbagai program peningkatan
kapasitas layanan .lembaga-lembaga PAUD di seluruh tanah air.
Berbagai upaya
terus menerus dilakukan dalam rangka perluasan akses dan pemerataan layanan pendidikan,
namun layanan pendidikan belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat,
khususnya yang tinggal di
daerah pedesaan, wilayah terpencil, dan
kepulauan yang secara geografis sulit dijangkau sehingga belum semua penduduk
usia sekolah memperoleh akses pendidikan dengan baik. Di samping kendala
geografis, kondisi ekonomi juga menjadi faktor fundamental munculnya
kesenjangan partisipasi pendidikan di berbagai lapisan masyarakat.
Kesenjangan
partisipasi pendidikan masih terjadi baik antar kelompok masyarakat
(kaya-miskin), maupun antar kategori wilayah (perkotaan-pedesaan),
dan kesenjangan ini cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan kelompok umur. Upaya peningkatan pemerataan pada jenjang
pendidikan formal, upaya perluasan akses dan pemerataan pendidikan juga
dilakukan terhadap jenjang pendidikan non formal yang mencakup antara lain
PAUD, dan pendidikan khusus keterampilan. Anak-anak yang memerlukan pelayanan
khusus (children with special needs) selama
ini belum sepenuhnya mendapat layanan pendidikan yang memadai. Jika dikaitkan dengan
hak dasar untuk mendapatkan pendidikan bagi seluruh penduduk Indonesia, layanan
pendidikan harus pula menjangkau anak-anak yang memerlukan layanan pendidikan
khusus tersebut.
Kondisi kurangnya akses terhadap
layanan PAUD ini, dengan kebijakan pemerintah untuk memperluas akses dan
partisipasi masyarakat terhadap PAUD juga harus dicermati secara seksama.
Karena seolah pemerintah dihadapkan pada keterpaksaan memilih Kualitas dan
Kuantitas. Artinya pemerintah harus memilih antara kualitas PAUD dengan
mengabaikan kuantitas, ataukan mengutamakan kuantitas dengan mengabaikan
kualitas. Tentu saja pilihan yang tepat adalah kualitas dan kuantitas harus
tetap terjaga.
Partisipasi masyarakat akhir-akhir ini
untuk menyelenggarakan PAUD patut dihargai, pemberian dana-dana stimulus
seperti perkuatan kelembagaan, block
grant, dana rintisan dan dana stimulan lainya telah menjadi dorongan yang
kuat bagi masyarakat untuk mendirikan PAUD. Di satu sisi ini hal yang
menguntungkan karena akses layanan PAUD akan meningkat, tetapi hal ini juga
akan menjadi merugikan apabila izin pendirian PAUD tidak diperketat dengan
syarat-syarat sesuai aturan yang berlaku, utamanya sarana-prasarana dan tenaga
pengajar kompeten. Dengan demikian, masih ada penekanan kualitas dari setiap
PAUD yang akan didirikan, tidak semata-mata mengejar kuantitas.
2. Kualitas
Pembelajaran dan Tenaga Pendidik pada PAUD Di Indonesia
Ilmu
Pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi; salah satunya ialah PAUD
yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. Anak usia tersebut
dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak usia di atasnya
sehingga pendidikan untuk anak usia tersebut dipandang perlu untuk dikhususkan.
PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa
terutama di Negara-negara maju karena mengembangkan sumberdaya manusia lebih
mudah jika dilakukan sejak usia dini.
Pendidikan anak usia dini memiliki fungsi utama
mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif,
bahasa, fisik (motorik kasar dan halus), sosial dan emosional. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan
yang dialami anak pada usia dini dengan keberhasilan mereka dalam
kehidupan selanjutnya. Misalnya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan (baik
di rumah maupun di KB atau TK) yang kaya interaksi dengan menggunakan
bahasa yang baik dan benar akan terbiasa mendengarkan dan mengucapkan kata-kata
dengan benar, sehingga ketika mereka masuk sekolah, mereka sudah mempunyai
modal untuk membaca.
Berdasarkan
aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau pondasi awal
bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Diyakini oleh Hurlock (1999)
bahwa masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar bagi keberhasilan di masa
datang, dan sebaliknya. Untuk itu, agar pertumbuhan dan perkembangan anak
tercapai secara optimal, maka dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada
saat memberikan stimulasi dan upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
anak.
PAUD adalah ilmu multi dan interdisipliner, artinya
tersusun oleh banyak disiplin ilmu yang saling terkait. Ilmu Psikologi
perkembangan, ilmu Pendidikan, Neurosains, ilmu Bahasa, ilm Seni, ilmu Gizi,
ilmu Biologi perkembangan anak, dan ilmu-ilmu terkait lainnya saling
erintegrasi untuk membahas setiap persoalan PAUD. Untuk mengembangkan kemapanan
intelektual anak, diperlukan berbagai kegiatan yang dilandasi dengan ilmu
psikologi, ilmu pendidikan, ilmu matematika untuk anak, sains untuk anak, dan
seterusnya
Pembelajaran pada PAUD bersifat holistik dan
terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1)
moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kognitif (intelektual),
(4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu yaitu
tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi
wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana esensi
bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi
bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan
merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian
rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak
terpaksa.Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut,
sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.
Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir,
berperilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga
mempersiapkan anak untuk siap belajar (ready to learn); yaitu siap
belajar berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi
pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan aspek moral-agama,
emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan intelektual.
PAUD membimbing anak yang premoral agar
berkembang ke arah moral realism dan moral relativism.
Pembelajaran membimbing anak dari yang bersifat egosentris-individual, ke arah
prososial, dan sosial-komunal. Pembelajaran juga melatih anak menganal jati
dirinya (self identity), menghargai dirinya (self esteem), dan
kemampuan akan dirinya (self efficacy). Banyak pertanyaan dari guru dan
orangtua tentang bolehkan mengajarkan anak berhitung, membaca, dan menulis.
Bukannya tidak boleh mengajarkan semua itu, tetapi yang penting ialah anak
sudah siap dan guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk belajar anak.
Berdasarkan muatan pembelajaran pada PAUD diatas,
dan sesuai dengan Kompetensi TK/RA 2004 dan Menu Pembelajaran Generik 2002
serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tanggal 17
September 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, bahwa Standar
PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu: (1) Standar tingkat pencapaian
perkembangan; (2) Standar
pendidik dan tenaga kependidikan; (3) Standar isi, proses, dan penilaian; dan
(4) Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran di PAUD tidaklah mudah, karena itu memerlukan
Tenaga pendidik yang memiliki kompetensi di bidangnya. Hal ini kontradiktif dengan kenyataan di lapangan, banyak sekali
guru-guru PAUD yang hanya lulusan SMP atau SMA. Padahal Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD
didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru adalah
1) memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi; atau 2)
memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan memiliki
sertifikat pelatihan/pendidikan/kursus PAUD yang terakreditasi.
Kondisi kurangnya tenaga pendidik PAUD ini, juga
disebabkan oleh terbatasnya Prodi PAUD di Indonesia, jadi bertambah persoalan
pada pendidikan PAUD yaitu kualitas tenaga pendidik disamping minat masyarakat
untuk menjadi guru PAUD masih rendah karena dari sisi pendapatan seorang guru
PAUD juga rendah, apalagi bagi guru PAUD yang berada di desa terpencil. Penulis
memberikan alternative solusi bagi permasalahan ini:
- Pemerintah
hendaknya meningkatkan pendapatan bagi guru PAUD, dengan memberikan tunjangan
beasiswa studi lanjut bagi yang belum memenuhi kualifikasi akademik, dan bentuk
tunjangan yang bisa meningkatkan kesejahteraan guru PAUD. Konsekuensinya
Anggaran Pembangunan di bidang pendidikan PAUD juga harus dinaikka.;
- Izin
untuk mendirikan Prodi PAUD/PGTK hendaknya dipermudah tanpa mengurangi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dicetak calon tenaga
pendidik yang kompeten, bila diperlukan terbentuk sebuah kerjasama dengan
pemerintah dalam bentuk ikatan kontrak kerja/ikatan dinas bagi lulusan LPTK
PAUD untuk ditempatkan di daerah terpencil
- Kerjasama
yang sinergis dengan HIMPAUDI, PTK-PNF, dan masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran pentingnya pendidikan PAUD.
3. Kesadaran Orang Tua Terhadap PAUD
Salah satu faktor yang menyebabkan lambatya
pertumbuhan anak usia di ni adalah kesadaran masyarakat terhadap urgensinya
Pendidikan anak usia dini. banyak orang tua beranggapan masa sekolah adalah
berawal belajar formal di kelas satu SD, sehingga lima tahun pertama berlalu
begitu saja di rumah tanpa stimulasi yang optimal dari orang tua. Kebanyakan
orang tua, terutama yang tinggal di pedalaman dan tidak memiliki pendidikan
yang cukup, tidak mempunyai wawasan tentang perkembangan anak yang cukup
sehingga mereka tidak menguasai pendidikan anak usia dini di rumah. Padahal,
keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang akan memberikan pijakan dasar
bagi perkembangan anak selanjutnya.
Yussen & Santrock (1980) mengatakan bahwa
kemampuan sosialisasi anak sangat terkait dengan orang-orang di sekeliling anak
yang disebut agen sosial, yaitu setiap orang yang berhubungan dengan seorang
anak misalnya ayah dan ibunya, pengasuh, teman sebaya, guru dan keluarga
lainnya dan orang tersebut mempengaruhi perilaku. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Allison Clarke-Stewart dalam Yussen & Santrock (1980)
terhadap ibu dan anak menunjukkan bahwa perilaku ibu dan anak terbentuk dalam
satu faktor yang kompleks dari “ibu yang baik” yang disebut pengasuhan ibu yang
optimal /optimal maternal care.
Menjadi ibu yang baik menurut Arce (2000) membutuhkan pemahaman yang baik
terhadap perkemmbangan anak. Artinya memahami bagaimana anak berubah sepanjang
hidupnya baik fisik, perilaku, dan karakteristik berfikir, karena itu mengajar
anak yang baik berarti harus mempelajari anak itu sendiri.
Hal yang perlu disadari oleh orang tua adalah bahwa
anak yang mendapat pelayanan pendidikan anak usia dini, perkembangan
aspek-aspek fisik dan psikisnya akan meningkat dan berkembang dengan lebih
optimal dibandingkan anak yang tidak melalui PAUD. Dalam beberapa kasus, banyak
kita dapatkan orang tua yang menyekolahkan anaknya di PAUD, tetapi setelah itu
semua diserahkan kepada guru saja, tanpa ada upaya orang tua untuk mengetahui
dengan berdiskusi dengan guru mengenai perkembangan.
Menurut penulis, solusi yang dapat diberikan untuk
masalah-masalah ini adalah:
·
Materi tentang pentingnya PAUD seyogyanya diberikan kepada
semua masyarakat dan terintegrasi dalam kurikulum pada pendidikan formal,
mulai dari SD, SMP, SMA, sampai PT. ini adalah langkah jangka panjang
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat.
· Diberikan
pembekalan kepada calon pengantin baru yang dikemas dalam bentuk pelatihan pra
nikah atau bentuk lainnya tentang pelayanan minimal terhadap anak serta
perkembangan anak. Pemerintah atau swasta dapat menyelenggaranak parenting
school.
· Kerjasama
antara Kemdiknas, Depsos, Depkes, Depag wilayah setempat dengan tokoh
masyarakat untuk door to door kepada masyarakat yang
memiliki anak usia dini untuk pembinaan agar memasukkan anaknya di PAUD.
· Bagi masyarakat
yang tidak mampu, maka akan mendapatkan kesempatan gratis bersekolah di PAUD.
D.
Penutup
Perkembangan Paud di Indonesia pada decade terakhir
ini memang mengalami kemajuan, meskipun masih belum menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Membenahi masalah PAUD memerlukan proses yang terus diupayakan dan good will dari semua pihak. Terobosan
baru perlu dirintis untuk memberdayakan dan mensinergikan potensi yang ada di
masyarakat untuk mewujudkan layanan tumbuh kembang anak yang baik.
E.
Kepustakaan
Direktorat PAUD.
2007. Pedoman Sosialisasi dan
Pemasyarakatan Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD.
Permendiknas No. 36 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta:
Kemdiknas.
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan PAUD. Jakarta: Kemdiknas.
Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan
Depdiknas
Undang-undang No. 2o tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional. Jakarta:
Depdiknas.
Unesco.
2011. Education For All Global Monitoring Report. The Hidden Crisis; Armed
Conflict and Education. France: Unesco Publishing.
Yussen, Steven R., John W Santrock. 1980. Child Development: An Introduction IOWA:
WCB.
0 comments:
Posting Komentar