f ' PENDIDIKAN PAUD ~ Inspirasi Pendidikan

Senin, 04 Juli 2022

PENDIDIKAN PAUD


ANALISIS KONDISI PAUD DI INDONESIA
Oleh: Hariyanto




 A. Latar Belakang
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini, dimana semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan masa trozt alter 1 (masa membangkang tahap 1).
Konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neurologi yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada anak usia dini. (Pus Kur. Depdiknas, 2007)
Menganalisis dan mengeluhkan mutu pendidikan dengan kritikan kepada dunia pendidikan menjadi suatu hal yang lazim saat ini, Pendidikan tinggi menyalahkan pendidikan menengah, dan Pendidikan Menengah menyalahkan Pendidikan Dasar. Begitu seterusnya seperti sebuah lingkaran yang tidak berujung. Tetapi tidak ada yang menyalahkan bahwa kondisi pendidikan saat ini karena disebabkan Pendidikan Anak Usia dini atau pendidikan Pra sekolah. Ini menunjukkan bahwa PAUD masih dipandang sebelah mata oleh para pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan.
PAUD dapat dianalogikan sebagai sebuah pondasi pada sebuah bangunan, dimana slof akan ditempatkan. Fondasi adalah bahan yang akan menghunjam ke bumi dan menyatu dengan tanah, dan slof adalah pendidikan Dasar dan Menengah. Artinya seberapapun tingginya bangunan, kekokohannya akan sangat ditentukan oleh seberapa kuat fondasi yang menahan. Optimalisasi kemampuan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa kuat pula dasar pertumbuhan dan perkembangan yang dibangun pada saat anak usia dini. Dengan demikian, menurut penulis seharusnya penetapan pendidikan Dasar 9 tahun yang meliputi pendidikan dasar (SD) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) direvisi menjadi pendidikan 11 tahun, yang dimulai dari TK (TK A dan TK B selama 2 tahun), SD, (6 tahun) dan SMP (3 tahun).
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa terhadap pendidikan anak usia dini telah dicapai berbagai momentum dan kesepakatan penting yang telah digalang secara internasional. Salah satunya adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya menyepakati bahwa perlunya upaya memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. Adapun komitmen antara bangsa secara internasional lainnya adalah kesepakatan antar negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyepakati ”Dunia yang layak bagi anak 2002” atau dikenal dengan ”world fit for children 2002”. Beberapa kesepakatan yang diperoleh adalah (1) mencanangkan kehidupan yang sehat, (2) memberikan pendidikan yang berkualitas, (3) memberikan perlindungan terhadap penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan.
Walapun berbagai upaya secara konseptual maupun praktis telah diupayakan dalam membangun anak usia dini namun masih banyak masalah yang menjadi hambatan, antara lain akses layanan paud yang masih rendah. Hal ini diperburuk dengan masih rendahnya kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan anak usia dini yang dilihat dari aspek standar program yang diberikan, proses pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan anak, kualitas serta kualifikasi tenaga pendidik anak usia dini yang masih tergolong rendah. dan kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya PAUD. Problem-problem tersebut yang penulis hendak kaji dan memberikan alternatif solusi. 
B. Rumusan MasalaH
 1.      Bagaimanakah akses layanan PAUD di Indonesia? 
2.      Bagaimanakah Kualitas penyelenggaraan dan tenaga pendidik pada PAUD di Indonesia? 
3.      Bagaimanakah Kesadaran orang tua terhadap PAUD di Indonesia?
C. Pembahasan
1.  Akses Layanan PAUD di Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara tegas menyatakan bahwa "Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut" . Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan pada jalur formal (Taman Kanakkanak/ Raudathul Athfal), jalur nonformal (Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan bentuk lain yang sederajat), dan pada jalur informal· (melalui pendidikan keluarga atau lingkungan).
Dalam rangka mendukung kebijakan pembinaan layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terarah, terpadu dan terkoordinasi, pada tahun 2010 Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik formal, nonformal maupun informal, berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Meskipun selama ini berbagai kebijakan yang terkait dengan pembinaan PAUD telah ditetapkan dan disosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat, namun pada kenyataannya Pada tahun 2006 partisipasi dalam PAUD baru 28, 3 juta (46 %) dari 13.223. 812 jiwa anak (Direktorat PAUD, 2007:18). Kebijakan ini baik secara langsung atau tidak langsung telah menelantarkan kesempatan anak sebanyak 54 % penduduk untuk bertumbuh dan berkembang dengan optimal karena ketiadaan kesempatan mengikuti PAUD. Dapat dibayangkan anak-anak yang 54 % ini akan mewarnai kehidupan berbangsa dan  bernegara, yang barangkali sebagian besar akan menjadi beban masyarakat bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Data pada tahun 2009 terdapat 28,8 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD baru sekitar 53,7 %. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: Di Balik Krisis: Konflik Militer dan Pendidikan. Atau  The hidden crisis: Armed conflict and education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Amerika Serikat, Senin (1/3 2011) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan (education development index/EDI) menurut data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia.
Masih rendahnya jumlah anak yang terlayani tersebut antara lain disebabkan oleh masih terbatasnya jumlah lembaga PAUD yang ada, baik lembaga Taman Kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), maupun lembaga Satuan PAUD Sejenis lainnya.
Oleh karena itu, seiring dengan perubahan organisasi dan tata kerja Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal pada tahun 2011 ini telah menetapkan kebijakan untuk memperluas akses dan meningkatkan mutu layanan PAUD secara lebih terarah dan terpadu diantaranya melalui berbagai program peningkatan kapasitas layanan .lembaga-lembaga PAUD di seluruh tanah air.
Berbagai upaya terus menerus dilakukan dalam rangka perluasan akses dan pemerataan layanan pendidikan, namun layanan pendidikan belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang tinggal di
daerah pedesaan, wilayah terpencil, dan kepulauan yang secara geografis sulit dijangkau sehingga belum semua penduduk usia sekolah memperoleh akses pendidikan dengan baik. Di samping kendala geografis, kondisi ekonomi juga menjadi faktor fundamental munculnya kesenjangan partisipasi pendidikan di berbagai lapisan masyarakat.
Kesenjangan partisipasi pendidikan masih terjadi baik antar kelompok masyarakat (kaya-miskin), maupun antar kategori wilayah (perkotaan-pedesaan),
dan kesenjangan ini cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur. Upaya peningkatan pemerataan pada jenjang pendidikan formal, upaya perluasan akses dan pemerataan pendidikan juga dilakukan terhadap jenjang pendidikan non formal yang mencakup antara lain PAUD, dan pendidikan khusus keterampilan. Anak-anak yang memerlukan pelayanan khusus (children with special needs) selama ini belum sepenuhnya mendapat layanan pendidikan yang memadai. Jika dikaitkan dengan hak dasar untuk mendapatkan pendidikan bagi seluruh penduduk Indonesia, layanan pendidikan harus pula menjangkau anak-anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus tersebut.
Kondisi kurangnya akses terhadap layanan PAUD ini, dengan kebijakan pemerintah untuk memperluas akses dan partisipasi masyarakat terhadap PAUD juga harus dicermati secara seksama. Karena seolah pemerintah dihadapkan pada keterpaksaan memilih Kualitas dan Kuantitas. Artinya pemerintah harus memilih antara kualitas PAUD dengan mengabaikan kuantitas, ataukan mengutamakan kuantitas dengan mengabaikan kualitas. Tentu saja pilihan yang tepat adalah kualitas dan kuantitas harus tetap terjaga.
Partisipasi masyarakat akhir-akhir ini untuk menyelenggarakan PAUD patut dihargai, pemberian dana-dana stimulus seperti perkuatan kelembagaan, block grant, dana rintisan dan dana stimulan lainya telah menjadi dorongan yang kuat bagi masyarakat untuk mendirikan PAUD. Di satu sisi ini hal yang menguntungkan karena akses layanan PAUD akan meningkat, tetapi hal ini juga akan menjadi merugikan apabila izin pendirian PAUD tidak diperketat dengan syarat-syarat sesuai aturan yang berlaku, utamanya sarana-prasarana dan tenaga pengajar kompeten. Dengan demikian, masih ada penekanan kualitas dari setiap PAUD yang akan didirikan, tidak semata-mata mengejar kuantitas.

2.    Kualitas Pembelajaran dan Tenaga Pendidik pada  PAUD Di Indonesia
 Ilmu Pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi; salah satunya ialah PAUD yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. Anak usia tersebut dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak usia di atasnya sehingga pendidikan untuk anak usia tersebut dipandang perlu untuk dikhususkan. PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di Negara-negara maju karena mengembangkan sumberdaya manusia lebih mudah jika dilakukan   sejak usia dini.
Pendidikan anak usia dini memiliki fungsi utama mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik kasar dan halus), sosial dan emosional. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dengan  keberhasilan mereka dalam kehidupan selanjutnya. Misalnya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan (baik di  rumah maupun di KB atau TK) yang kaya interaksi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar akan terbiasa mendengarkan dan mengucapkan kata-kata dengan benar, sehingga ketika mereka masuk sekolah, mereka sudah mempunyai modal untuk membaca.
Berdasarkan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Diyakini oleh Hurlock (1999) bahwa masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar bagi keberhasilan di masa datang, dan sebaliknya. Untuk itu, agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal, maka dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi dan upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
PAUD adalah ilmu multi dan interdisipliner, artinya tersusun oleh banyak disiplin ilmu yang saling terkait. Ilmu Psikologi perkembangan, ilmu Pendidikan, Neurosains, ilmu Bahasa, ilm Seni, ilmu Gizi, ilmu Biologi perkembangan anak, dan ilmu-ilmu terkait lainnya saling erintegrasi untuk membahas setiap persoalan PAUD. Untuk mengembangkan kemapanan intelektual anak, diperlukan berbagai kegiatan yang dilandasi dengan ilmu psikologi, ilmu pendidikan, ilmu matematika untuk anak, sains untuk anak, dan seterusnya
Pembelajaran pada PAUD bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa.Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.
Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Ada pendapat yang menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir, berperilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga mempersiapkan anak untuk siap belajar (ready to learn); yaitu siap belajar berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan aspek moral-agama, emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan intelektual.
PAUD membimbing anak yang premoral agar berkembang ke arah moral realism dan moral relativism. Pembelajaran membimbing anak dari yang bersifat egosentris-individual, ke arah prososial, dan sosial-komunal. Pembelajaran juga melatih anak menganal jati dirinya (self identity), menghargai dirinya (self esteem), dan kemampuan akan dirinya (self efficacy). Banyak pertanyaan dari guru dan orangtua tentang bolehkan mengajarkan anak berhitung, membaca, dan menulis. Bukannya tidak boleh mengajarkan semua itu, tetapi yang penting ialah anak sudah siap dan guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk belajar anak.
Berdasarkan muatan pembelajaran pada PAUD diatas, dan sesuai dengan Kompetensi TK/RA 2004 dan Menu Pembelajaran Generik 2002 serta   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tanggal 17 September 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, bahwa Standar PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu: (1) Standar tingkat pencapaian perkembangan;               (2) Standar pendidik dan tenaga kependidikan; (3) Standar isi, proses, dan penilaian; dan (4) Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran di PAUD tidaklah mudah, karena itu memerlukan Tenaga pendidik yang memiliki kompetensi di bidangnya. Hal ini kontradiktif  dengan kenyataan di lapangan, banyak sekali guru-guru PAUD yang hanya lulusan SMP atau SMA. Padahal  Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru adalah 1) memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi; atau 2) memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan/pendidikan/kursus PAUD yang terakreditasi.
Kondisi kurangnya tenaga pendidik PAUD ini, juga disebabkan oleh terbatasnya Prodi PAUD di Indonesia, jadi bertambah persoalan pada pendidikan PAUD yaitu kualitas tenaga pendidik disamping minat masyarakat untuk menjadi guru PAUD masih rendah karena dari sisi pendapatan seorang guru PAUD juga rendah, apalagi bagi guru PAUD yang berada di desa terpencil. Penulis memberikan alternative solusi bagi permasalahan ini:
  1.  Pemerintah hendaknya meningkatkan pendapatan bagi guru PAUD, dengan memberikan tunjangan beasiswa studi lanjut bagi yang belum memenuhi kualifikasi akademik, dan bentuk tunjangan yang bisa meningkatkan kesejahteraan guru PAUD. Konsekuensinya Anggaran Pembangunan di bidang pendidikan PAUD juga harus dinaikka.;
  2. Izin untuk mendirikan Prodi PAUD/PGTK hendaknya dipermudah tanpa mengurangi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dicetak calon tenaga pendidik yang kompeten, bila diperlukan terbentuk sebuah kerjasama dengan pemerintah dalam bentuk ikatan kontrak kerja/ikatan dinas bagi lulusan LPTK PAUD untuk ditempatkan di daerah terpencil
  3. Kerjasama yang sinergis dengan HIMPAUDI, PTK-PNF, dan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya pendidikan PAUD.
3. Kesadaran Orang Tua Terhadap PAUD
Salah satu faktor yang menyebabkan lambatya pertumbuhan anak usia di ni adalah kesadaran masyarakat terhadap urgensinya Pendidikan anak usia dini. banyak orang tua beranggapan masa sekolah adalah berawal belajar formal di kelas satu SD, sehingga lima tahun pertama berlalu begitu saja di rumah tanpa stimulasi yang optimal dari orang tua. Kebanyakan orang tua, terutama yang tinggal di pedalaman dan tidak memiliki pendidikan yang cukup, tidak mempunyai wawasan tentang perkembangan anak yang cukup sehingga mereka tidak menguasai pendidikan anak usia dini di rumah. Padahal, keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang akan memberikan pijakan dasar bagi perkembangan anak selanjutnya.
Yussen & Santrock (1980) mengatakan bahwa kemampuan sosialisasi anak sangat terkait dengan orang-orang di sekeliling anak yang disebut agen sosial, yaitu setiap orang yang berhubungan dengan seorang anak misalnya ayah dan ibunya, pengasuh, teman sebaya, guru dan keluarga lainnya dan orang tersebut mempengaruhi perilaku. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Allison Clarke-Stewart dalam Yussen & Santrock (1980) terhadap ibu dan anak menunjukkan bahwa perilaku ibu dan anak terbentuk dalam satu faktor yang kompleks dari “ibu yang baik” yang disebut pengasuhan ibu yang optimal /optimal maternal care. Menjadi ibu yang baik menurut Arce (2000) membutuhkan pemahaman yang baik terhadap perkemmbangan anak. Artinya memahami bagaimana anak berubah sepanjang hidupnya baik fisik, perilaku, dan karakteristik berfikir, karena itu mengajar anak yang baik berarti harus mempelajari anak itu sendiri.
Hal yang perlu disadari oleh orang tua adalah bahwa anak yang mendapat pelayanan pendidikan anak usia dini, perkembangan aspek-aspek fisik dan psikisnya akan meningkat dan berkembang dengan lebih optimal dibandingkan anak yang tidak melalui PAUD. Dalam beberapa kasus, banyak kita dapatkan orang tua yang menyekolahkan anaknya di PAUD, tetapi setelah itu semua diserahkan kepada guru saja, tanpa ada upaya orang tua untuk mengetahui dengan berdiskusi dengan guru mengenai perkembangan.
Menurut penulis, solusi yang dapat diberikan untuk masalah-masalah ini adalah: 

·         Materi tentang pentingnya PAUD seyogyanya  diberikan kepada semua masyarakat dan terintegrasi dalam kurikulum pada pendidikan formal, mulai dari SD, SMP, SMA, sampai PT. ini adalah langkah jangka panjang untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat.

·       Diberikan pembekalan kepada calon pengantin baru yang dikemas dalam bentuk pelatihan pra nikah atau bentuk lainnya tentang pelayanan minimal terhadap anak serta perkembangan anak. Pemerintah atau swasta dapat menyelenggaranak parenting school. 

·       Kerjasama antara Kemdiknas, Depsos, Depkes, Depag wilayah setempat dengan tokoh masyarakat untuk door to door  kepada masyarakat yang memiliki anak usia dini untuk pembinaan agar memasukkan anaknya di PAUD.

·      Bagi masyarakat yang tidak mampu, maka akan mendapatkan kesempatan gratis bersekolah di PAUD.


D.      Penutup
Perkembangan Paud di Indonesia pada decade terakhir ini memang mengalami kemajuan, meskipun masih belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Membenahi masalah PAUD memerlukan proses yang terus diupayakan dan good will dari semua pihak. Terobosan baru perlu dirintis untuk memberdayakan dan mensinergikan potensi yang ada di masyarakat untuk mewujudkan layanan tumbuh kembang anak yang baik.

E.  Kepustakaan 
Direktorat PAUD. 2007. Pedoman Sosialisasi dan Pemasyarakatan Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD. 
Permendiknas No. 36 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemdiknas. 
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan PAUD. Jakarta: Kemdiknas.
Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Depdiknas 
Undang-undang No. 2o tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Jakarta: Depdiknas.
Unesco. 2011.  Education For All Global Monitoring Report. The Hidden Crisis; Armed Conflict and Education. France: Unesco Publishing.
Yussen, Steven R., John W Santrock. 1980. Child Development: An Introduction IOWA: WCB.

0 comments:

Posting Komentar