f ' Artikel Pendidikan: Jalan Panjang Menuju Otonomi Daerah ~ Inspirasi Pendidikan

Rabu, 27 Juli 2022

Artikel Pendidikan: Jalan Panjang Menuju Otonomi Daerah

 

Peta Indonesia

JALAN PANJANG MENUJU OTONOMI DAERAH

 Oleh: Hariyanto

Sejarah perjalanan bangsa Indonenesia mengalami pasang surut, masa kejayaan, masa suram dan bangkit lagi, begitu seterusnya. Tahun 1997 sampai tahun 1998 adalah masa orde baru dimana kepemimpinan Presiden Soeharto mengalami kemerosotan tajam. Kepemimpinan Soeharto menerapkan sistem pemerintahan yang sentralistik, yaitu semua kebijakan dibuat oleh pemerintahan pusat, sehingga daerah hanya melaksanakan kebijakan apa yang diputuskan oleh pemrintah pusat. Daerah hanyalah kepanjangan pemerintahan pusat. Sistem pemerintahan yang sentralistik itu tidak lagi dipercaya dapat menyelesaikan problematik bangsa yang semakin rumit dan kompleks.

Gejolak politik pada tahun 1998 sebetulnya sudah dimulai pada tahun 1997 dimana krisis moneter secara global terjadi. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Philiina dll juga mengalami hal yang sama. Tetapi Negara-negara tersebut bisa bertahan dan tidak terjadi gejolak politik yang berarti. Hal yang berbeda terjadi di Indonesia, dimana gejolak politik terjadi luar biasa. Dipicu dengan krisis moneter, krisis ekonomi, berkembang menjadi krisis multi dimensi, maka terjadi gelombang protes besar-besaran di kalangan masyarakat. Puncaknya adalah ketika beliau menytakan mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Tetapi ternyata ini tidak menjadi akhir, justru kemelut semakin meruncing. Kekisruhan terjadi dimana-mana. Tuntutan reformasi menggema ke seluruh negeri. Perubahan sistem pemerintahan sentralistik dirubah menjadi desentralisasi.

Maka dimulailah era reformasi dengan sistem desentralisasi dengan diundangkannya UU RI Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 22 tahun 1999 ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Berdasarkan Pasal 1 (h) dijelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah menjadi semakin luas, hal ini diatur dalam Bab IV pasal 7 sampai dengan pasal 13. Secara tersurat dijelaskan di dalamnya tentang desentralisasi yang diserahkan kepada daerah. Sebagai sebuah kebijakan yang baru, maka UU ini pun masih menimbulkan polemik di masyarakat dan dianggap tidak sesuai dengan ketatanegaraan di Indonesia, maka diperlukan perubahan UU tersebut.

Tanggal 15 Oktober  2004,  Presiden Megawati  Soekarnoputri  mengesahkan   Undang- Undang  Nomor  32  Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, definisi otonomi daerah sebagai berikut:

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat  setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan UU tersebut, maka otonomi luas diberikan kepada daerah. Namun demikian pada saat itu DPR mengajukan RUU yang kemudian disetujui oleh semua anggta DPR dan akhirnya disahkanlah UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dapatlah diketahui bahwa terjadi beberapa kali perubahan UU tentang Pemerintahan Daerah. Hal tersebut dikarenakan karena pada UU No  22 tahun 1999 menyatakan bahwa pemilihan Bupati/ Wali Kota, Gubernur dilakukan oleh DPRD begitu juga dengan pemberhentiannya. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan esensi dari desentralisasi yang memberikan hak dan kewenangan besar pada masyarakat untuk berdemokrasi memilih calon pemimpinnya sendiri. Hadirnya UU No 32 tahun 2004 justru mengembalikan hak pemilihan oleh rakyat. Sementara itu UU nomor 23 tahun 2014 kembali lagi mengatur bahwa kepala daerah dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh DPRD.

Melihat berkembangnya pemikiran dan aspirasi masyarakat yang berkembang saat itu, maka kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang PERPU NO 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya UU 23 tahun 2014 yang sudah dirubah tersebut juga mengalami perubahan  lagi yaitu pada UU Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

 Kendala Implementasi Otonomi Daerah

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa untuk menerapkan sebuah kebijakan yang baru tersebut tidaklah mudah. Perubahan dari sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi memerlukan waktu untuk belajar dan mengkaji setiap kekurangan dari implementasinya. Inkonsistensi peraturan perundangan yang disebutkan di atas adalah ikhtiar dari pemerintah dan DPR untuk mencari format yang tepat dalam membangun Indonesia melalui Otonomi Daerah. Tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa ada kepentingan-kepentingan tertentu yang masuk, dimungkinkan kepentingan partai politik, kepentingan pengusaha, kepentingan golongan organisasi masyarakat, dll. Tetapi di atas semua itu adalah kepentingan bangsa dan negara Indonesia yang harus diutamakan.

Beberapa permasalahan masih saja sering terjadi dalam pada awal implementasi otonomi daerah. Menurut Kristiono (2015) permasalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

1)   Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2)       Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah
3)     Masih adanya sebagian elit yang mengemukakan sentimen putra daerah
keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Tujuan otonomi daearah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pemerintah pusat hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Sehingga pemerintah daerahlah yang dianggap lebih memahami dan mengetahui kebutuhan masyarakat di daerahnya. Pembangunan daerah memerlukan partisipasi masyarakat di daerah tersebut sebagai bentuk ikut memiliki daerah tersebut. Namun yang harus diingat adalah semua dalam bingkai untuk kepentingan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Di samping itu daerah juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini yang kemudian pada beberapa daerah terjebak untuk mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi sebagai cara termudah untuk memperoleh tambahan pendapatan. Dampaknya adalah kembali kepada masyarakat sebagai obyeknya.

Hal inilah yang seharusnya dihindari, karena Pemerintah daerah harus memiliki inovasi untuk mengembangkan potensi daerahnya, produk-produk kreatif daerah, potensi wisata daerah, potensi SDA dan SDM harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh masyarakat secara nyata.

Sentimen seperti ini yang berlebihan justru akan menimbulkan sekat-sekat persatuan dan kesatuan bangsa. Jika semua orang yang pandai kembali ke daerah masing-masing, bagaimana dengan daerah yang notabene SDMnya masih kurang? Tentu daerah tersebut akan sulit untuk berkembang meskipun memiliki potensi SDA yang berlimpah. Tetapi tidak bisa mengelola dengan maksimal.

 

Tujuan Desentralisasi

Pasal 1 Butir 8  UU No. 23 Tahun 2014 menjelaskan  Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan  oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan  Asas Otonomi.  Butir 7. menjelaskan Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah. Butir 6 menjelaskan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik  Indonesia. 

Mengacu pada Undang Undang tentang otonomi daerah, maka tujuan diberlakukan otonomi daerah adalah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta  masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. disamping itu agar terjadi peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antar daerah, potensi dan

Hidayat dalam jurnal Ilmu Politik Volume 1 Nomor 1 Tahun 2008 memaparkan tujuan desentralisasi dalam perspektif State Society-Relation (Hubungan masyarakat dengan pemerintah) adalah sebagai berikut:

1)       Tujuan desentralisasi dalam perspektif desentralisasi politik:

 a. Untuk kepentingan pemerintah pusat:

           (1)  political education (untuk pendidikan politik)

(2) to provide training in political leadership (sebagai tempat untuk melatih calon-calon pemimpin politik di tingkat nasional)

(3) to create political stability  (Untuk menciptakan stabilitas politik)

b.  Untuk Kepentingan Pemerintah daerah

(1) Mewujudkan political equality: lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal

(2)  Local accountability; agar ada peningkatan pemda dalam memenuhi hak masyarakatnya.

(3)  Local responsiveness; agar bisa merespon kepentingan masyarakat daerahnya.

2)       Tujuan desentralisasi dalam perspektif desentralisasi Administrasi:

 Lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan ekonomi di daerah sebagai tujuan utama desentralisasi. Misalnya menyediakan public good and services. Para kepala daerah akan memberikan pelayan kepada masyarakatnya sebaik mungkin, adanya kompetisi untuk memberikan memberikan kemudahan-kemudahan dalam bingkai sesuai hukum yang berlaku untuk tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, misalnya: kemudahan perizinan usaha, kemudahan mendapatkan pelayanan publik dan lain-lain sesuai dengan inovasi daerah.

3)    Tujuan desentralisasi dalam perspektif desentralisasi State Society- Relation

Kerangka berfikir perspektif state-society relation mengartikulasi desentralisasi bukan sebagai tujuan akhir tetapi hanya sebagai alat atau sarana untuk menegakkan kedaulatan rakyat (society). Tujuan akhir yang hendak dicapai tidak lain adalah demokratisasi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

 Demikian sekedar menggali tentang otonomi daerah yang saat ini diberlakukan di Indonesia. Tentu saja sejak awal implementasi sampai saat  ini sudah berkembang lebih baik, dan sistem ketatanegaraannya lebih mantap dan tertata dengan baik. Harapannya pembangunan yang mensejahterakan masyarakat akan dapat terwujudkan melalui otonomi daerah.

0 comments:

Posting Komentar