PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM
MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Oleh: Dr. Hariyanto*
Manajemen
berbasis sekolah adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah, mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah, karyawan, orangtua siswa dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendididkan nasional
(Kemendikbud, 2013). Manajemen berbasis sekolah ini berwujud karena model
pengelolaan yang sebelumnya adalah sentralistik dan kurang mengedepankan semangat
gotong royong dalam membangun pendidikan. Ikhtiar ini dimaksudkan untuk
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Dasar hukum dari diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 51 Ayat (1) dinyatakan bahwa: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.“ Pasal 50 Ayat (5) “Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Pentingnya partisipasi masyarakat dicantumkan dalam pasal 9 bahwa: “Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan” ditegaskan kembali dalam pasal 54 Ayat (1) dan (2) “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”; serta masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.”
Berdasarkan penjelasan dan dasar hukum tersebut di atas, maka Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan sebagai perwujudan dari desentralisasi pendidikan yang melahirkan otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan yang diberikan di satuan pendidikan adalah otonomi sekolah. Dasar hukum tersebut secara eksplisit menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Terjadinya hubungan sekolah dengan masyarakat pertama kali muncul di Amerika Serikat, yaitu ketika itu masyarakat mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat, masyarakat sejak lama dianggap sebagai bagian penting dalam pendidikan (Mulyasa, 2013). Suryadi (2016) menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi sekolah dengan masyarakatnya sehingga keterlibatan masyarakat dalam sekolah telah memperoleh peran yang cukup besar, yang menempatkan masyarakat sebagai bagian dalam proses pendidikan yang berlangsung melalui wadah yang dinamakan komite sekolah atau dewan sekolah diharapkan bahwa para stakeholder pendidikan mengambil peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu memberikan yang terbaik bagi customer-nya.
Dasar hukum dari diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 51 Ayat (1) dinyatakan bahwa: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.“ Pasal 50 Ayat (5) “Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Pentingnya partisipasi masyarakat dicantumkan dalam pasal 9 bahwa: “Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan” ditegaskan kembali dalam pasal 54 Ayat (1) dan (2) “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”; serta masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.”
Berdasarkan penjelasan dan dasar hukum tersebut di atas, maka Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan sebagai perwujudan dari desentralisasi pendidikan yang melahirkan otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan yang diberikan di satuan pendidikan adalah otonomi sekolah. Dasar hukum tersebut secara eksplisit menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Terjadinya hubungan sekolah dengan masyarakat pertama kali muncul di Amerika Serikat, yaitu ketika itu masyarakat mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat, masyarakat sejak lama dianggap sebagai bagian penting dalam pendidikan (Mulyasa, 2013). Suryadi (2016) menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi sekolah dengan masyarakatnya sehingga keterlibatan masyarakat dalam sekolah telah memperoleh peran yang cukup besar, yang menempatkan masyarakat sebagai bagian dalam proses pendidikan yang berlangsung melalui wadah yang dinamakan komite sekolah atau dewan sekolah diharapkan bahwa para stakeholder pendidikan mengambil peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu memberikan yang terbaik bagi customer-nya.
Dasar hukum pembentukan komite
sekolah adalah Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah yang mencabut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah. Pertimbangan penetapan Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang
Komite Sekolah adalah bahwa untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, perlu
dilakukan revitalisasi tugas komite sekolah berdasarkan prinsip gotong royong.
Permendikbud 75 tahun 2016 ini menjelaskan tugas Komite
Sekolah, diantaranya adalah (1) memberikan pertimbangan dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan; (2) menggalang dana dan sumber daya
pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia
industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan
inovatif; (3) mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan (4) menindaklanjuti keluhan, saran, kritik,
dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil
pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah.
Sebagai
upaya menjaga agar tugas komite sekolah ini dilaksanakan secara maksimal, maka
diatur juga siapa saja yang bisa menjadi pengurus komite sekolah dan siapa saja
yang tidak bisa diangkat sebagai pengurus komite sekolah. Yang bisa dimasukkan
sebagai anggota Komite Sekolah antara lain orangtua/wali dari siswa yang masih
aktif pada Sekolah yang bersangkutan, tokoh masyarakat, dan pakar pendidikan.
Sedangkan yang tidak boleh diangkat sebagai anggota komite sekolah adalah yang
berasal dari (1) unsur pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang
bersangkutan, (2) penyelenggara Sekolah yang bersangkutan (3) pemerintah desa
(4) forum koordinasi pimpinan kecamatan. (5) forum koordinasi pimpinan daerah (6)
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau pejabat pemerintah/pemerintah
daerah yang membidangi pendidikan.
Komite
Sekolah dengan berbagai tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Permendikbud
No 75 tahun 2016 adalah salah satu wujud dari partisipasi masyarakat yang dapat
dan sudah selayaknya diimplementasikan dalam manajemen berbasis sekolah.
Hubungan antara masyarakat dengan sekolah, dunia usaha dan dunia industry dan
unsur kemasyarakatan lainnya hendaknya selalu diupayakan oleh kepala sekolah
dengan jajarannya agar diperoleh manfaat yang besar bagi peningkatan mutu
pendidikan. Mulyasa (2013) menyatakan tujuan hubungan tersebut adalah untuk memajukan kualitas pembelajaran. Memperoleh tujuan serta
meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. Menggerakan masyarakat
untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Tujuan
yang lebih kongkrit hubungan antara sekolah dan masyarakat antara lain: (1) Guna
meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik (2) Berperan
dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sekaligus menjadi desakan
yang dirasakan saat ini (3) berguna dalam mengmbangkan program-program sekolah
kearah yang lebih maju dan lebih membumi agar dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan. (4) Mengembangkan kerjasama yang
lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Dengan
demikian, segala program yang dilakukan dalam kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat harus mengacu pada peningkatan kualitas tersebut di atas. Apabila
hal tersebut dapat dilakukan, maka persepsi masyarakat tentang sekolah akan
dapat dibangun secara optimal. Sehingga sekolah mampu memberikan lulusan yang
berkualitas dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kepribadian
yang baik. Partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk mendorong masyarakat
setempat supaya mereka merasa ”memiliki” sekolahnya dan lebih berperan dalam
kegiatan sekolah. Partisipasi masyarakat sekolah yang baik dipadu dengan
implementasi manajemen berbasis sekolah secara menyeluruh, dan semangat otonomi
sekolah yang dilaksanakan oleh kepala sekolah beserta jajarannya yang kompeten
dan professional, serta dukungan dari pemerintah daerah dan pusat akan dapat
mempercepat peningkatan mutu pendidikan
_____________
* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan
0 comments:
Posting Komentar