MASYARAKAT DI SEKOLAH
Oleh: Hariyanto*
Pembahasan tentang pendidikan memang tidak habisnya. Lembaga pendidikan atau sekolah adalah tempat dimana bangunan peradaban mulai didirikan dan akan dikembangkan di tengah masyarakat. Karena itu, semakin baik sekolah dikelola, maka produk peradaban juga akan terbangun dengan baik. Tujuan inilah yang hendak dicapai sehingga sekolah harus dikelola oleh orang-orang yang juga memiliki kompetensi unggul. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah atau madrasah secara eksplisit menyebutkan bahwa seorang kepala sekolah harus memiliki dimensi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. kompetensi-kompetensi tersebut selanjutnya dirinci lebih detail lagi menjadi indikator-indikator kompetensi.
Terkait
dengan partisipasi masyarakat atau pelibatan masyarakat, Dimensi kompetensi
yang berhubungan adalah kompetensi sosial. Misalnya kemampuan bekerja sama dengan pihak lain untuk
kepentingan sekolah/madrasah, Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,
memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. Kompetensi sosial yang dimiliki kepala sekolah bisa menambah mitra
kerjasama sekolah dengan instansi lain baik instansi pendidikan maupun
non-pendidikan, disamping untuk menambah mitra kerjasama,kompetensi sosial ini juga bisa dikembangkan melalui beberapa program sekolah dengan
masyarakat. Tolok ukur yang sederhana ini bisa dapat digunakan untuk menilai
apakah seorang kepala sekolah memiliki kompetensi sosial yang baik atau
sebaliknya.
Masyarakat
selaku pengguna jasa lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk mengembangkan
serta menjaga keberlangsungan penyelenggaraan proses pendidikan. Menurut
Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab IV pasal 8
menyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan di pasal 9
menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat menjadi tiga
kelompok yaitu partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan,
penyelenggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi sekolah dengan
masyarakatnya sehingga keterlibatan masyarakat dalam sekolah telah memperoleh
peran yang cukup besar, yang menempatkan masyarakat sebagai bagian dalam proses
pendidikan yang berlangsung melalui wadah yang dinamakan komite sekolah atau
dewan sekolah diharapkan bahwa para stakeholder pendidikan mengambil
peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu memberikan yang terbaik bagi customer-nya
(Suryadi, 2016). Hal inilah yang seharusnya dijadikan momentum bagi kepala
sekolah agar secara kreatif dan humanis menggandeng masyarakat agar terus berkontribusi dan
berpartisipasi dalam rangka memajukan pendidikan yang dipimpinnya.
Kepala sekolah harus mampu menggerakkan
masyarakat agar semaksimal mungkin melakukannya perannya di sekolah. Diantara peran
yang dilakukan oleh masyarakat adalah:
(1) Peran serta dengan menggunakan jasa
pelayanan yang tersedia. Dimana masyarakat dapat memanfaatkan jasa sekolah
dengan memasukkan anak ke sekolah. Disamping itu masyarakat juga bisa
memanfaatkan output dari sekolah berupa lulusan yang berkualitas sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
(2) Peran serta dengan memberikan
kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Jenis peran serta masyarakat ini berwujud
partisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan
dana, barang, waktu dan tenaga.
(3) Peran serta secara pasif, dimana wujudnya
adalah sikap masyarakat yang hanya menyetujui dan menerima apa yang diputuskan
oleh pihak sekolah (komite sekolah), seperti ketika komite sekolah memutuskan
agar orang tua membayar iuran bagi anaknya dan orang tua menerima keputusan
tersebut dengan mematuhinya. Meskipun demikian, hendaknya kepala sekolah juga
harus bersikap bijak dengan mempertimbangkan dan memperhatikan kemampuan dari
orang tua/wali. Karena bisa jadi orang tua tidak berani menyampaikan
pendapatnya, tetapi rasa keberatan disampaikan di masyarakat luas, maka akan
menjadi bahan kasak-kusuk yang berdampak tidak baik bagi masyarakat. Sehingga
bisa dikatakan dukungan yang diberikan di sekolah bersifat ‘semu’ , tidak
tulus/ karena terpaksa.
(4) Peran serta melalui konsultasi.
Peran serta ini wujudnya adalah ketika orangtua datang berkonsultasi ke sekolah
tentang masalah yang dihadapi oleh anaknya dalam proses belajar mengajar, atau
memberikan masukan tentang proses pembelajaran yang dimungkinkan memerlukan
perbaikan oleh sekolah.
(5) Peran serta dalam pelayanan.
Masyarakat secara umum dan orang tua secara khusus terlibat dalam kegiatan
sekolah, mislanya orangtua dilibatkan pada saat ada kegiatan fieldtrips,
kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keagamaan.
(6) Peran serta sebagai pelaksana
kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan, seperti ketika masyarakat atau orangtua
diminta untuk memberikan penyuluhan program
tertentu, misalnya program Gizi dan sanitasi, kesehatan gigi, pentingnya gender
dalam pembelajaran, Antisipasi perundungan di sekolah, dll. Pada kondisi ini masyarakat
atau orang tua dapat berperan sebagai narasumber, guru bantu, dan sebagainya.
(7) Peran serta dalam pengambilan keputusan, dimana masyarakat ataupun
orangtua terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan (baik itu yang akademis
maupun non akademis), terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana
pengembangan sekolah.
Peran-peran tersebut di atas dapat dimaksimalkan, tergantung dengan kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi dan mengambil hati masyarakat. Ketulusan kepala sekolah dalam berupaya memajukan pendidikan pasti akan disambut dengan baik oleh masyarakat, karena di dalamnya tidak ada unsur memanfaatkan masyarakat untuk keperluan pribadi tetapi lebih ditujukan untuk perbaikan mutu pendidikan.
____________
* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan
0 comments:
Posting Komentar