Shakayla A. El Queena (Penulis) |
Oleh: Shakayla A. El Queena H.
Apa kabar teman-teman… perkenalkan, saya Shakayla Adzkiya El Queena
Harfianto. Kali ini saya akan bertutur atau bercerita tentang Asal Usul
Ponorogo. Mungkin ada beberapa teman-teman yang belum tahu atau pernah membaca
kisahnya tapi tidak lengkap. Nah.. agar
bisa memahami ceritanya, disimak baik-baik ya…
Teman-teman sebelum bercerita, bagaimana kalau berpantun dulu,
setuju ya…setuju…
Jalan-jalan ke pasar Soko
Pulangnya membeli mangga
Kita punya reog Ponorogo
Tentunya membanggakan Indonesia
Satu lagi ya.. biar seru nanti teman-teman jawab “cakep” gitu ya
Pendirinya Raden Batoro Katong
Inilah Ponorogo Kota Budaya
Bukan Riya' bukan Sombong
Kini Ponorogo termasyhur di dunia
Teman-teman, Nama Ponorogo sudah dikenal seantero negeri, bahkan di seluruh dunia. Siapa sih yang tidak kenal reog Ponorogo? bahkan sekarang sudah diusulkan ke Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Hebat kan…? Semoga usulan ini disetujui Unesco dan Ponorogo semakin harum namanya dikenal seluruh dunia. Tapi tahukah teman-teman bagaimana asal usul nama Ponorogo? sudah tahu belum? Baiklah, kali ini saya akan bercerita asal-usul Ponorogo yang saya baca dari buku yang berjudul CERITA RAKYAT DARI PONOROGO (JAWA TIMUR) yang dikarang oleh Edy Santosa dan diterbitkan oleh PT. Grasindo. Tahun 2003.
Begini ceritanya:
Pada suatu hari
di kerajaan Demak, Raden Patah sebagai Rajanya bermusyawarah dengan pembesar kerajaan
Demak. Raden Patah merupakan putra dari Raja Majapahit dan kakak dari Raden
Batoro Katong.
“Paman Patih
Wonosalam, Bagaimana perkembangan kerajaan Demak saat ini?” Tanya Raden Patah
kepada Patih Wonosalam.
“Tuanku Prabu,
Secara umum keadaan Demak sudah semakin membaik, namun ada salah satu wilayah
yang jauh dan belum kami kunjungi yaitu daerah Wengker karena letaknya jauh
sekali.” Kata Patih Wonosalam.
“Tidak mengapa
paman patih, kebetulan adikku datang dari Majapahit, saya ingin meminta bantuan
Raden Batoro Katong untuk memeriksa daerah Wengker itu.” Titah sang raja.
“Baiklah, Kanda
Prabu.” Jawab Raden Batoro Katong
menyanggupi
“Kalau begitu
pergilah bersama Senopati Seloaji.” Kata Raden Patah
Maka
berangkatlah Senopati Seloaji dan Raden Batoro Katong menuju Wengker, Mereka
pun naik kuda berhari-hari untuk sampai di daerah Wengker. Sesampai di daerah
Wengker mereka berdua bertemu dengan Kyai Ageng Mirah. Kyai Ageng Mirah
bercerita tentang kondisi Wengker. Setelah melihat-lihat keadaan wilayah Wengker,
maka Batoro Katong Senopati Seloaji dan
Kyai Ageng Mirah kemudian kembali ke Demak melaporkan kepada Raden Patah.
“Kanda Prabu,
saya sudah memeriksa daerah Wengker. Wilayahnya Luas. Sebelah barat berbatasan
dengan gunung Lawu, sebelah timur berbatasan dengan gunung Wilis, sebelah utara
berbatasan dengan wilayah majapahit dan sebelah selatan berbatasan dengan
pantai selatan jawa.” Kata raden Batoro Katong
“Hmmm.. Begitu
ya, baiklah kalau begitu, Adikku, Batoro Katong, Aku menugaskanmu untuk membuka
daerah Wengker menjadi sebuah kadipaten, Kamu yang menjadi Adipatinya, Patihmu
adalah Senapati Seloaji dan pensehatmu adalah Kyai Ageng Mirah. Berangkatlah
adikku, bawalah 40 Prajurit Demak pilihan untuk membantu kamu.” Perintah Raden
Patah.
“Terima kasih,
Kanda Prabu. Adinda siap melaksanakan titah kanda prabu” Jawab Raden Batoro
Katong.
Berangkatlah mereka
ke Wengker. Setelah sampai, mereka pun sibuk mencari tempat yang akan dibuka
hutannya. Hingga kemudian mereka menemukan hutan yang ditumbuhi rumput Glagah
yang beraroma wangi. Kemudian tempat tersebut diberi nama Hutan Glagah Wangi. Nah…Di
Hutan inilah yang akan digunakan tempat tinggal, semuanya dibersihkan.Dan
kayu-kayunya digunakan untuk membangun rumah.
Akhirnya sebuah
rumah berdiri, tapi keesokan harinya rumah tersebut roboh tanpa diketahui
penyebabnya. Para prajurit pun tiba-tiba banyak yang sakit, melihat kondisi
aneh tersebut maka Raden Batoro Katong, Senopati Seloaji dan Kiai Ageng Mirah
pun berdoa, dan bertapa. Hingga suatu malam, tiba-tiba angin berhembus kencang
menerpa mereka dan sesosok tinggi besar tiba-tiba muncul.
Wuss..wusss
suara angin kencang bertiup.
“hu.. ha…ha…
ha..hentikan tapa kalian. Siapa kalian ini” Kata sosok tersebut
“Saya bernama
Raden Batoro Katong dari Majapahit, bermaksud
membuka hutan ini untuk menjadi Kadipaten. Siapakah Tuan?” Tanya raden
Batoro Katong.
“Aku adalah
Jayadrana, Ketahuilah bahwa tempat ini sudah ada yang menguasai dari alam gaib,
Dia adalah adikku namanya Jayadipa. Jika tujuanmu baik, maka akan aku
panggilkan Jayadipa.”
Sesaat kemudian
muncullah Jayadipa. Tubuhnya tinggi besar.
“Hmm…jadi
kalian ini yang lancang membuka daerahku tanpa seizin aku.” Kata Jayadipa.
“maafkan kami
Jayadipa, karena kami tidak tahu kalau hutan ini sudah ada penghuninya dari
alam lain. Tetapi ini adalah titah dari Raden Patah, raja kerajaan Demak yang
juga putra raja Brawijaya dari Majapahit.” Jawab Raden Batoro Katong.
Setelah
mengutarakan maksudnya kepada Jayadipa, akhirnya Batoro Katong pun diizinkan
membuka hutan tersebut dan tidak ada lagi yang menganggunya.
Pada saat
membuka hutan inilah, Raden Batoro Katong menemukan Tiga pusaka yaitu Payung
Tunggul Wulung, Tombak Tunggul Naga dan Sabuk Cinde Puspita.
Nah…
teman-teman tidak asing dengan nama ketiga pusaka itu kan? Ya.. pusaka itu
biasanya dibawa saat Kirap Pusaka pada setiap Grebek Suro. Ternyata pusaka itu
adalah milik orang tua Batoro Katong yaitu Raja Brawijaya atau Raja Majapahit.
Maka semakin mantaplah Raden Batoro Katong membuka hutan itu untuk menjadi
kadipaten.
Setelah hutan
itu dibuka, Rumah-rumah didirikan. Banyak pendatang yang kemudian bergabung dan
menetap. Sehingga lambat laun Kota baru pun terbentuk.
Raden Batoro
Katong untuk memberikan nama daerah itu, lalu beliau mengumumkan kepada
rakyatnya.
“ Rakyatku
semua, ketahuilah karena kita belum punya nama untuk wilayah ini. hari ini saya
umumkan bahwa tempat ini saya beri nama Pramono Rogo. Pramono berarti
bersatunya cahaya matahari dan bulan yang menyinari kehidupan di muka bumi, dan
menyinari rogo (badan).”
Semua rakyat
Ponorogo bersuka cita, menempati sebuah kota yang baru yaitu Pramono Rogo.
Nama Pramono
rogo itu lama kelamaan menjadi PONOROGO. PONO artinya tahu akan segala sesuatu,
sedangkan ROGO berarti badan manusia. Jadi Ponorogo berarti manusia yang tahu
kedudukannya sebagai manusia.
Nah.. Bagitulah
teman-teman, cerita asal usul
Ponorogo. Cerita ini memberi pelajaran
kepada kita bahwa manusia harus selalu berjuang mengatasi segala rintangan
untuk mencapai kehidupan bersama yang rukun dan damai. Karena itu diperlukan
gotong royong dan saling membantu. Dengan rasa persatuan dan tolong menolong,
segala rintangan akan dapat diatasi.
Demikian cerita
dari saya. Jika ada salah dalam bercerita, saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Sampai ketemu dengan cerita yang lainnya. Terima kasih.
------------------------------
* Penulis adalah Siswi Kelas VI Ali SDIT Qurrota A’yun Ponorogo
0 comments:
Posting Komentar