"Sudah disiapkan semua buku-buku untuk pelajaran hari ini?" tanya bunda kepada kedua putrinya yang masih sibuk memakai baju seragamnya.
"Sudah bun.." Jawab kakak sambil membawa tas dan meletakkannya di ruang tamu.
Sementara adiknya masih sibuk mencari sesuatu dalam tasnya,
"Nyari apa sih dik?" tanya bunda.
"Ini lho Bund, kemarin ada surat pemberitahuan dari sekolah kalau hari ini diminta iuran untuk korban gempa bumi Cianjur, tapi lupa aku naruhnya." Jawab adik.
"ooo.. ya sudah kalau itu bunda sudah tahu dari group WA wali kelasmu," sahut bunda
"Ya sudah, sekarang sarapan dulu, nanti bunda siapkan uangnya." lanjut bunda.
"Nggak--nggak, kakak tidak mau kalau bunda yang nyiapin, minta Ayah saja." Sahut kakak dengan ekspresi kurang manis.
"lho... kenapa?" Ayah menyela pembicaraan mereka.
"Ini lho yah... bunda ini kalau ngasih mesti uang koin, bayangkan kalau kita iuran Rp. 10.000 semua pecahan 500 an kan berat Yah, malu juga ngumpulin ke pak Guru." Kata Kakak protes.
"Benar Yah..!" tegas Adik.
Ayah hanya tersenyum melihat ekspresi dua buah hatinya. kemudian menyeruput secangkir teh manis yang masih hangat di meja.
"Kakak atau adik tidak tanya kepada bunda selalu memberi uang koin itu?" tanya Ayah.
"Ya.. nggaklah, nanti kalau protes malah tidak dikasih uang. Masak uang saku juga pakai koin, iuran kelas pakai koin, semua pakai koin, kan masih punya uang kertas." Balas adik sambil memajukan jurus bibirnya maju 5 centimeter.
" ya.. Sudah sudah, protesnya nanti saja. sekarang sarapan pagi dulu, nanti Bunda kasih tahu alasannya." Jawab bunda sambil menghidangkan 2 piring nasi legkap dengan sayur dan ayam goreng crispy kesukaan anak-anak.
Setelah selesai sarapan pagi bersama, masih ada waktu 30 menit lagi untuk bersantai sebelum berangkat ke sekolah, begitu juga dengan ayah dan bunda untuk berangkat kerja. Sambil menunggu waktu berangkat, bunda memberikan 2 amplop yang berisi uang untuk infaq bencana alam di Cianjur.
"Jadi kenapa Bunda harus memberi koin padahal uang kertas juga ada?" tanya kakak penasaran.
"Dengarkan baik-baik ya... ada makna tersembunyi, ada maksud yang hendak bunda sampaikan dari pemberian uang koin itu." Jawab bunda serius, sambil duduk disamping ayah.
"1. Uang koin itu lebih awet, tahan air, tahan panas juga. Bahkan tertimbun ditanah pun tinggal dibersihkan masih bisa dimanfaatkan untuk jual beli lagi. Maksudnya, Jika kalian ingin menjadi orang-orang yang bermanfaat maka harus tangguh, ulet, tahan banting, tidak mudah menyerah.
2. Meskipun uang koin itu hanya lima ratus rupiah, atau 100 rupiah, tapi itu memiliki nilai. uang satu Milyar pun tidak akan genap menjadi satu milyar jika kurang 100 rupiah. artinya dalam kehidupan sehari-hari kamu harus menghargai sekecil apapun jasa kebaikan yang diberikan oleh orang lain. selain itu jangan memandang besarnya tapi nilainya.
3. Terkadang orang menganggap uang receh/ koin itu tidak berharga, sehingga kalau ada orang ngamen diberikan yang koin, dan anehnya tidak merasa keberatan. nah.. disitulah kita bisa berlatih keikhlasan. Kalau suatu saat kalian sudah bekerja dan bershodaqoh, jangan koin seperti ini tapi yang jumlahnya lebih besar dan yang lebih penting harus ikhlas." Penjelasan bunda panjang lebar.
Anak-anak hanya mengangguk-angguk saja. "ya bun, saya paham." Respon kakak melegakan bunda.
" Nah.. sekarang giliran ayah menjelaskan." kata ayah sambil mengambil mengambil satu buah koin.
" Adik.., tahu nggak uang koin ini ada berapa sisi?". Tanya ayah pada adik
"tentu dua sisi donk yah... masak gitu aja ditanyain." Jawab adik sambil bersandar di punda Ayah.
"Pinter... kalau salah satu sisinya ini dihapus atau hilang masih laku tidak uang ini?"
"Tidak laku Yah.. gak ada yang mau nerima kalau dibelikan sesuatu." Jawab kakak.
"Benar sekali...ini adalah sebuah perumpamaan. Uang koin yang memiliki dua sisi ini, ibarat amal dan keihlasan. Amal yang tidak didasari keikhlasan akan sia-sia tidak ada artinya. begitu juga keikhlasan tanpa Amal juga tidak akan ada faedahnya." Papar Ayah sambil serius memandang kedua putrinya.
Kedua putrinya hanya mengangguk-angguk. Kakak barangkali sudah bisa memahami penjelasan ayahnya, tetapi si adik karena baru kelas dua SD mungkin masih memerlukan waktu untuk memahami maksudnya. Tetapi paling tidak pagi ini sebelum berangkat sekolah anak-anak sudah mendapatkan pelajaran berharga untuk bekal masa depannya. (AEP, 12/01/23)
0 comments:
Posting Komentar