Siang itu cuaca sangat terik. beberapa hari ini memang tidak hujan, hanya mendung saja di malam hari. Seperti biasa pada jam 14.00 saya harus menjemput putri saya di sebuah SD swasta yang cukup terkenal di kota Ponorogo. Kelas I dan kelas II pulangnya pukul 14.00, sedangkan untuk kelas III sampai kelas VI pulangnya pukul 15.30. maklumlah sekolah ini termasuk full day school. Antusiasme orang tua menyekolahkan anaknya di SD ini begitu tinggi. Pukul 14.10 saya sudah sampai di sekolah, halaman sekolah sudah dipenuhi kendaraan roda 4 dan roda 2, para orang tua duduk-duduk di bawah pohon yang rindang di halaman sekolah yang juga difungsikan sebagai lapangan futsal oleh anak-anak SD. Beberapa siswa sudah pulang dijemput oleh orang tuanya.
Seperti biasa, saya menghampiri beberapa orang tua untuk sekedar ngobrol dan untuk menjalin keakraban dengan mereka karena setiap kali menjemput anak-anak, seringkali berjumpa. Kami pun berbicara banyak hal tentang keluhan pengasuhan, cerita kehebatan anak-anak, dll. Beberapa ibu-ibu masih duduk-duduk di atas motornya. Sementara anak-anak laki-laki malah asyik bermain bola plastik di halaman tanpa menghiraukan orang tua yang ada di tepian lapangan tersebut.
Ada hal menarik yang terjadi saat itu. Ketika anak-anak main bola. seorang anak laki-laki bertumbuh gempal, mungkin dia kelas 3 atau 4 sedang berancang-ancang melakukan tendangan sudut. beberapa yang lain berkerumun di depan gawang. penjaga gawang yang bertubuh kurus itu pun bersiap mengamankan gawangnya. Sesaat kemudian dengan sekuat tenaga tendangan sudut dilakukan. dan... apa yang terjadi? tendangan itu melesat keras tidak menuju ke arah gawang, tetapi melebar dan mengenai kepala seorang ibu yang sedang duduk di atas motor di belakang gawang. Beruntung ibu tersebut masih mengenakan helmetnya. Seketika anak yang menendang bola tersebut terpaku, sementara teman-temannya yang lain malah mengolok-oloknya.
Apa yang dilakukan anak tersebut? Dia berlari menuju si ibu yang terkena bolanya tadi. dan sambil meraih tangan ibu untuk bersalaman dia berkata,
"Bu.. maaf ya bu, saya tidak sengaja. Maaf.. maaf.. ngapunten nggih bu?" suaranya bergetar saat mengucapkan permintaan maaf, tetapi jelas terdengar dari tempat duduk saya yang tidak seberapa jauh. Ibu tadi pun tersenyum. "kalau main-hati ya... agak ke tengah sana ya dik." jawab ibu tadi dengan penuh bijaksana.
Peristiwa itu bagi saya bukan hal yang sederhana, sikap bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, keberanian untuk minta maaf atas kelalaian yang dilakukan merupakan cerminan dari pendidikan karakter yang terbentuk ketika anak tersebut di sekolah, mendapatkan pendidikan dari guru dan tentu saja dibentuk juga dalam pembiasaan di rumah. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan anak yang masih kecil tersebut, begitupun si ibu yang arif tanpa menyalahkan anak laki-laki tersebut. Alangkah indahnya pergaulan setiap hari dilakukan, baik di rumah, di sekolah atau di masyarakat luas jika nilai-nilai karakter tersebut bisa diimplementasikan setiap saat. mulai dari hal kecil, dibiasakan dan lama kelamaan akan menjadi culture di masyarakat kita. Jika masih ada yang meragukan kalau bangsa Indonesia ini mulai luntur karakternya, maka lihatlah di sekeliling kita, masih ada anak-anak yang dengan tulus dan kepolosannya mengimplementasikan nilai karakter tersebut, meskipun mungkin mereka tidak menyadarinya.
Selamat untuk para orang tua dan para guru yang sudah berhasil menanamkan nilai-nilai karakter yang positif kepada peserta didik/ anak-anaknya. Sayang sekali... saya tidak sempat menanyakan nama anak tersebut. Tetapi cukuplah cerita ini menjadi bahan renungan untuk bisa menginspirasi.(HAR, 11/1/23)
0 comments:
Posting Komentar