f ' MEMBERSIHKAN POLUSI DI WILAYAH BUDAYA INDONESIA ~ Inspirasi Pendidikan

Jumat, 18 Agustus 2023

MEMBERSIHKAN POLUSI DI WILAYAH BUDAYA INDONESIA

Afrilia Eka Prasetyawati*

Bulan Agustus identik dengan bulan perjuangan, karena mengingatkan seluruh bangsa Indonesia bahwa pada bulan ini Indonesia menyatakan proklmasi kemerdekaannya melalui proklamasi yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak akan melupakan jasa para pahlawannya. Semarak peringatan kemerdekaan di Indonesia selalu disambut hangat, meriah dan luar biasa oleh masyarakat. Pengibaran bendera merah putih serentak dilakukan, hampir setiap RT di desa-desa atau kelurahan mengadakan acara berbagai macam perlombaan yang diikuti oleh warganya, karnaval budaya, gerak jalan dan event-event lainya. Puncaknya adalah Upacara Peringatan detik-detik Proklamasi yang diselenggarakan di seluruh wilayah tanah air oleh sekolah, instansi swasta maupun negeri, dan tentu saja di Istana Negara.

Terlepas dari kemeriahan tersebut, ada yang menarik untuk dicermati dan direnungkan jika dikaitkan dengan pendidikan karakter bagi anak-anak bangsa. Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT RI ke 78 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia menyampaikan keprihatinannya terhadap lunturnya budaya santun sebagian kecil masyarakat Indonesia. Presiden secara jelas menyatakan, “Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa sampai ke Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah bisa dengan mudah disampaikan. Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Saya tidak masalah. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.”

Sebagai warga negara yang memiliki kepedulian terhadap kondisi bangsa, mari kita analisis mendalam apa yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo. Dengan tetap menghargai pendapat masing-masing pihak yang barangkali bisa pro dan kontra. Kenyataan di masyarakat saat ini membuktikan bahwa di media sosial orang bisa meakukan bullying, memaki, memfitnah, atau mengkritik dengan tidak memberikan solusi, menjelek-jelekkan yang di luar batas kewajaran. Mirisnya lagi jika hal-hal seperti dipertontonkan oleh orang-orang yang notabene berpendidikan tinggi. Sebagai bagian dari bangsa ini, tentu kita dari dulu bangga dengan predikat masyarakat yang memiliki budaya santun, tenggang rasa, saling menghargai pendapat. Bahkan saat di bangku sekolah kita diajarkan oleh guru-guru kita bagaimana berdiskusi yang baik, bagaimana etikanya untuk menyela pendapat, bagaimana adab berbicara terhadap orang yang lebih tua, dan bagaimana jika memberikan pendapat yang berbeda dengan tetap menghargai dan menghormati lawan bicara.

Adab memang harus lebih dikedepankan daripada Ilmu, begitulah seharusnya budi pekerti dijunjung tinggi apalagi ditopang dengan kedalaman ilmu pengetahuan. Mari sejenak secara tulus kita lihat tujuan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Nampaknya tujuan itu akan “jauh pangang dari api” jikalau mereka yang berpendidikan itu tidak kembali mempraktikkan dan berkaca pada tujuan pendidikan karakter tersebut.

Jika fenomena polusi budaya ini dianggap sebagai kegagalan pendidikan karakter, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? Tidak bisa serta merta hal tersebut dibebankan kepada sekolah, guru atau tenaga kependidikannya. Karena sejatinya sekolah sudah berupaya semaksimal mungkin bersama orang tua untuk menjadi garda terdepan mengawal dan membangun karakter peserta didiknya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber pada agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab,  sudah berusaha tanpa henti diimplementasikan di sekolah melalui berbagai cara dan keteladanan. Tetapi derasnya arus informasi dan tekologi seolah mendistorsi berbagai upaya tersebut.

Patutlah disadari sebagai umat beragama, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kedengkian, hujatan, bersikap sombong, menjelek-jelekkan yang lain, membodoh-bodohkan orang lain apalagi karena menganggap diri lebih pandai, dan hal-hal negative lainnya. Bagi Umat Islam tentu sudah sangat paham bahwa Rasul yang diutus untuk mengajarkan risalah kebenaran tidak pernah menggunakan hal-hal negatif tersebut untuk mengajak ke jalan kebenaran, tetapi dengan mengedepakan uswatun khasanah. Maka jika hendak memberikan kritik tulus yang bertujuan agar yang dikritik (siapapun orangnya) berubah menjadi baik, seyogyanya dilakukan secara  santun, ibarat ingin menangkap ikan di kolam, dapat ikannya tetapi tidak keruh air kolamnya. Tujuannya tercapai, namun tanpa menjatuhkan harga diri orang lain.

Lebih arif dan bijak kiranya mereka yang menjadi public figure, pejabat pemerintah, tokoh politik, wakil rakyat, tokoh masyarakat juga ikut andil dalam membenahi kondisi polusi di wilayah budaya ini dengan memberikan keteladanan, contoh dalam perkataan maupun perbuatan. Mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar dalam membersihkan pollutant ini. Mari kita bersama untuk bersinergi mengembalikan budaya luhur bangsa Indonesia, mendudukkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, dan dengan karakter Pancasila kita terus melaju menuju Indonesia maju.
---------------------------
* Penulis adalah guru dan mahasiswa S2 PBSI UNIPMA Madiun 

0 comments:

Posting Komentar