f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Rabu, 23 April 2025

MANAJEMEN RESIKO DALAM PENYELENGGARAAN EVENT

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd


A.   Latar Belakang

Event organizer (EOadalah jenis usaha dalam dunia bisnis entertainment yang membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Profesi EO memerlukan pribadi yang berani, kreatif dengan ide-ide cemerlang, sehingga bisa memberikan kualitas yang berdampak pada kepuasan pelanggan. Berbagai event yang digelar bisa menimbulkan dampak di bidang ekonomi, sosial, budaya, bahkan dampak politik, tergnatung jenis event yang diselenggarakan. Untuk menyelenggarakan sebuah event diperlukan persiapan yang matang, ditambah pengalaman EO dalam menyelenggarakan event, tentu saja manajer EO dan semua crew yang terlibat haruslah professional di bidangnya.

Meskipun demikian, banyak sekali dijumpai pelaksanaan sebuah event yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa kendala terjadi hingga penyelenggaraan event gagal, merugi, akhirnya nama baik EO semakin merosot di mata klien, berujung pada menurunnya public trust. Dampak terburuknya adalah tidak ada yang percaya dengan EO, tidak ada job, akhirnya gulung tikar/ bangkrut usaha EO tersebut. Hal-hal ini adalah bagian dari resiko dari sebuah pekerjaan. Pekerjaan apa pun tentu tidak lepas dari resiko, termasuk penyelenggaraan event. Setiap perhelatan/ event yang diadakan , baik besar maupun kecil tetap saja memiliki sebuah resiko dalam pelaksanaannya. Misalnya: Event konsert kerap kali terjadi resiko tawuran antar penonton, Sepak bola di Malang yang baru beberapa bulan terjadi menelan korban ratusan jiwa, dll. resiko-resiko tersebut adalah resiko negatif yang terjadi. Karena itu diperlukan langkah-langkah perencanaan di setiap event agar bisa mengantisipasi atau minimalisir resiko-resiko tersebut. Perlu sebuah manajemen yang tepat untuk mengendalikan resiko yang bisa terjadi dalam penyelenggaraan sebuah event.

 

B.  Pembahasan

Resiko adalah peluang terjadinya penyimpangan dari perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pengelola event harus cermat dalam mengidentifikasi, menilai, dan menindaklanjuti kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, sehingga event dapat berlangsung dengan lancar. Hal-hal yang harus diwaspadai terhadap sumber yang berpotensi menimbulkan resiko:

1.      Area pelaksanaan event

2.      Kerumunan khayak ramai

3.      Peralatan berat dengan mobilisasi dinamis

4.      Euforia yang ditimbulkan dari event yang dilaksanakan.

Dari keempat resiko tersebut, yang paling mendapat perhatian adalah ‘crowd risk’ karena kerumunan orang banyak terkadang tidak bisa dikontrol dengan baik. Sebagaimana event yang dicontohkan di atas, seperti sepak bola, dan konser musik.

Sebuah event  memiliki tiga fase utama yang memicu terjadinya keramaian, yaitu pintu masuk dimana orang bergerak dan mendekati pintu masuk, sirkulasi atau pergerakan orang di dalam event, dan pintu keluar. Sehingga ketiga bagian tersebut harus mendapat perhatian. Misalnya pintu masuk dijaga ketertiban antrian, penyediaan tiket masuk dan beberapa pintu masuk dengan sistem pintu putar (turnstile) maupun pagar barikade dapat disiapkan. Pergerakan orang di dalam sebuah event juga harus diperhatikan, maka tim keamanan harus sikap bertindak jika ada hal-hal yang berpotensi berbahaya, misalnya berdesakan, potensi kerusuhan, dll. Begitu juga dengan pintu keluar, harusnya lebih lebar dan banyak, sehingga ketika keluar tidak berdesakan.

Manajemen resiko adalah proses mengantisipasi, mencegah atau meminimalisir biaya, kerugian, atau masalah potensial bagi organisasi, partner maupun konsumen terkait event itu sendiri.

Beberapa resiko yang memungkinkan terjadi juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.    Natural disasters risk (resiko yang disebabkan bencana alam), resiko seperti ini tidak dapat diantisipasi dengan mudah, karena tidak bisa teridentifikasi sebelumnya. Misalnya gempa bumi. Tetapi untuk resiko yang disebabkan cuaca, masih bisa diminimalisir dengan selalu memantau prakiraan cuaca dari BMKG. Resiko yang disebabkan tanah longsor, Tsunami, misalnya masih bisa diantisipasi dengan penempatan event yang aman jauh dari lokasi yang berpotensi longsor, sedangkan tsunami sulit dideteksi, tetapi bisa diantisipasi dengan persiapan mobil yang siap untuk evakuasi jika ada informasi warning system dari pihak yang berwenang setempat.

2.     Financial risk (resiko keuangan, termasuk kerugian karena pelaksanaan event). Resiko ini terjadi lebih kepada kurang matangnya perencanaan keuangan. Karena itu manajemen keuangan yang baik bisa menjadi solusi agar financial risk tidak terjadi.

3.    Legal risk (misalnya kegagalan event karena faktor perizinan yang belum dikeluarkan oleh pihak berwajib). Beberapa contoh event yang sering dibatalkan bahkan dibubarkan adalah perizinan yang belum keluar dari pihak berwajib dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di pemerintah daerah setempat. Sebetulnya hal ini pun bisa diantisipasi dengan menyelesaikan pengurusan izin penyelenggaraan event jauh sebelum hari H dilaksanakan.

4.      Techno-related risk (resiko terkait dengan hal-hal teknis)

5.   Mismanagement (kegagalan dalam mengelola event). Resiko ini terkait dengan jam terbang penyelenggara event. Kemampuan dalam mengelola sebuah event yang professional ditentukan oleh kepemimpinan yang unggul dan staff/ volunteer yang solid dan mau bekerja keras menyukseskan event yan digelar.

6.  Safety risk (resiko keselamatan baik keselamatan crew, talent, maupun penonton). Siapkan dengan baik beberapa tenaga kesehatan, buat posko kesehatan. Jika dimungkinkan kerjasama dengan rumah sakit atau dinas kesehatan setempat agar jika terjadi sesuatu menyangkut keselamatan penonton, crew, dll bisa mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat. Pemberian pelatihan kepada segenap crew untuk pertolongan pertama akan sangat  membantu jika resiko ini terjadi.

7.  Security risk (resiko keamanan). Untuk mengantisipasi kerusuhan yang berpotensi gagalnya kegiatan yang dilakukan, maka pengelola event harus dapat bekerjasama dengan POLRI, TNI atau petugas keamanan yang sudah terlatih serta professional. Pemadam kebakaran juga dapat disiapkan untuk keamanan sebagai antisipasi jika ada hal terkait dengan kebakaran, dll di lokasi acara.

8.      Crowd risk (resiko yang ditimbulkan oleh banyaknya kerumunan yang ada).

 Manajemen resiko menjadi prioritas untuk diimplementasikan oleh pengelola event/ EO, agar hal-hal yang tidak dikehendaki bisa dicegah dan pelaksanaan event bisa berjalan dengan lancar. Proses manajemen resiko dapat dideskripsikan sebagai berikut:

 

1.   Identify risk and hazards

Dalam mengidentifikasi resiko dan bahaya ketika menyelenggarakan event, pengelola event seharusnya melakukan survey menggali informasi dari media, internet atau pengelola event yang pernah menyelenggarakan acara sejenis di tempar tersebut. Sebelum pelaksanaan perlu dilakukan diskusi dengan semua tim, tentang tindakan  terkait:

a.   Memastikan kapan dan suatu masalah yang mungkin terjadi

b.   Melihat masalah secara komprehensif

c.   Menganalisis kemungkinan masalah yang timbul dan konsekuensi yang ditimbulkan.

 

Berikut ini beberapa jenis dan contoh identifikasi resiko:

a.      Jenis bahaya fire (api) : cara mengidentifikasi: apakah ada bahan atau peralatan yang berpotensi menimbulkan api?

b.     Plant and equipment ; Apakah ada letak tanaman yang terlalu tinggi atau miring? Dan berpotensi jatuh dan menimpa orang?    

c.      Hazardous substance:  Apakah ada zat-zat yang berbahaya? Misalnya: Zat yang mudah terbakar.

d.     Electrical equipment : Apakah ada bahan atau alat yang berpotensi menimbulkan korsleting listrik? Atau ada bahan atau alat yang berpotensi menjadi pengantar listrik dan berbahaya?

e.      Stacking : Apakah peralatan berat sudah dipasang dengan kondisi yang benar? Tidak miring, tidak berpotensi rubuh, dll

f.      Temporary fencing  : Apakah bahan bakar barikade yang digunakan berbahaya (misalnya: tajam) Apakah bahan pagarnya kuat, tidak mudah diterobos?

 

2.   Ukur Dampak resiko dan Bahaya (assess risk and hazards)

Sebagai upaya untuk mengukur/ menilai hal-hal yang bisa saja terjadi, maka pengelola event harus menyusun SOP untuk mengelola resiko dan bahaya demi keamanan bersama.  Misalnya juknis penanggulangan resiko, siapa yang harus bertanggung jawab, apa yang harus dilakukan, dll. Singkatnya semua crew dari pengelola event harus dibeali dengan kemampuan/ skill untuk mengantisipasi dan menanggulangi hal-hal yang berisiko terhadap kegagalan sebuah event.  Formulasi manajemen resiko dapat dilakukan utamanya event yang besar dengan memberikan pelatihan kegawat daruratan, latihan pertolongan pertama, dan pelatihan tentang konsultasi manajemen resiko.

 

3.   Mengelola Resiko dan Bahaya (manage risk and hazards)

Langkah terakhir adalah langkah pengendalian dan penanganan resiko dan bahaya. Contoh control manajemen resiko sebagai berikut:

a.   Rencana eliminasi : mengeliminasi bagian acara yang beresiko tinggi dari susunan acara. Misalnya: Acara peluncura balon helium

b.  Rencana Substitusi: Menyiapkan beberapa plan A, Plan B sebagai pengganti Misalnya: jika pelaksanaan acaraya outdoor, maka disiapkan plan B yaitu ruang indoor

c.   Recana Isolasi: Menyebarkan event di beberapa tempat untuk mengurang kepadatan pengunjung. Misalnya; Pada waktu puncak malam grebeg suro, di beberapa titik masuk pusat kota/ alun-alun terdapat beberapa pentas event, meskipun di alun-alun juga ada.

d.   Kontrol teknis: menyiapkan cadangan untuk keperluan teknis. Misalnya: menyiapkan genset untuk antisipasi listrik yang padam

e.   Kontrol administrative: Menyiapkan paperwork, misalnya: menyiapkan jalur evakuasi, membuat posko barang hilang, posko anak / orang hilang, dll)

f.    Rencana darurat: Menyiapkan rencana pendukung secara terperinci untuk meminimalisir resiko. Misalnya: menyediakan jasa persewaan atau pembelian tikar, jasa sewa payung atau pembelian payung, dll)

 C.   Penutup

Demikianlah, hal-hal yang harus diantisipasi agar tidak terjadi sebagai bagian dari manajemen resiko. Sehingga event yang diselenggarakan tetap berjalan dengan lancar. Jika resiko terjadi misalnya karena faktor alam dan faktor teknis tertentu, maka event yang diadakan pastilah berdampak. Tetapi dengan manajemen yang baik, diharapkan dampak yang terjadi tidak terlalu fatal bagi pengelola event ataupun pengguna event/ klien/ pengunjung event.

 __________

* Penulis adalah Dosen  FTIK di IAIN Ponorogo

Kamis, 17 April 2025

ANAK YANG SUKA MEMBACA NOVEL CENDERUNG TIDAK PINTAR, BETULKAH? CEK FAKTANYA!

Judul tersebut seolah tendensius mengarah kepada anak-anak usia sekolah yang banyak membaca novel, akibatnya terdapat stigmatisasi mereka cenderung tidak menjadi anak yang pintar atau berprestasi. Dalam keseharian kita sering kita dapatkan orang tua yang masih memiliki persepsi negative terhadap karya sastra seperti novel,  cerpen dll. Karena dianggapnya hanya mengganggu pelajaran. Anak akan lebih malas membaca pelajaran dan hanyut dalam imajinasi yang dibawa dalam alur cerita novel atau cerpen tersebut. Anak yang diharapkan berprestasi tetapi lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam, asyik dengan novel daripada membaca buku-buku pelajaran atau mengerjakan PR dari sekolah.

Betulkah demikian? Kita tidak boleh membuat kesimpulan yang sesederhana itu. Karena banyak juga anak-anak yang suka baca novel tetapi justru tidak ketinggalan pelajaran di sekolah, bakat-bakatnya terasah di bidang lainnya, memiliki prestasi yang bagik juga. Pandangan tentang anak yang malas karena kebanyakan membaca buku cerita ini, mungkin didasari pemahaman dari orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak yang sukses, berprestasi. Sedangkan ukuran prestasinya adalah bagusnya nilai mata pelajaran atau nilai raport.

Persepsi inilah yang seharusnya mulai dihilangkan. Setiap anak memiliki potensi, kemampuan yang berbeda-beda. Jika anak tersebut suka membaca, baik itu buku cerita atau apapun juga, semestinya mendapat dukungan yang lebih dari orang tua. Jika masih di sekolah dasar, orang tua bertanggung jawab untuk memilih dan memilah buku yang layak dibaca sesuai dengan usia perkembangannya. Begitu juga jika anak sudah menjelang remaja, maka orang tua pun harus sering berdiskusi dan membuka diri, memberi masukan tentang bahan bacaan yang sesuai dan memiliki dampak positif untuk perkembangan anak.

Beberapa penelitian menyebutkan bahawa bacaan novel sebagai produk karya sastra juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakter anak. Karya sastra adalah karya kreatif yang dimaksudkan selain memberikan hiburan dan kesenangan, juga menjadi sarana penanaman nilai yaitu, sifat atau hal penting yang bermanfaat bagi umat manusia (Christianto, 2017). Karya sastra membicarakan tentang berbagai macam nilai kehidupan yang secara langsung berhubungan dengan pembentukan karakter siswa (Wulandari, 2015). Karya sastra selain dapat menanamkan nilai-nilai luhur dalam membentuk karakter pembacanya juga dapat menjadi media rekreatif yang dapat menenangkan hari seperti senang, damai, nyaman, dan tidak menjenuhkan (Sukirman, 2021).

Jika kita hubungkan dengan kondisi pendidikan saat ini, yang menjadi prioritas utama dari pendidikan anak-anak adalah pembentukan karakter yang positif untuk anak. Selain di sekolah, di keluarga anak mendapatkan penguatan nilai karakter secara langsung. Maka dengan membaca karya sastra, anak akan memperoleh pembelajaran nilai-nilai luhur untuk menguatkan karakternya secara mandiri dan menyenangkan yaitu melalui produk sastra seperti novel, cerpen, puisi yang dibacanya.

Disinilah perlu diluruskan lagi, bahwa anak yang suka membaca adalah perilaku yang positif, meskipun mereka membaca karya seperti novel dll. Tugas orang tua adalah mendorong tetapi tetap mengawasi bahan bacaan yang dibacanya. Jangan sampai mematikan semangat membangun literasi pada diri anak. Sejalan dengan itu, harus diingatkan juga agar ada penyeimbang bahwa buku-buku pelajaran juga sangat penting untuk dibaca karena dari mata pelajaran tersebut anak akan mendapatkan pengetahuan baru sebagai bekal untuk pendidikan lebih lanjut dan untuk masa depan anak itu sendiri.

Gemar membaca memang suatu kebiasaan yang positif dan perlu ditingkatkan. Tetapi ada yang lebih bagus lagi, jika anak juga diberi bekal ketrampilan untuk menulis. Bisa diawali dengan menulis diary, kemudian secara bertahap menulis cerpen, dan jika sudah mahir bisa menulis novel, menulis karya tulis ilmiah. Bahan-bahan yang telah dibaca sebelumnya akan menjadi modal utama anak untuk bisa mengekspresikan melalui untaian kalimat. Sebagaimana kata pepatah sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Awalnya hanya beberapa kalimat sederhana, lama kelamaan bisa menjelma menjadi sebuah karya tulis yang membanggakan . (Hary/17/04/2025)

Senin, 14 April 2025

CEK FAKTA: PERBEDAAN BUKU AJAR, MODUL, BUKU REFERENSI DAN MONOGRAF

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd*

Bagi anda yang berprofesi sebagai seorang pendidik baik guru maupun dosen tentu tidak asing dengan berbagai istilah seperti Buku Ajar, Modul, Buku Referensi dan Monograf. Banyak dosen yang telah menyusun dan menghasilkan berbagai macam buku tersebut. Meskipun demikian, bagi yang masih belum bisa membedakan, sebaiknya membaca artikel ini sampai tuntas sehigga tidak gagal paham. Buku Ajar, Modul, Buku Referensi dan Monograph merupakan bahan ajar yang seharusnya dihasilkan oleh seorang dosen. Karya tersebut menunjukkan tingkat kompetensi yang dimiliki oleh seorang dosen. Disamping itu Bahan ajar merupakan kebutuhan utama sebagai penunjang pengajaran bagi setiap proses pembelajaran di perguruan tinggi. Buku tersebut diperlukan dalam setiap proses pembelajaran untuk memudahkan mahasiswa memperoleh bahan bacaan yang sesuai dengan materi pembelajaran. Dalam kondisi ketika pertemuan fisik antara dosen dan mahasiswa semakin terbatas, misalnya dalam situasi pandemi atau pembelajaran jarak jauh, buku pegangan pembelajaran akan sangat membantu mahasiswa untuk belajar secara mandiri. Selain itu, buku yang baik bisa membantu mahasiswa untuk memahami materi perkuliahan secara lebih efektif dan terarah.

Buku Ajar

Buku Ajar disebut juga Buku Teks (textbook) yaitu manual untuk pengajaran dalam suatu cabang ilmu sebagai pegangan untuk suatu mata kuliah tertentu. Buku ajar ditulis oleh para pakar di bidangnya dengan mengacu pada kurikulum atau silabus mata kuliah tertentu. Bahasa yang digunakan dalam buku ajar adalah bahasa yang komunikatif, yang mudah dipahami oleh mahasiswa. Buku ajar pada umumnya juga dilengkapi dengan ilustrasi berupa gambar atau diagram untuk memperjelas konsep yang diterangkan. Misalnya: Buku Ajar Bahasa Inggris untuk Kebidanan, Buku Ajar Kewirausahaan, Buku Ajar Tata Persuratan, Buku Ajar Ilmu Pendidikan. dll.

Ciri lain dari buku ajar adalah adanya Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub CPMK, soal latihan di akhir setiap topik bahasan untuk membantu mahasiswa mengukur sejauh mana pemahaman mereka terhadap topik yang dibahas, dan soal ujian untuk evaluasi hasil belajar. Selain itu, buku ajar juga dilengkapi dengan Glosarium dan Indeks, untuk memudahkan pengguna mencari nomor halaman yang memuat kata-kata kunci atau kata-kata penting dalam lingkup bahasan yang dipelajari. Seorang dosen dalam menyusun buku ajar harus disesuaikan dengan isi dan format buku ajar sebagaimana disebutkan sebelumnya.

Karakteristik Buku Ajar secara lebih terinci adalah sebagai berikut:

  1. Berusaha menimbulkan minat baca mahasiswa
  2. Dirancang dan ditulis sebagai pegangan bagi mahasiswa untuk belajar mandiri
  3. Dipergunakan oleh dosen dan mahasiswa dalam proses perkuliahan
  4. Menjelaskan Capaian Pembelajaran (CP) Mata Kuliah dan Sub CPMK
  5. Disusun berdasar pola belajar yang fleksibel, sistematis dan terstruktur berdasarkan kebutuhan mahasiswa dan kompetensi akhir yang ingin dicapai (Capaian Pembelajaran), namun mengacu ke Silabus dan RPS
  6. Fokus pada pemberian kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih (soal latihan)
  7. Memberi rangkuman pada setiap akhir modul atau sub mata kuliah
  8. Gaya penulisan komunikatif
  9. Ada umpan balik berupa soal evaluasi untuk menilai penguasaan mahasiswa terhadap pembelajaran sub mata kuliah
  10. Mengakomodasi kesulitan belajar mahasiswa
  11. Menjelaskan cara mempelajari Buku Ajar

 Modul

Jenis bahan ajar lainnya adalah Modul. Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi.

Adapun tujuan penulisan modul adalah:

1)   Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal

2)   Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau peserta didik.

3)   Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau peserta didik;

4)   Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya,

5)   Memungkinkan mahasiswa atau peserta didik belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

6)   Memungkinkan mahasiswa atau peserta didik untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

 Buku Referensi

Buku Referensi adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku (ber-ISBN) yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu kompetensi penulis. Buku referensi membahas topik yang cukup luas (satu bidang ilmu). Buku referensi harus didukung hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis. Isi tulisan harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh, disusun secara linear dalam bentuk bab-bab dan strukturnya berdasarkan logika bidang ilmu (content oriented). Setiap bab berisi ulasan dari sub bidang ilmu atau satu topik yang berisi rumusan masalah yang mengandung nilai kebaruan (novelty/ies), metodologi pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis.

Karakteristik buku referensi secara terperinci adalah sebagai berikut:

1)   Buku referensi mengasumsikan minat dari pembaca

2)   Tujuan peruntukan penulisannya adalah para guru, dosen, mahasiswa, peneliti, umum

3)   Dirancang untuk dipasarkan secara luas

4)   Disusun secara linear dan strukturnya berdasar logika bidang ilmu

5)   Sebaiknya memberi rangkuman pada akhir setiap bab

6)   Terdapat daftar pustaka pada setiap bab

7)   Gaya penulisan naratif dan padat

8)   Tidak ada mekanisme mengumpulkan umpan balik

9)   Tidak mengakomodasi kesulitan belajar

10) Tidak menjelaskan cara mempelajari buku referensi

11)  Batas kepatutan 1 buku/tahun jika anda seorang dosen.

 Buku Monograf

Monograf adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku (ber-ISSN/ISBN) yang substansi pembahasannya hanya pada satu topik/hal dalam suatu bidang ilmu kompetensi penulis. Buku monograf merupakan hasil karya tulis yang ditulis oleh seorang ahli atau spesialisasi dibidangnya. Artikel-artikel hasil penelitian yang dihasilkan oleh penulis dan sudah dipublikasikan dapat dijadikan bahan atau referensi dalam menulis monograf.

Buku Monograf bisa disebut sebagai nama lain dari buku tidak berseri, untuk membedakan antara terbitan berseri atau tidak berseri. Buku monograf ini merupakan bentuk buku yang terbitannya tunggal dan tidak ada seri selanjutnya. Isi tulisan dalam Monograf harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh, yaitu adanya rumusan masalah yang mengandung nilai kebaruan (novelty/ies), metodologi pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis.

Ciri-ciri atau karakteristik buku monograf secara terperinci adalah sebagai berikut:

  1. Monograf adalah terbitan yang bukan terbitan berseri yang lengkap dalam satu volume atau sejumlah volume yang sudah ditentukan sebelumnya
  2. Berisi satu topik atau beberapa topik yang saling berkaitan dalam satu bidang ilmu
  3. Isi buku sesuai dengan kompetensi bidang ilmu penulis
  4. Memenuhi kaidah ilmiah dan estetika keilmuan yang utuh (rumusan masalah yang mengandung nilai kebaharuan, metodologi pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, kesimpulan dan daftar pusaka)
  5. Isinya bukan diambil dari disertasi atau tesis dan dapat ditelusuri secara online (misalnya dipublikasi pada website perguruan tinggi)
  6. Ditulis oleh satu orang
  7. Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/ Organisasi/Perguruan Tinggi/ Penerbit Resmi
  8. ISBN dan editor bereputasi serta disebarluaskan.
  9. Batas kepatutan 1 buku/tahun.

Demikianlah perbedaan antara buku ajar, modul, buku referensi dan monograf, semoga dapat menginspirasi bagi para guru/dosen/mahasiswa dalam berkarya. Menghasilkan sebuah karya tulis sesungguhnya telah memberikan sumbangsih terhadap peningkatan sumber daya manusia Indonesia, khususnya para mahasiswa.

__________________

*Penulis adalah Dosen FTIK di IAIN Ponorogo