f ' Inspirasi Pendidikan: Info Pendidikan Tinggi

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Tampilkan postingan dengan label Info Pendidikan Tinggi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Info Pendidikan Tinggi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Januari 2024

STAND AKBID HARAPAN MULYA PONOROGO DISERBU PARA SISWA SISWI SMA, MA DAN SMK

inspirasipendidikan.com _ Selasa, 09 Januari 2024, Expo Pendidikan atau yang biasa dikenal dengan nama Pameran Pendidikan untuk jenjang SMA/MA/SMK se kabupaten Ponorogo kembali digelar oleh MGBK Ponorogo, bertempat di gedung Ponorogo City Center (PCC). MGBK Ponorogo bekerja sama dengan Cabang Dinas Pendidikan wilayah Ponorogo sukses menggelar ajang expo pendidikan yang dihadiri oelh ribuan siswa-siswi khususnya kelas XII. Peserta expo pendidikan adalah perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta baik dari Ponorogo maupun dari beberapa perguruan tinggi lainnya dari luar Ponorogo. bahkan kali ini bisa dikatakan hampir semua perguruan tinggi di Jawa Timur, Yogyakarta, dan sebagaian Jawa Tengah berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Mahasiswi Akbid HMP sedang memberi penjelasan kepada guru pengunjung stand 
Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo, sebagai satu-satunya Akademi Kebidanan di Kabupaten Ponorogo juga turut berpartisipasi dalam event ini. keberadaanya tentu menjadi idola dalam expo pendidikan tersebut, terbukti stand Akbid Harapan Mulya Ponorogo sejak dibuka sudah diserbu oleh para siswi dari SMA/ MA/SMK yang hendak menanyakan tentang Akademi yang berlokasi di Jalan Batoro Katong No. 30 tersebut. Hal ini sangat wajar karena banyak sekali lulusan dari Akbid HMP yang sudah bekerja di instansi kesehatan swasta, seperti rumah sakit, klinik, bahkan banyak juga diterima bekerja sebagai P3K dan ASN di Kabupaten Ponorogo, dan beberapa kota/ kabupaten lainnya.

Stand Expo Pendidikan ketika belum dimulai

Tri Handayani, S.Psi selaku Ka.Humas Akbid Harapan Mulya Ponorogo yang terjun langsung dalam kegiatan tersebut mengatakan bahwa kegiatan ini adalah salah satu cara yang mungkin bisa dikatakan konvensional, tetapi masih sangat efektif untuk menginformasikan eksistensi dan program-program Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo kepada para calon pendaftar. Disamping itu para siswi juga bisa langsung bertanya tentang berbagai program beasiswa dan fasilitas yang diperoleh apabila melanjutkan studi di Akbid HMP. Pemberian keringanan istiewa diberikan kepada para siswi yang mendaftar di tempat expo.  Lusi Wiraprastiwi, SKM, Moh. Rulianto dan Wahyu Eko Widodo yang turut membantu pelayanan di Stand merasa kewalahan melayani antusiasme yang besar dari para siswa/ siswi di stand nya. “syukurlah kita dibantu oleh para mahasiswi, jadi bisa lebih banyak menjangkau para pengunjung epo” kata Lusi.

Expo Pendidikan ini diharapkan lebih bisa memperkenalkan Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo kepada seluruh siswa siswi kelas XII di Ponorogo. Mereka sangat diuntungkan untuk memperoleh banyak informasi tanpa harus berkunjung ke perguruan tinggi, apalagi jika perguruan tingginya berlokasi jauh. Disamping itu, padatnya kegiatan akademik di sekolah juga mempengaruhi karena waktunya menjadi sangat sedikit. Hal yang harus diingat adalah keuntungan dari sisi ekonomi apabila belajar di kabupaten sendiri adalah penghematan biaya. Misalnya hemat biaya hidup karena tidak makan di luar, masih ditanggung orang tua, dan hemar tidak harus kost atau kontrak karena masih bisa dijangkau, dan yang lebih penting adalah pengawasan orang tua kepada anak-anaknya bisa dilakukan secara maksimal.

Antusiasme para siswi di stand AKBID HMP

Tri Handayani, S.Psi menegaskan bahwa jika ingin mengetahui lebih jauh tentang program beasiswa, bagaimana cara agar diterima, dan sukses meraih impian menjadi tenaga kesehatan khususnya bidan, maka bisa datang ke kampus Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo, Jl. Batoro Katong 30 Ponorogo Jawa Timur. Atau bisa melalaui telp/ WA sebagaimana tertera dalam brosur penerimaan mahasiswa baru Akbid Harapan Mulya Ponorogo. yakinlah bahwa masa depan adalah milikmu, dan pilihan terbaik untuk masa depan adalah bergabung bersama Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo. (HAR/09/01/2024)

Minggu, 06 Agustus 2023

BEASISWA UNGGULAN KEMENDIKBUDRISTEK 2023; SIMAK CARA MENDAPATKANNYA!

 

inspirasipendidikan.com- Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendibudristek) kembali membuka kesempatan berharga bagi para mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa unggulan pada jalur degree dan non degree. Beasiswa Unggulan ini sebenarnya tidak hanya diperuntukkan kepada mahasiswa di jenjang S1, S2, dan S3 tetapi juga untuk pegawai Kemendikbudristek, masyarakat berprestasi dan penyandang disabilitas.  Skema biaya untuk beasiswa unggulan untuk masyarakat berprestasi mencakup biaya pendidikan, biaya hidup dan buku. Skema biaya untuk pegawai kemendikbudristek meliputi biaya pendidikan, biaya hidup, biaya buku, biaya penelitian, tunjangan awal kuliah dan transport studi PP.  sedangkan bagi penyandang disabilitas mencakup biaya pendidikan, biaya hidup, biaya buku dan biaya pendamping hidup.

Pemerintah menggelontorkan beasiswa ini secara umum ingin meningkatkan kemampuan dan kompetensi SDM Indonesia sehingga dapat mendukung percepatan pembangunan NKRI. Untuk mendapatkan beasiswa unggulan ini ditetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Seperti diketahui bahwa peminat untuk mendapatkan beasiswa ini sangat banyak sedangkan jumlahnya terbatas, maka sifatnya kompetetitif. Jadi bagi sahabat inspirasi pendidikan yang menginginkan beasiswa ini maka cermati betul-betul syarat yang harus dipenuhi, baca secara detail buku panduan beassiwa unggulan yang akan kami share dibawah ini.

Download Panduan Beasiswa Unggulan 2023

Jangan lupa simak jadwal pendaftara beasiswa unggulan 2023 berikut ini:

1. Pendaftaran beasiswa                         : 03-17 Agustus 2023
2.  Seleksi Tahap 1                                     : 18-22Agustus 2023
3. Pengumuman seleksi tahap 1           : 23 Agustus 2023
4. Seleksi Tahap 2                                      : 04 s.d 12 September 2023
5. Pengumuman hasil seleksi tahap 2 : 13 September 2023
6. Penjelasan dan teknis penanda tanganan kontrak: 21 s.d 30 September 2023

Selamat berjuang untuk mendapatkan beasiswa, demi meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri untuk kemajuan NKRI. Salam Inspirasi!. (HAR, 06/08/2023)


Rabu, 02 Agustus 2023

INFO TERBARU PERINGKAT AKREDITASI JURNAL ILMIAH PERIODE I TAHUN 2023

 


inspirasipendidikan.com- Akademisi, Peneliti, Dosen, Guru, Mahasiswa dan sebagian siswa SMA/ sederajat tentu tidak asing lagi dengan istilah Jurnal Penelitian. Apalagi bagi dosen yang memiliki kewajiban untuk publikasi ilmiah, salah satunya melalui artikel yang dipublikasikan di jurnal terakreditasi. Perguruan tinggi saat ini sudah mewajibkan mahasiswanya untuk publikasi artikel ilmiah di jurnal. Bahkan bagi mahasiswa S1 pada beberapa perguruan tinggi publikasi di jurnal ilmiah bisa menggantikan ujian skripsi, tentu syarat dan ketentuannya berlaku sesuai aturan yang berlaku di perguruan tinggi tersebut. Bagi mahasiswa S2 dan S3 ini menjadi persyaratan wajib untuk bisa lulus, ada yang mengharuskan bagi mahasiswa S2 minimal jurnal tersebut sudah terakreditasi Sinta 3, ada juga yang terakreditasi Sinta 2. Sedangkan mahasiswa S3, menjadi syarat kelulusannya adalah publikasi di jurnal ilmiah terakreditasi minimal Sinta 2. Khusus bagi mahasiswa yang bisa mempublikasikan pada jurnal internasional terindeks scopus, bahkan tidak perlu ujian terbuka dan bisa dinyatakan lulus. Ini pun harus disesuaikan dengan peraturan akademik yang berlaku di perguruan tinggi tersebut.

Bagaimana mengetahui peringkat akreditasi suatu jurnal penelitian? Sahabat inspirasipendidikan.com bisa mengaksesnya di laman https://sinta.kemdikbud.go.id/ . Laman tersebut memberikan informasi yang lengkap mengenai peringkat akreditasi seluruh jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi di Indonesia, mulai peringkat akreditasi Sinta 1 sampai dengan peringkat akreditasi Sinta 6. Pembaca bisa mengakses website dari setiap jurnal dan dapat mengunduh informasi hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal tersebut tanpa dipungut biaya/ gratis. Dengan demikian, bagi peneliti atau mahasiswa yang akan mencari penelitian yang relevan dengan yang diperlukan akan mendapatkan hasil yang uptodate. Terdapat 267.532 penulis dari 5461 afiliasi (perguruan tinggi /penerbit), dan 1960 departments.

Terkait dengan akreditasi jurnal nasional, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah memfasilitasi untuk pelaksanaan akreditasi jurnal.  Secara periodik juga akan diinformasikan peringkat dari masing-masing jurnal. Sahabat inspirasipendidikan.com bisa mengaksesnya di laman https://arjuna.kemdikbud.go.id/ untuk mengetahui lebih jauh tentang akrediasi jurnal atau yang biasa disingkat dengan “Arjuna.” Baru-baru ini tanggal 31 Juli 2023 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nomor 79/E/KPT/2023, tanggal 11 Mei 2023 diumumkan Peringkat Akreditasi Jurnal Ilmiah periode I Tahun 2023

Diinformasikan juga: 1). bagi usulan akreditasi baru, maka sertifikat akreditasi akan diterbitkan dan diberikan kepadapengelola jurnal dengan masa berlaku akreditasi dimulai dari volume dan nomor yangdinilai baik. (2) Bagi usulan akreditasi ulang yang hasil akreditasi naik peringkat atau turun peringkat maka sertifikat akreditasi akan diterbitkan dan diberikan kepada pengelola jurnal dengan masa akreditasi dimulai dari volume dan nomor yang diajukan dan dinilai. (3). Bagi usulan akreditasi ulang yang hasil akreditasi peringkatnya tetap sertifikat akreditasi akan diterbitkan dan diberikan kepada pengelola jurnal dengan masa berlaku akreditasi dimulai dari volume dan nomor yang diajukan dan dinilai. (4). Bagi jurnal yang sudah terakreditasi dan namanya tercantum dalam SK sebelumnya serta belum memiliki sertifikat dapat meminta sertifikat terdahulu. (5) Bagi jurnal yang tercantum dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nomor 79/E/KPT/2023, tanggal 11 Mei 2023 dapat mengajukan akreditasi ulang setelah menerbitkan 4 nomor terbaru dari nomor terakhir yang diajukan pada saat akreditasi terakhir melalui laman http://arjuna.kemdikbud.go.id dengan mengajukan hanya 1 (satu) nomor terbitan terakhir.

Nah.. sahabat inspirasipendidikan.com dapat mengakses informasi tentang peringkat akreditasi jurnal tahun 2023 pada link dibawah ini. Kami sampaikan selamat dan sukses bagi yang mendapatkan peringkat akreditasi lebih baik dari periode sebelumnya, dan tetap semangat berkarya bagi yang jurnalnya terakreditasi. (HAR, 02/08/ 2023)

Download Peringkat Akreditasi Jurnal Tahun 2023

Senin, 17 Juli 2023

HAI … CAMABA SIAPKAN DIRIMU MENGHADAPI PKKMB

inspirasipendidikan.com – Sahabat inspirasi pendidikan, khususnya calon mahasiswa baru di manapun berada terebih dulu kami ucapkan selamat dan sukses ya..  karena sebentar lagi akan memasuki dunia pendidikan yang penuh dengan tantangan. Dunia kampus yang akan memberikan calon mahasiswa bekal untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Kini predikatmu sudah tak lagi siswa, tetapi terselip kata”maha” di depannya, jadi mahasiswa.  Terkadang para camaba masih membayangkan seperti apa sih dunia kampus? teman lebih banyak, jauh dari orang tua, harus bisa memanage semuanya sendiri, belum apa-apa sudah heboh cari kost, dll. nah… disinilah serunya perjalanan hidup anda menjadi pribadi yang lebih dewasa dan mandiri.

Pada awal masuk kuliah nanti, kampus akan mengadakan acara PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru). Ada juga yang tidak menggunakan istilah tersebut sepeti OPSPEK (Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus). PBAK (Pendidikan Budaya Akademik Kampus) dll. Apapun istilahnya tetap saja ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memperkenalkan dunia akademik/kampus bagi mahasiswa baru. “Wah… gak bahaya tah??” eitt.. jangan su’udzon dulu ya.., tentu saja aman donk karena PKKMB sekarang ini tidak seperti zaman dulu yang kental terhadap perploncoan, sehingga mahasiswa baru cemas dan khawatir mengikuti masa ini. PKKMB saat ini sudah diatur sedemikian rupa pedomannya oleh Dirjen DiktiRistek, dan semua hal yang terkait dengan pelaksanaannya harus mengacu pada pedoman tersebut. Nah.. sekarang mari kita cari tahu lebih dalam seputar pedoman PKKMB tahun 2023.

PKKMB memiliki tujuan menyiapkan mahasiswa baru melewati proses transisi menjadi mahasiswa yang dewasa dan mandiri, mempercepat proses adaptasi mahasiswa dengan lingkungan yang baru, dan memberikan bekal untuk keberhasilannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kegiatan ini dapat dijadikan titik tolak pembinaan idealisme, penguatan rasa cinta tanah air, dan kepedulian terhadap lingkungan. Kegiatan PKKMB untuk menciptakan generasi yang berkarakter, religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan berintegritas. PKKMB diharapkan menjadi wahana penanaman 5 (lima) program gerakan nasional revolusi mental yaitu Indonesia melayani, Indonesia bersih, Indonesia tertib, Indonesia mandiri, dan Indonesia bersatu. Melalui PKKMB, mahasiswa diberikan bekal agar mampu berproses dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi, sehingga kelak menjadi lulusan yang memiliki kedalaman ilmu, keluhuran akhlak, cinta tanah air, dan berdaya saing global.

Landasan Hukum

1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi;

4. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi;

5. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional;

6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;

7. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan,Kebudayaan, Riset dan Teknologi; dan

8. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Asas Pelaksanaan

Asas pelaksanaan PKKMB terdiri dari:

1.    Asas keterbukaan, yaitu semua kegiatan penerimaan mahasiswa baru dilakukan secara terbuka, baik dalam hal pembiayaan, materi/substansi kegiatan, berbagai informasi waktu maupun tempat penyelenggaraan kegiatan;

2.    Asas demokratis, yaitu semua kegiatan dilakukan dengan berdasarkan kesetaraan semua pihak, dengan menghormati hak dan kewajiban masingmasing pihak yang terlibat dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru; dan

3.    Asas humanis, yaitu kegiatan penerimaan mahasiswa baru dilakukan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan prinsip persaudaraan serta antikekerasan

 

Hasil Yang Diharapkan

1.  Memahami dan mengenali lingkungan barunya, terutama organisasi dan struktur perguruan tinggi, sistem pembelajaran dan kemahasiswaan

2.   Meningkatnya kesadaran berbangsa, bernegara, dan cinta tanah air dalam diri mahasiswa baru;

3. Memahami arti pentingnya pendidikan yang akan ditempuhnya, pendidikan karakter dan pengembangan kompetensi bagi pembangunan bangsa serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari;

4. Terciptanya persahabatan dan kekeluargaan antar mahasiswa, dosen, serta tenaga kependidikan; 

5.Tercipta mahasiswa yang selalu mengedepankan sikap sebagai intelektual;

6.Memahami kiat sukses belajar dan mengembangkan diri di perguruan tinggi;

7. Terciptanya generasi unggul yang mandiri dan bertanggung jawab; dan

8.Terciptanya pembelajar yang lincah dan tangguh.

 

Materi PKKMB Tahun 2023

Merujuk pada pedoman PKKMB tahun 2023, materi PKKMB pada dasarnya dapat dikembangkan sendiri oleh masing-masing perguruan tinggi, meskipun demikian beberapa tema materi yang diberikan oleh Dirjen dikti juga harus diberikan sesuai dengan bobot yang sudah ditetapkan. Materi tersebut antara lain tentang:

1. Kehidupan berbangsa, bernegara dan pembinaan kesadaran bela negara, bobot 10% - 20 %.

2.   Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia, bobot 30%-40%;

3.   Perguruan tinggi di era revolusi industry 4.0 dan society 5.0 bobotnya 10% -15 %

4.  Pengembangan karakter sebagai mahasiswa agar memiliki sikap intelektual, anti kekerasan seksual, anti perundungan, anti narkoba, anti korupsi dan kampus sehat, bobot 15 % - 20 %;

5.  Pengenalan keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan (P3L) dan/atau materi yang disesuaikan dengan kebutuhan perguruan tinggi (muatan lokal), bobotnya 15%-25 %.

Kegiatan PKKMB ini diselenggarakan oleh kepanitiaan di perguruan tinggi masing-masing dengan melibatkan unsur pimpinan, dosen, dan tenaga kependidikan. Panitia berada di bawah koordinasi pimpinan perguruan tinggi bidang kemahasiswaan dan bertanggung jawab kepada pimpinan perguruan tinggi.

Demikianlah seputar PKKMB tahun 2023, diharapkan setelah membaca artikel ini para calon mahasiswa baru memiliki gambaran tentang apa yang akan dialami pada waktu masuk pertama kali sebagai mahasiswa baru. Untuk panduang selengkapnya dapat di download pada link di bawah ini. Semoga bermanfaat. Salam Inspirasi! 

Download Buku Pedoman PKKMB 2023

Selasa, 20 Juni 2023

“MENCONTEK” DI KALANGAN MAHASISWA: TRADISI ATAU BUKTI LEMAHNYA LITERASI?

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd


    Bulan Juni-Juli bagi hampir semua perguruan tinggi adalah akhir dari semester genap, yang ditandai  dengan Ujian Akhir Semester (UAS). Pelaksanaan UAS tersebut dapat berbentuk tugas mandiri, tetapi kebanyakan dilaksanakan secara formal yaitu mengerjakan soal ujian dengan sistem kepengawasan yang dilakukan oleh dosen atau kepanitiaan yang dibentuk oleh perguruan tinggi. Ada pengalaman yang menarik selama ujian berlangsung, beberapa teman dosen juga seringkali memiliki pengalaman unik saat menjadi pengawas ujian, yaitu melihat beberapa mahasiswa berupaya bahkan sudah melakukan perbuatan “Mencontek” dengan berbagai bentuk dan variasinya.
    Mencontek adalah upaya-upaya yang dilakukan peserta didik untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara yang tidak jujur. Pada kenyataannya perbuatan ini juga dilakukan oleh siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Beberapa riset pernah dilakukan. Seperti yang dilakukan pada siswa siswi di SMA di Surabaya sebagaimana disebutkan dalam artikel yang diterbitkan di jurnal Inopendas Jurnal Ilmiah Pendidikan, Prahesti, dkk (2022) menyebutkan bahwa 80 % siswa SMA di Surabaya pernah mencontek (58% sering, dan 28 % jarang).
    Beberapa jenis tindakan mencontek yang biasa dilakukan adalah menggunakan alat bantu HP/ gadget, sehingga bisa browsing di internet. Hal ini memiliki dampak besar untuk tindakan plagiasi. Mengganti jawaban saat pengawas lengah atau sedang keluar kelas sebentar, minta jawaban dari temannya secara langsung atau melalui kode-kode tertentu jika soalnya pilihan ganda, atau menulisnya jawaban di kertas kecil dan diberikan kepada teman yang membutuhkan, Sengaja membiarkan mahasiswa lainnya  menyalin pekerjaannya, dll. Sehingga tidak berlebihan jika ada pertanyaan adakah mencontek ini sudah menjadi tradisi ataukah menjadi pertanda lemahnya literasi bagi para pelajar atau mahasiswa?

Mengapa Mencontek? 
    Mencontek merupakan kategori perbuatan yang curang, tidak jujur. Meskipun demikian, beberapa siswa dan mahasiswa menganggapnya sebagai suatu perbuatan yang lumrah, mereka tidak merasa bersalah atas perbuatan yang dilakukan. Dalam perspektif pendidikan anti korupsi, mencontek adalah bibit-bibit kecil korupsi yang terjadi di lembaga pendidikan. apabila bibit korupsi ini dilakukan setiap saat ketika ada kesempatan, menjadi kebiasaan mahasiwa, maka dikhawatirkan nilai-nilai anti korupsi, tidak akan terintegrasi dalam diri mahasiwa. Sedangkan kita semua tahu bahwa mahasiswa adalah calon-calon pemimpin di masa depan. Generasi yang dianggap punya intelektualitas tinggi yang akan meneruskan membangun bangsa ini.
    Terdapat beberapa sebab mahasiswa melakukan perbuatan mencontek, antara lain (1) Prokatinasi; kebiasaan yang dimiliki mahasiswa untuk menunda-nunda pekerjaannya. Pekerjaan disini juga bisa berarti tugas-tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa. Akibatnya skala prioritas untuk bersungguh-sungguh dalam belajar tidak dilakukan. Metode belajarnya SKS (Sistem Kebut Semalam) menjelang akan dilakukan ujian. Bisa dibayangkan kesiapannya tentu kurang maksimal. Dampaknya adalah tidak bisa mengerjakan soal ujian dengan tepat. (2) Self efficacy; kurangnya kepercayaan diri dan kemampuan untuk bertindak. Mahasiswa yang melakukan perbuatan mencontek ini kebanyakan merasa tidak yakin atas jawaban yang dimilikinya, maka dia meminta jawaban dari mahasiswa lain yang belum tentu juga kebenaran dari jawaban tersebut. Kushartanti (2009) mengemukakan beberapa sebab mencontek yaitu rasa malas yang dimiliki mahasiswa, kecemasan menghadapi ujian yang berlebihan akan mendapatkan nilai yang tidak baik, motivasi belajar dan motivasi berprestasi rendah, keterikatan pada kelompok, keinginan untuk mendapatkan nilai tinggi, harga diri dan kendali diri yang lemah, perilaku impulsive dan mencari perhatian dari dosen atau teman yang lainnya.

Dampak Psikologis
    Melihat beberapa penyebab mencontek yang dikemukakan di atas, apabila hal ini dilakukan secara terus menerus, berulang setiap ada kegiatan ujian, maka beberapa dampak  dari mencontek secara psikologis,yaitu:
1.  Kurang percaya diri; Mahasiswa yang mencontek adalah mereka yang memiliki rasa percaya diri yang kurang. Sehingga mengandalkan contekan baik dari buku, gadget maupun dari teman sekelasnya;
2. Rendahnya harga diri; disadari atau tidak sebenarnya mahasiswa yang mencontek itu sedang mempelihatkan perbuatan yang merendahkan harga dirinya sebagai seorang mahasiswa, yang konon memiliki intelektualitas tinggi;
3. Kepribadian yang buruk; lingkungan dan kebiasaan mencontek ini jika dilakukan berulang-ulang, maka bisa menjadi sebuah karakter. Karakter buruk inilah yang  akan menjadi penghambat lajunya pembangunan di seluruh bidang, karena mahasiswa yang lulus dan bekerja, berkumpul di masyarakatnya, maka diperlukan mereka yang memiliki karakter kuat dan terpuji, memiliki integritas yang mumpuni.
4. Jika dibiarkan mencontek dilakukan di kelas, dan  pengawas memberikan kelonggaran atau tidak menegurnya, maka sama saja dengan memberikan kesempatan mahasiswa untuk bohong atau tidak jujur. Dengan kata lain mencontek sama dengan memupuk kebohongan.

Solusi
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka perlu dicarikan solusi, sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan agar bisa sedini mungkin memutus mata rantai perbuatan mencontek ini. tentu saja hal tersebut memerlukan kerjasama beberapa pihak agar bisa mengembalikan mahasiswa yang sudah menggantungkan nilainya dari perbuatan mencontek tanpa harus belajar yang rajin. Langkah yang harus dilakukan adalah:
1.  Membangun kebiasaan sejak dini dari rumah/ orang tua. Menanamkan sikap yang positif kepada anak agar lebih percaya diri, memberikan keteladanan yang baik tentang arti penting kejujuran di manapun berada. Orang tua harus menyadari betul bahwa kejujuran memiliki arti yang lebih mulia dibandingkan kebanggaan anaknya mendapatkan nilai yang baik, tetapi diperoleh dengan cara yang tidak terpuji, seperti mencontek.
2. Tingkatkan kemampuan literasi mahasiswa, yang tidak hanya terbatas pada literasi membaca, tetapi juga kemampuan menulis, berhitung dll. Minat baca di kalangan mahasiswa bisa jadi menjadi pemicu tindakan Mencontek. Karena minimnya wawasan dan pengetahuan yang diperolehnya yang hanya bergantung pada bahan ajar yang diberikan dosen.
3.  Tingkatkan kompetensi Dosen. Dosen memiliki peran yang signifikan. Ketika mahasiswa banyak yang mencontek, maka sebaiknya mengevaluasi diri apakah ada yang salah dalam metode pembelajarannya ketika di kelas, ataukah jenis soalnya yang diberikan pada waktu ujian bukan kenis HOTS (high order thinking skills). Sudah saatnya soal-soal yang diberikan dalam ujian mahasiswa memberikan kesempatan mahasiswa mengemukakan pendapat kritis konstruktif, membuka wawasan mahasiswa bukan sekedar menekankan aspek kognitifnya saja.
4  Ketika pelaksanaan ujian berlangsung, maka upaya pencegahan perbuatan mencontek harus dilakukan, misalnya mahasiswa dilarang membawa HP atau alat komunikasi lain, tas tidak diperkenankan dibawa atau diletakkan ditempat yang sudah disediakan, dan pengawas melakukan tugasnya secara professional sebagaimana tugas dan tanggung jawab yang dibebankan.
5. Sarana dan prasarana yang nyaman juga menjadi salah satu faktor mahasiswa bisa mengerjakan ujian dengan baik. Misalnya: kenyamanan ruang ujian, jarak tempat duduk, kursi atau meja yang layak pakai, dll. Dalam konteks ini, maka pihak kampus yang harus menyediakannya.
6.  Tindakan tegas bagi yang melakukan perbuatan mencontek.
7.  Kampanyekan di kalangan mahasiswa agar tidak mencontek. Gerakan tidak mencontek saat ujian bisa menjadi upaya preventif di tengah masih maraknya kecenderungan mencontek di kalangan mahasiswa. BEM, HMJ atau organiasi intra kampus lainnya seyogyanya menjadi pioneer untuk mengkampanyakan hal ini.
    Harus disadari bahwa keberhasilan berbagai upaya mendegradasi perbuatan mencontek di perguruan tinggi memerlukan keseriusan dari civitas akademika. Yang lebih utama adalah munculnya kesadaran dalam diri mahasiswa untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Selanjutnya kesadaran tersebut disambut dengan memberikan apresiasi oleh dosen dengan memberikan penilaian yang mengedepankan aspek karakternya, tidak semata-mata dari hasil ujian, apalagi jika hasil ujiannya ditengarai dari hasil mencontek. Semoga mahasiswa di seluruh Indonesia, bisa bersikap dan berawawasan lebih terbuka serta memiliki integritas.

 _________________

* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan


Minggu, 11 Juni 2023

GELIAT IKATAN MAHASISWA LAMONGAN (IKAMALA) DI BUMI REOG PONOROGO

 GELIAT IKATAN MAHASISWA LAMONGAN (IKAMALA)
DI BUMI REOG PONOROGO

Mahasiswa selalu identik dengan intelektualitas, progresifitas, agent of change, dan beberapa sebutan menarik lainnya yang menggambarkan semangat jiwa muda untuk selalu bangkit membawa perubahan di manapun. Begitu juga dengan sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Lamongan (Ikamala) yang secara nasional sudah memiliki kepengurusan. Termasuk Ikamala yang berada di Kabupaten Ponorogo. Tanggal 10 Juni 2023 bisa menjadi tonggak mulai bangkitnya gerakan kemahasiswaan yang mewadahi mahasiswa asal Lamongan yang melanjutkan studi di Perguruan tinggi yang ada di Ponorogo. Bertempat di Aula kompleks Masjid Jannatul Firdaus, Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo, Ikamala mengadakan Musyawarah Besar (MUBES) untuk menentukan estafet kepemimpinan pada periode 2023-2024.

Pengurus IKAMALA Ponorogo periode 2023/2024
bersama Ketua Fornasmala dan Pembina Ikamala Ponorogo

Rangkaian MUBES tersebut dimulai sejak pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 1630 WIB. Agenda yang dilakukan adalah pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) organisasi, Program kerja, dan dilanjutkan pemilihan ketua umum dan pelantikan pengurus baru periode 2023/2024. Istimewanya adalah Pengurus Nasional Forum Mahasiswa Lamongan juga turut hadir menghadiri perhelatan tersebut dan melantik pengurus yang dipilih secara demokratis tersebut. Dalam sambutannya Ketua Umum  Fornasmala, Muhammad Nasrullahil Aziz menyampaikan pentingnya berorganisasi, menjaga soliditas antar sesama mahasiswa di perantauan .

Pada kesempatan itu, teripilih menjadi ketua umum Ikamala Ponorogo yaitu Abdul Malik Khusaini, menggantikan Shahril Iqbal Falahi yang sudah habis masa bhaktinya. Acara yang digelar secara hikmat tersebut berlangsung gayeng dan juga dihadiri oleh Pembina Ikamala Ponorogo, yaitu Fahril Umaro, SH., MH dan Dr. Hariyanto, M.Pd .

Sebagai Pembina Ikamala, Dr. Hariyanto, M.Pd memberikan sambutan atas mubes tersebut. Dalam sambutanya disampaikan ucapan selamat dan rasa haru yang mendalam mengingat selama ini belum ada organisasi yang mengikat mahasiswa asal daerah Lamoangan. Ikamala menginisiasi dari kepemimpinan sebelumnya sampai dengan kepemimpinan yang sekarang. Karena itu beliau sangat berharap agar kepemimpinan sekarang lebih mampu mengidentifikasi mahasiswa asal Lamongan yang kuliah di Ponorogo, di semua perguruan tinggi yang ada di Ponorogo baik Perguruan Tinggu negeri maupun swasta. Penghargaan yang setinggi-tingginya juga diberikan kepada pengurus periode sebelumnya yang telah menginisiasi berdirinya Ikamala Ponorogo. Seluruh perangkat organisasi telah maksimal digerakkan melalui beberapa kegiatan, mulai kegiatan ilmiah, sampai acara buka bersama pada waktu bulan puasa dan berbagai kegiatan positif lainnya. Lebih lanjut beliau berharap agar Ikamala juga bisa menginisiasi untuk terjalinnya silaturahim orang-orang Lamongan selain mahasiswa yang sudah bertempat tinggal di Ponorogo.

Senada dengan hal itu, Pembina Ikamala Bapak Fahril Umaro, MH juga menyampaikan pesan untuk turut mempererat menjaga solidaritas dan kerukukan sesama saudara. Meskipun bukan saudara sedarah tetapi saudara sedaerah. Maka pantaslah dan menjadi kewajiban untuk saling mengingatkan, saling membantu, saling menyemangati agar tugas utama kuliah, kompetensi akademik maupun non akademik dapat dilaksanakan secara maksimal. Kagiatan yang hari ini dilakukan, antusiasme peserta yang hadir menunjukkan bahwa ada ikatan batin yang kuat untuk menyatu, jadi majlis ini merupakan wilayah ruhani karena yang hadir disini bukan karena dorongan materi, tetapi semata-mata untuk kebaikan, dan pangkal dari semua itu adalah mendapat ridho dari Alloh SWT.

Sebagai ungkapan rasa syukur atas terselenggaranya acara Mubes secara lancar, dan terpilihnya Ketua dan pengurus periode 2023/2024, dilakukan pemotongan tumpeng setelah doa bersama yang dipimpin oleh Bapak Fahril,MH. Potongan tumpeng selanjutnya diberikan kepada Malik Khusaini selaku ketua Ikamala Ponorogo yang baru. Acara ditutup dengan perkenalan seluruh anggota dan sarasehan, yang didalamnya digunakan oleh seluruh anggota dan pengurus untuk saling asah, asih dan asuh.

Foto bersama jajaran pengurus Ikamala Ponorogo

Selamat untuk IKAMALA Ponorogo, semoga terus berkembang maju membawa kebermanfaat untuk mahasiswa Lamongan yang berada di Ponorogo dan bermanfaat untuk masyarakat di sekitarnya. Ingatlah selalu “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.”

"Bagi mahasiswa asal Lamongan yang kuliah di Ponorogo, di kampus manapun, Ikamala akan dengan senang hati untuk menerima bergabung menjadi saudara kami. IKAMALA Bangkit." Tegas Malik Khusaini, Ketua Ikamala Ponorogo.(HAR,  10 Juni 2023)


Selasa, 14 Maret 2023

PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN

 

PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd

           Mengawali tulisan ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan bahwa dengan menuliskan judul ”Pembudayaan Pendidikan” tidak berarti penulis  memisah dan hendak mencabut budaya dari pendidikan atau sebaliknya menceraikan pendidikan dari budaya. Karena pada dasarnya antara budaya dan pendidikan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justeru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
    Theodore Brameld dalam karyanya “Cultural Foundation of Education” (1957) menyatakan adanya keterkaitan yang erat antara pendidikan dengan kebudayaan berkenaan dengan satu urusan yang sama, dalam hal ini ialah pengembangan nilai. Sementara itu Edward B. Tylor dalam karyanya "Primitive Culture" (1929) menulis apabila kebudayaan mempunyai tiga komponen strategis, yaitu sebagai tata kehidupan (order), suatu proses (process) , serta bervisi tertentu (goals), maka pendidikan merupakan proses pembudayaan. Masih menurut Tylor, tidak ada proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa adanya masyarakat; sebaliknya tidak ada kebudayaan dalam pengertian proses tanpa adanya pendidikan.
      Berdasarkan pengertian tersebut, kita bisa memposisi pendidikan dengan kebudayaan di dalam tata hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal relationship); atau pendidikan merupakan variabel yang mendorong terjadinya perubahan kebudayaan di dalam tata hubungan asimetris di mana suatu variabel mempengaruhi variabel yang lainnya (causal asymetrical relationship) . (Ki Supriyoko, 2003)
    Afinitas mengenai pendidikan dan kebudayaan dapat kita cermati dalam ciri khas manusia sebagai makhluk simbolik. Hanya manusialah yang mengenal dan memanfaatkan simbol-simbol di dalam kelanjutan kehidupannya. Simbol-simbol itu dapat kita lihat di dalam kebudayaan manusia. Mengingat kebudayaan dilestarikan dan dikembangkan melalui simbol-simbol maka semua tingkah laku manusia terdiri dari, dan tergantung pada simbol-simbol tersebut. Sebaliknya kebudayaan bisa lestari apabila memiliki daya kerja yang kuat dalam memberikan arahan para pendukungnya. Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya.
    Pembudayaan pendidikan merupakan langkah dalam mewujudkan berlangsungnya proses pendidikan secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan situasi dimana individu berada. Dalam masyarakat proses pembudayaan sebagai regenerasi terus berlangsung namun pembudayaan dalam pendidikan memiliki ketergeseran fungsi yang dipengaruhi oleh globalisasi dan berdampak pada perubahan sosial dan kebudayaan didalamnya mencakup hubungan antara kebudayaan dan kepribadian.
Selanjutnya yang akan dibahas sekarang adalah (1) Bagaimana pembudayaan pendidikan pada masyarakat Indonesia? (2) Bagaimana peran lembaga pendidikan sebagai agen budaya? (3) Apakah kendala-kendala pembudayaan pendidikan ?


 Pembudayaan Pendidikan Pada Masyarakat Indonesia
    Pembudayaan pendidikan pada masyarakat Indonesia pada hakekatnya merupakan proses pewarisan budaya di masyarakat dengan berbagai bidang, dapat diartikan pula membudayakan pemahaman masyarakat pada pendidikan untuk alih (transfer) keilmuan dan teknologi sebagai modal inovasi dalam peradaban masyarakat.
    Pendidikan nasional tidak saja tak terpisahkan dari budaya, falsafah dan amanat konstitusional bangsa Indonesia tetapi juga sebagai wahana untuk mewujudkannya dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara senyatanya. Menurut Semiawan (1993:3), dalam konteks yang luas pembangunan sistem pendidikan nasional “merupakan suatu pendekatan budaya untuk meningkatkan pengalaman belajar manusia secara kreatif menjadi bermanfaat bagi kehidupan manusia pada umumnya, masyarakat Indonesia khususnya, sehingga suatu proses pendidikan selalu mengandung makna pembudayaan apa yang menjadi isi pendidikan tersebut. Dengan demikian pendidikan memiliki jangkauan yang lebih luas dari sekedar pembelajaran, karena mendidik berimplikasi membudayakan. Dalam satu konsep sederhana, pembudayaan adalah proses pencapaian hasil yang permanen berupa penghayatan segenap pengetahuan dan keterampilan yang didapat melalui pendidikan sehingga dengannya individu yang bersangkutan mampu berbuat atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya dan/atau kehidupan orang lain. Proses ini seyogyanya berlangsung seiring dengan proses pendidikan itu sendiri.
    Dengan demikian pembudayaan mensyaratkan ‘penghayatan’ dan ‘perbuatan’ nyata yang timbul pada individu sebagai hasil pendidikan, baik yang berlangsung dalam keluarga, di masyarakat, ataupun dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Dalam pengertian ini, hasil nyata pendidikan dapat dilihat dari seberapa tinggi penghayatan peserta didik terhadap apa yang diperolehnya melalui pendidikan serta seberapa ia mampu berbuat untuk memperoleh manfaat dari pendidikannya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakatnya. Peserta didik yang memperoleh berbagai pengetahuan melalui proses pendidikan formal, misalnya, tetapi tidak pernah mengetahui manfaat dari apa yang diketahuinya itu, jelas tidak tersentuh oleh proses pembudayaan secara memadai. Peserta didik yang hanya melihat (disadarinya atau tidak) proses pembelajaran sebagai usaha untuk bisa menjawab soal-soal ujian atau untuk lulus atau memperoleh nilai bagus dalam evaluasi akhir merupakan contoh lain dari kurang memadainya sentuhan pembudayaan dalam pendidikan yang dialaminya.

      Peran Lembaga Pendidikan Sebagai Agen Budaya
    Sekolah sering berada dalam posisi yang ‘kurang mengenakkan’ dalam masyarakat. Di satu pihak, pandangan dan harapan masyarakat begitu tinggi terhadap sekolah dan cenderung berimplikasi bahwa sekolah ‘can do everything’ dan ‘can solve all problems,’ sehingga orang tua sering berpendapat bahwa dengan memasukkan putra-putrinya ke sekolah segala pendidikannya akan ‘beres.’ Di pihak lain, sebagai penyelenggara pendidikan, sekolah sering dilihat sebagai satu-satunya yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan atau kegagalan pendidikan. Segala fenomena masyarakat yang bisa dihubungkan dengan tingkat keterdidikan pelaku-pelaku yang terlibat, terutama yang ber-implikasi negatif, akan secara otomatis dikaitkan dengan pendidikan dan, sehubungan dengan ini, sekolah sebagai institusi pendidikan akan langsung menjadi sorotan. Sementara perilaku masyarakat berkaitan erat dengan tingkat pendidikannya (Susanto, 2000), fenomena seperti korupsi, kebrutalan massa, amuk massa, kerusuhan, main hakim sendiri, kekurangdisiplinan, merapuhnya sopan santun, dan sejenisnya akan dihubungkan dengan kegagalan pendidikan, dan ini, paling tidak sebagiannya, dianggap kegagalan sekolah (periksa, misalnya, Supriyoko, 1999; Darmaningtyas, 1999; dan Amir Santoso, 2000).
    Hasil pendidikan di sekolah memang tidak sepenuhnya bisa dihubungkan dengan kebobrokan yang ada di masyarakat. Demikian juga berbagai situasi sosial, politik, ekonomi, dan hukum di masyarakat yang ada dalam posisi ‘krisis’ tidak mesti berkaitan  dengan hasil-hasil pendidikan di sekolah. Akan tetapi memang ada aspek-aspek tertentu dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang masih perlu dicermati, antara lain kurang diperhatikannya fungsi sekolah sebagai agen pembudayaan. Situasi ini bisa dikaitkan dengan kebijakan di tingkat makro, di samping praktik penyelenggaraan pendidikan secara mikro di sekolah-sekolah.
     Proses pembelajaran atau proses belajar-mengajar seperti yang terlaksana sekarang tidak secara otomatis merupakan proses pembudayaan dari mata pelajaran yang dipelajari atau diajarkan. Mata pelajaran yang diajarkan dengan hanya menekankan pada aspek pengalaman kognitif saja belum tentu ‘terbudayakan’ secara memadai pada peserta didik. Artinya, siswa mungkin menginternalisasi kemampuan komprehensi sampai kemampuan sintesis dalam mata pelajaran yang bersangkutan, tetapi tidak sampai menyentuh sisi afektifnya, sehingga tidak terjadi penghayatan terhadap mata pelajaran tersebut. Dengan kata lain, proses pembelajaran yang terjadi tidak sampai menimbulkan rasa senang atau kecintaan terhadap apa yang dipelajari. Sering yang terjadi adalah kebalikannya, yaitu rasa tidak senang, rasa tidak mampu, frustasi, dan sejenisnya yang pada akhirnya menimbulkan kebencian peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu.
    Pembudayaan akan terjadi kalau proses pembelajaran, disamping merangsang dan melatih nalar kognitif peserta didik, juga menggugah secara memadai nalar afektifnya. Secara mikro, peranan metodologis-didaktis guru dengan segala kiat yang digunakannya akan cukup menentukan seberapa jauh sisi afektif siswa terhadap suatu mata pelajaran bisa diaktifkan dalam proses pembelajaran sehingga menggugah dan membangkitkan penghayatannya terhadap apa yang dipelajarinya itu. Dari sudut pandang lain, dituntut juga bahwa guru tidak hanya menekankan instructional effects mata pelajaran yang diajarnya tetapi juga memberikan perhatian yang cukup terhadap nurturant effects yang menyertai proses belajar mengajar itu.
    Di samping sebagai pengajar, guru adalah pendidik (Buchori, 1994) dan pembudaya (Napitupulu, 1999). Guru dituntut untuk membudayakan apa yang diajarkannya pada peserta didik. Misalnya di bidang matematika, proses belajar-mengajar bisa diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai ketelitian, keuletan, dan kejujuran dan sekaligus penghayatan terhadap matematika sebagai disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan, sehingga matematika tidak perlu menjadi ‘momok’ peserta didik. Hadiwardoyo (1993) menekankan bahwa guru sebagai pendidik harus mampu menggugah hati peserta didik untuk mempraktikkan atau mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran dan juga harus menyadari bahwa proses ini berlangsung tahap demi tahap serta memerlukan integritas dan keteladanan yang mantap dari guru itu sendiri.
    Melalui proses belajar-mengajar guru juga bisa membudayakan IPTEK, yang sangat penting peranannya dalam mensejahterakan umat manusia. Sikap, ketekunan, dan curiosity peneliti bisa dibudayakan secara bertahap pada peserta didik, mulai dari proses mengidentifikasi masalah, mencari pemecahan, pengujian sampai pada pembuktian kebenaran. Yang penting adalah bahwa semua ini ditempuh dengan secara maksimal mengaktifkan kemampuan afektif peserta didik, di samping memberinya pengalaman kognitif yang diperlukan. Budaya baca-tulis juga sangat erat hubungannya dengan IPTEK sehingga perlu ditanamkan di kalangan peserta didik. Kegemaran dan kecintaan terhadap mem-baca, misalnya, tidak bisa dihasilkan dari proses pembelajaran membaca saja. Kebiasaan membaca yang baik dan menyenangkan adalah hasil pembudayaan. 
    Sekolah juga merupakan agen pembudayaan nilai-nilai kebangsaan dan budaya bangsa. Seperti telah dikemukakan di bagian depan tulisan ini, pendidikan nasional adalah wahana penanaman dan pengembangan budaya bangsa. Dalam pengertian yang luas, setiap bagian dari ikhtiar pendidikan tidak hanya harus mengacu kepada nilai-nilai budaya bangsa tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai tersebut pada peserta didik. Melalui pendidikan nasional dilakukan upaya memajukan kebudayaan nasional, yang harus diartikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kemampuan intelektual dan profesional, sikap, watak, dan kepribadian manusia Indonesia yang demokratis dan berbudaya (Soedijarto, 1999).
    Dalam era teknologi dan derasnya arus globalisasi dewasa ini pendidikan untuk memantapkan integritas nilai-nilai budaya dan integritas bangsa menempati posisi yang sangat krusial. Sering terjadi bahwa kemajuan IPTEK dan kesejahteraan dicapai oleh satu masyarakat bangsa dengan mengorbankan identitas dan kepribadian bangsanya. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita dihadapkan pada tantangan dalam menyusun program pendidikan yang mampu menghasilkan manusia-manusia modern yang didukung oleh penguatan dalam pewarisan budaya dan identitas bangsa (Suryadi dan Tilaar, 1993). Raka Joni (1990) menggambarkan masyarakat Indonesia masa depan sebagai masyarakat moderen yang bernafaskan Pancasila. Kalau tujuan pendidikan nasional mengacu kepada masyarakat seperti ini, maka pendidikan nasional harus melakukan dua hal dalam waktu yang bersamaan: memoderenkan bangsa Indonesia dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang tersirat dalam Pancasila. 
    Sekolah sebagai agen pembudayaan dituntut untuk mampu menyelenggarakan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai budaya bangsa dalam rangka menguatkan integritas dan kepribadian bangsa. Pada tingkat mikro, proses pembudayaan ini dilakukan melalui proses belajar-mengajar yang tidak bisa hanya diberikan melalui pengalaman kognitif, melainkan harus secara signifikan menyentuh kecerdasan afektif peserta didik. Penanaman nilai-nilai budaya bangsa melalui perpaduan antara logika, etika, dan estetika (Donosepoetro, 2000b) akan menggugah penghayatan dan kecintaan peserta didik terhadap nilai-nilai budaya bangsanya.

      Kendala-Kendala Pembudayaan Pendidikan
Kendala yang perlu dibahas dalam hubungannya dengan peningkatan mutu pendidikan di tanah air, khususnya yang berkaitan dengan pembudayaan melalui pendidikan di sekolah. Ada kendala di tingkat kebijakan (makro) dan ada pula kendala di tingkat sekolah (mikro).

    1. Kualifikasi Formal dan Sistem Pendidikan Guru
Mencermati kualifikasi formal dan sistem pendidikan guru yang berlaku saat ini di LPTK, beberapa hal perlu dicatat sebagai kelemahan. Pertama, kualifikasi formal guru, baik untuk jenjang pendidikan dasar maupun menengah, masih rendah. Yang ideal adalah bahwa guru SD dan SLTP sedikitnya berkualifikasi S1 (sarjana muda) dan guru sekolah menengah sedikitnya berkualifikasi S2 (magister). Kedua, kurikulum pendidikan guru di LPTK sangat didominasi oleh mata kuliah yang terlalu berorientasi kognitif. Ini bisa dilihat dari pembelajaran yang exam-oriented dan sistem evaluasi yang sangat mene-lantarkan kemampuan afektif mahasiswa. Ketiga, praktik pengalaman lapangan (PPL), di samping waktunya yang umumnya terlalu singkat, tidak menjamin sistem bimbingan yang profesional dan efektif. Keempat, sistem saringan melalui ujian masuk perguruan tinggi secara umum dan tersentralisir (SPMB, UMPTN, apapun namanya) kurang tepat untuk LPTK, karena tidak bisa membedakan antara calon yang betul-betul berminat menjadi guru dan yang sebenarnya tidak berminat tetapi ‘terpaksa.’
       Karena profesi guru sebagai pendidik dan pembudaya memerlukan kemampuan afektif yang tinggi, sistem pendidikan guru yang hanya menekankan pada kemampuan kognitif akan menjadi kendala bagi tersedianya tenaga guru yang betul-betul memenuhi kualifikasi pendidik dan pembudaya. Demikian juga tingkat kemampuan profesionalnya yang paspasan akan menjadi kendala baginya dalam menjalankan profesinya secara op-timal. Misalnya guru SD dengan kualifikasi D2 akan mengalami kesulitan kalau dituntut untuk meningkatkan kualitas pengajarannya melalui penelitian karena kemampuan meneliti belum dimilikinya. Praktik pengalaman lapangan yang tidak memadai tidak bisa menjamin bahwa lulusan LPTK memiliki kesiapan penuh sebagai pengajar, apalagi se-bagai pendidik dan pembudaya.
  Mahasiswa LPTK yang terjaring melalui ujian masuk perguruan tinggi yang diselenggarakan secara nasional (SPMB) belum tentu mempunyai minat dan kecintaan terhadap profesi guru, walaupun mereka telah memilih untuk masuk LPTK. Kalau ter-nyata mereka tidak berminat menjadi guru tetapi kemudian lulus dan diangkat sebagai guru, akan timbul masalah integritas yang serius sepanjang kariernya sebagai guru dan ini akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya. Dengan masalah seperti ini tentu saja dia tidak akan bisa menjadi pendidik dan pembudaya yang baik.

    2. Budaya Top-Down
    Budaya top-down yang menjadi ciri khas kebijakan pendidikan nasional selama ini ‘membunuh’ kreativitas sekolah dan guru. Budaya seperti ini juga mempengaruhi sikap guru terhadap peserta didiknya, yaitu guru akan menganut sikap ‘serba ditentukan dari atas. Kreativitas sekolah dalam mengelola pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat-setempat sangat mempengaruhi efektivitas pendidikan. Kalau guru menganut budaya ‘serba ditentukan dari atas’ maka proses pembelajaran di kelas akan terpasung dalam suasana yang kaku sehingga kreativitas siswa akan mati. Sedangkan proses pembudayaan memerlukan kreativitas peserta didik, suasana bebas terbuka yang menyenangkan, dan hubungan guru-siswa yang demokratis. Dalam budaya top-down, peserta didik juga akan ‘membudayakan’ suasana ‘serba diatur’ sehingga prakarsa dan rasa tanggungjawabnya tidak berkembang. Budaya kritis dan mandiri tidak tumbuh, sementara budaya bergantung menjadi bertambah subur.
    Situasi seperti ini jelas merugikan pendidikan nasional dan akan berdampak terhadap budaya masyarakat terpelajar kita. Salah satu contoh budaya top-down yang mengingkari keanekaragaman daerah adalah kebijakan ‘buku paket.’ Kebijakan ini, di samping sering mengalami kendala teknis seperti kesulitan transportasi dari pusat ke daerah, juga melecehkan kewenangan dan kemampuan sekolah untuk mengatur pengelolaan pendidikan sesuai dengan aspirasi masyarakat lingkungannya. Tambahan lagi, kebijakan buku paket bisa menumbuhkan budaya KKN, yang tentu saja menjadi sebuah ironi yang menyakitkan dalam dunia pendidikan kita.
    Semoga degan diberlakukannya kurikulum merdeka, akan juga berdampak untuk mengikis hal-hal tersebut dan bukan bertambah menyuburkannya.

3.   Hubungan Guru-Siswa

    Seperti telah dikemukakan di bagian depan, hubungan guru siswa dalam konteks pembelajaran atau proses belajar-mengajar selama ini berpola top-down. Dengan pola ini, hubungan guru-murid menjadi kaku dan dominasi guru mewarnai interaksi pendidikan. Modus pendidikan seperti ini tidak bisa mengembangkan budaya demokrasi di sekolah dan ini akan berlanjut kelak di masyarakat. Kreativitas peserta didik juga terpasung sampai titik terendah.

4.   Faktor Pendukung Profesi Guru
    Di samping kendala rendahnya tingkat kesejahteraan dan kualitas profesional guru, beberapa faktor pendukung yang menopang profesi guru sering sangat minim ke-beradaannya di sekolah. Misalnya, untuk kebanyakan sekolah di tanah air, guru tidak memiliki ruang kerja yang memadai di mana dia bisa bekerja dengan nyaman pada wak-tu tidak berada di kelas. Yang ada hanya sebuah ‘common room’ yang kadang-kadang tidak cukup luas untuk memberikan kenyamanan walaupun hanya untuk melepaskan lelah. Sekolah juga tidak memiliki perpustakaan guru yang memadai, apalagi yang up to date. Fasilitas pendidikan lainnya umumnya juga sangat terbatas.
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pembudayaan pendidikan pada masyarakat Indonesia pada hakekatnya merupakan proses pewarisan budaya di masyarakat dengan berbagai bidang, dapat diartikan pula membudayakan pemahaman masyarakat pada pendidikan untuk alih (transfer) keilmuan dan teknologi sebagai modal inovasi dalam peradaban masyarakat.

2.  Terdapat beberapa Kendala dalam hubungannya dengan peningkatan mutu pendidikan di tanah air, khususnya yang berkaitan dengan pembudayaan melalui pendidikan di sekolah. Ada kendala di tingkat kebijakan (makro) dan ada pula kendala di tingkat sekolah (mikro). Misalnya; Kualifikasi formal dan pendidikan guru, Budaya Top-Down, Relasi guru dengan Siswa di kelas, faktor pendukung profesi guru , dll. 

            Walaupun secara konseptual pembudayaan itu ‘bersenyawa’ dengan pendidikan, namun kenyataan dalam praktik tidak sepenuhnya mendukung hal itu. Berbagai kendala yang ada, baik di tingkat kebijakan maupun di tingkat sekolah, menyebabkan hampir tidak pernah pendidikan itu tersampaikan secara utuh di sekolah. Sekolah lebih banyak menyelenggarakan ‘pengajaran’ daripada pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu diupayakan agar pendidikan yang kita selenggarakan betul-betul membudayakan apa yang dididikkan kepada peserta didik.

3.  Sekolah sebagai agen pembudayaan dituntut untuk mampu menyelenggarakan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai budaya bangsa dalam rangka menguatkan integritas dan kepribadian bangsa. Pada tingkat mikro, proses pembudayaan ini dilakukan melalui proses belajar-mengajar yang tidak bisa hanya diberikan melalui pengalaman kognitif, melainkan harus secara signifikan menyentuh kecerdasan afektif peserta didik. Penanaman nilai-nilai budaya bangsa melalui perpaduan antara logika, etika, dan estetika akan menggugah penghayatan dan kecintaan peserta didik terhadap nilai-nilai budaya bangsanya.

---------------------
* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan