f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Rabu, 30 November 2022

Implementasi Otonomi Pendidikan Tinggi

 


PTNBH: SEBUAH IMPLEMENTASI OTONOMI PENDIDIKAN TINGGI

Oleh: Hariyanto*


A.   Latar Belakang

Upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi terus digalakkan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memberikan otonomi dalam pengelolaannya. Otonomi sendiri bukanlah hal yang baru bagi perguruan tinggi, apalagi perguruan tinggi swasta. Hal ini berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri. Pengelolaan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh yayasan diberikan otonomi sebagaimana dalam aturan perundangan yang berlaku. Otonomi tersebut menyangkut bidang akademik maupun non akademik. Dalam praktiknya ada yang menerapkan otonomi bidang akademik menjadi ranah perguran tinggi, sedangkan non akademik menjadi kewenangan yayasan. Semua sesuai dengan statuta yang berlaku di perguruan tinggi tersebut. Meskipun demikian, harus tetap mengedepankan prinsip good governance university.

Bagaimana otonomi pada perguruan tinggi negeri? Sama halnya dengan perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi negeri juga diberikan otonomi dalam pengelolaan bidang akademik. Meskipun demikian masih ada batasan-batasan tertentu yang tidak dapat dilakukan. Misalnya pengangkatan dosen tidak boleh dilakukan oleh perguruan tinggi itu sendiri tanpa ada izin dari kementerian pendidikan dan kebudayaan. Hal ini juga terkait dengan konsekuensi pemberian gaji bagi dosen dan tenaga kependidikan yang ada. PTNBH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum) memberikan otonomi yang lebih luas kepada perguruan tinggi negeri, tidak hanya bidang akademik tetapi juga bidang non akademik. Selain beberapa fasilitas lainnya yang diberikan oleh Kemendikbud dalam rangka memberikan keluasan gerak inovasi dalam pengelolaan perguruan tinggi menuju World Class University. Bagaimana dasar hukum dari otonomi pendidikan di perguruan tinggi? Bagaimana dasar hukum PTNBH? Apa saja keistimewaan dari PTNBH? Bagaimana implementasi otonominya? Semua akan dibahas dalam artikel ini.

 

B.  Pembahasan

Sebagai sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka otonomi di perguruan tinggi juga dilakukan sesuai dengan dasar hukum yang telah ditetapkan. Dasar hukum tersebut dapat dilihat pada pasal 24 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu:

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.

(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.

Pernyataan tentang otonomi perguruan tinggi dipertegas lagi dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 62 ayat (1) Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.  Pasal 64 ayat (1); Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 meliputi bidang akademik dan bidang non akademik.

Kedua dasar hukum yang berupa Undang-Undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa perguruan tinggi memiliki hak otonomi dalam pengelolaannya. Hanya saja yang harus dipahami adalah otonomi tersebut juga harus tetap memperhatikan dan mematuhi peraturan perundangan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Otonomi ini memberikan peluang yang besar bagi perguruan tinggi untuk berinovasi dan bergerak memajukan pendidikan yang dikelolanya. Pengembangan SDM (dosen maupun tenaga kependidikan), pemenuhan sarana dan prasarana, inovasi pembelajaran, pelayanan akademik kemahasiswaan yang humanis dan unggul, penggunaan sistem informasi yang handal, dll menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen perguruan tinggi di era teknologi informasi seperti sekarang ini. Singkatnya dibutuhkan tekat kuat, kerja cerdas, semangat membangun pendidikan yang lebih, soliditas internal, dukungan masyarakat dan pemerintah yang dipadu dengan kompetensi unggul dari pimpinan perguruan tinggi.

Beberapa kebijakan pemerintah yang mendorong otonomnya perguruan tinggi sudah dikeluarkan. Misalnya: Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka menjadi salah satu jawaban strategis yang dapat diimplementasikan perguruan tinggi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan tinggi karena dengan kebijakan tersebut mendorong perguruan tinggi semakin otonom, inovatif, produktif, adaptif, dan relevan dengan dinamika sosial, kemajuan IPTEKS, dunia industri dan dunia kerja. Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka mencakup empat kebijakan pokok terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengelolaan perguruan tinggi yaitu: kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

PTNbh (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum) memiliki dasar hukum penyelenggaraannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, dan Statuta dari masing-masing PTNbh.

Beberapa hal yang dimiliki PTNbh mencerminkan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi antara lain:

a. kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah;

b. tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri;

c. unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi;

d. hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;

e. wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan;

f. wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi;

g. wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi.

Berdasarkan pasl 25 Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi disebutkan Otonomi pengelolaan pada PTN Badan Hukum meliputi:

     a. Bidang akademik:

1. Penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan pendidikan terdiri atas:

a) persyaratan akademik mahasiswa yang akan diterima;

b) pembukaan, perubahan, dan penutupan Program Studi;

c) kurikulum Program Studi;

d) proses Pembelajaran;

e) penilaian hasil belajar;

f) persyaratan kelulusan; dan

g) wisuda;

2. Penetapan norma, kebijakan operasional, serta pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;

 

b. Bidang non akademik:

1. Penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan organisasi terdiri atas:

a) rencana strategis dan operasional;

b) struktur organisasi dan tata kerja;

c) sistem pengendalian dan pengawasan internal; dan

d) sistem penjaminan mutu internal;

2. Penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan keuangan terdiri atas:

a) perencanaan dan pengelolaan anggaran jangka pendek dan jangka panjang;

b) tarif setiap jenis layanan pendidikan;

c) penerimaan, pembelanjaan, dan pengelolaan uang;

d) melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang;

e) membuat perjanjian dengan pihak ketiga dalam lingkup Tridharma Perguruan Tinggi;

f) memiliki utang dan piutang jangka pendek dan jangka panjang; dan

g) sistem pencatatan dan pelaporan keuangan;

3. Penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:

a) kegiatan kemahasiswaan intrakurikuler dan ekstrakurikuler;

b) organisasi kemahasiswaan; dan

c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;

4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:

a) persyaratan dan prosedur penerimaan sumber daya manusia;

b) penugasan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia;

c) penyusunan target kerja dan jenjang karir sumber daya manusia; dan

d) pemberhentian sumber daya manusia;

5. Penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan sarana dan prasarana terdiri atas:

a) pemilikan sarana dan prasarana;

b) penggunaan sarana dan prasarana;

c) pemanfaatan sarana dan prasarana; dan

d) pemeliharaan sarana dan prasarana

 

C.   Penutup

Semangat otonomi pendidikan termasuk otonomi perguruan tinggi hendaknya ditujukan untuk kepentingan nasional, yaitu kemajuan pendidikan nasional. Karena itu dengan otonomi di perguruan tinggi baik di bidang akademik maupun non akademik justru akan membantu meringankan beban dan melapangkan jalan mahasiswa agar bisa mencapai cita-citanya. Lulusan-lulusan perguruan tinggi yang memiliki karakter dan seperangkat kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bangsa demi kemajuan pembangunan di Indonesia. Sampai saat ini sudah ada 21 PTNbh dan jumlah tersebut akan terus bertambah. Harapan yang besar tentu juga disematkan kepada PTS agar terus bisa bersinergi dengan pemerintah dalam menghadirkan pendidikan tinggi yang bermutu dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi dunia, bermetamorfosis menjadi world class university.

___________

* Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan

 


Senin, 21 November 2022

Koordinasi dalam Sebuah Event

 


 KOORDINASI DALAM PENYELENGGARAAN SEBUAH EVENT

Oleh: Hariyanto*


Sebuah event akan berhasil diselenggarakan dengan baik jika perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi juga baik. Selama waktu penyelenggaraan sebuah event diperlukan koordinasi antar bagian. Koordinasi menjadi bagian penting dalam fungsi manajemen. Sehingga betapapun perencanaan telah disusun dengan baik, tetapi gagal dalam mengkoordinasikan bagain-bagaian di dalamnya, maka event tersebut sangat dimungkinkan akan tidak terselenggara dengan baik. Koordinasi ini juga termasuk koordinasi logistic dalam sebuah event, mulai dari persewaan venue, pengaturan makanan dan minuman, transportasi, serta hal-hal teknis lainnya. Bagaimana koordinasi itu dilakukan? Dengan bagaian apa saja harus dilakukan koordinasi? Apa saja yang harus dikoordinasikan? Semua akan diberikan penjelasan dalam artikel ini.

Koordinasi yang penting dilakukan dalam penyelenggaraan sebuah event adalah koordinasi dengan staging manager, finance manager, volunteers coordinator, event manager, artistic manager, traders manager, dan promotion manager.ini jika organisasi EO nya besar dan terdapat manager-manager yang disebutkan tadi. Tetapi jika tidak menggunakan istilah manager, cukup koordinasi dengan staff yang bertanggung jawab di bidang pementasan, keuangan, acara, artistic dan sebagainya.

Terkait dengan sistem logistic, sebetulnya terdiri dari 3 bagian, yaitu sebelum acara, selama acara dan sesudah selesai acara. Logistik yang diperlukan dari masing-masing acara tersebut adalah:

1)     Pre event

a.   Supply of custumers

     Pada acara sebelum event dilaksanakan, elemen koordinasi yang diperlukan meliputi pemasaran dan pengadaan tiket. EO harus mengatur strategi marketing yang digunakan dan keefektifan distribusi tiket, termasuk sistem penjualan hingga proses kedatangan dan pemeriksaan tiket saat event berlangsung. Selain itu pengaturan dan pengendalian antrian juga diperlukan, identifikasi kedatangan dan kepulangan tamu, membuat aktivitas hiburan bagi pengunjung dalam antrian, misalnya disediakan TV dll. Elemen lain yang diperlukan adalah mengidentifikasi tempat event. Hal ini terkait dengan transportasi dan kemacetan jalan yang disebabkan penyelenggaraan event.

b.   Supply of products

Elemen logistic ini berkaitan dengan produk, layanan, fasilitas dalam sebuah event. Sehigga setiap bagian/ departemen memiliki standar kualitas yang sudah ditetapkan dan harus dilaksanakan. SOP yang ada harus dipatuhi sebagai bagaian dari standar pelayanan sebuah event. Karena itu perlu dikoordinasikan dengan baik.

c.      Supply of facilities

Koordinasi untuk pemasokan fasilitas juga sangat diperlukan sebelum acara dilaksanakan. Misalnya: terkait dengan pembagian tugas keamanan, listrik, persediaan air, makanan dan minuman dan fasilitas-fasilitas lainnya.

2)     Pada saat acara berlangsung

Logistik yang perlu dipersiapkan pada saat acara berlangsung adalah termasuk alur penjemputan tamu VIP, artist/ talent. Termasuk pengawalan selama acara berlangsung dan seusai acara. Karena itu perlu dikomunikasikan dengan baik di internal maupun eksternal. Untuk keperluan tersebut bisa disediakan HT untuk yang bertugas sehingga akan mudah dilakukan koordinasi. Hal lain yang juga perlu disiapkan adalah emergency procedures, prosedur keadaan gawat darurat terutama jalur evakuasi dan manajemen keramaian.

3)     Selesai acara

Setelah acara selesai dilaksanakan, maka koordinasi yang dilakukan adalah terkait dengan pembongkaran panggung dan peralatan pendukung. Semua barang miliki EO yang telah digunakan harus di list dan dipastikan kembali dalam posisi semula. Hal ini diperlukan untuk laporan kepada pimpinan EO. Selanjutnya adalah memastikan bahwa semua kontrak dengan sponsor, klien, vendor, penyewa stan dll telah mendapatkan semua manfaat event sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

     Terkait dengan pementasan, hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperlukan untuk koordinasi adalah tema dan desain acara, pemilihan venue, posisi pintu keluar dan masuk apakah ada potensi kemacetan/ antrian atau tidak, dan pembuatan pentas itu sendiri disesuaikan dengan jenis dan besarnya event yang diselenggarakan. Hal lain yang terkait dengan pementasan adalah tata lampu dan suara, special effect dan audio visual, catering, crew, keramahan crew dalam pelaksanaan acara, pendokumentasian acara dan persiapan akan hal-hal yang tidak terduga/ coontigency plan.

Dengan koordinasi sebelum acara, ketika berlangsungnya acara dan setelah selesai acara didukung dengan logistic yang tepat, maka dipastikan sebuah event yang diselenggarakan akan berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan.

_____________

* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan

Rabu, 16 November 2022

Peran Kepala Sekolah dalam Pelibatan Masyarakat di Sekolah

 


PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PELIBATAN
MASYARAKAT DI SEKOLAH
Oleh: Hariyanto*

   Pembahasan tentang pendidikan memang tidak habisnya. Lembaga pendidikan atau sekolah adalah tempat dimana bangunan peradaban mulai didirikan dan akan dikembangkan di tengah masyarakat. Karena itu, semakin baik sekolah dikelola, maka produk peradaban juga akan terbangun dengan baik. Tujuan inilah yang hendak dicapai sehingga sekolah harus dikelola oleh orang-orang yang juga memiliki kompetensi unggul. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah atau madrasah secara eksplisit menyebutkan bahwa seorang kepala sekolah harus memiliki dimensi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. kompetensi-kompetensi tersebut selanjutnya dirinci lebih detail lagi menjadi indikator-indikator kompetensi.

Terkait dengan partisipasi masyarakat atau pelibatan masyarakat, Dimensi kompetensi yang berhubungan adalah kompetensi sosial. Misalnya kemampuan bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. Kompetensi sosial yang dimiliki kepala sekolah bisa menambah mitra kerjasama sekolah dengan instansi lain baik instansi pendidikan maupun non-pendidikan, disamping untuk menambah mitra kerjasama,kompetensi sosial ini juga bisa dikembangkan melalui beberapa program sekolah dengan masyarakat. Tolok ukur yang sederhana ini bisa dapat digunakan untuk menilai apakah seorang kepala sekolah memiliki kompetensi sosial yang baik atau sebaliknya.

Masyarakat selaku pengguna jasa lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk mengembangkan serta menjaga keberlangsungan penyelenggaraan proses pendidikan. Menurut Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab IV pasal 8 menyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan di pasal 9 menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat menjadi tiga kelompok yaitu partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan, penyelenggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.

Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi sekolah dengan masyarakatnya sehingga keterlibatan masyarakat dalam sekolah telah memperoleh peran yang cukup besar, yang menempatkan masyarakat sebagai bagian dalam proses pendidikan yang berlangsung melalui wadah yang dinamakan komite sekolah atau dewan sekolah diharapkan bahwa para stakeholder pendidikan mengambil peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu memberikan yang terbaik bagi customer-nya (Suryadi, 2016). Hal inilah yang seharusnya dijadikan momentum bagi kepala sekolah agar secara kreatif dan humanis menggandeng  masyarakat agar terus berkontribusi dan berpartisipasi dalam rangka memajukan pendidikan yang dipimpinnya.

Kepala sekolah harus mampu menggerakkan masyarakat agar semaksimal mungkin melakukannya perannya di sekolah. Diantara peran yang dilakukan oleh masyarakat adalah:

(1) Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Dimana masyarakat dapat memanfaatkan jasa sekolah dengan memasukkan anak ke sekolah. Disamping itu masyarakat juga bisa memanfaatkan output dari sekolah berupa lulusan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

(2) Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Jenis peran serta masyarakat ini berwujud partisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, waktu dan tenaga.

(3) Peran serta secara pasif, dimana wujudnya adalah sikap masyarakat yang hanya menyetujui dan menerima apa yang diputuskan oleh pihak sekolah (komite sekolah), seperti ketika komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya dan orang tua menerima keputusan tersebut dengan mematuhinya. Meskipun demikian, hendaknya kepala sekolah juga harus bersikap bijak dengan mempertimbangkan dan memperhatikan kemampuan dari orang tua/wali. Karena bisa jadi orang tua tidak berani menyampaikan pendapatnya, tetapi rasa keberatan disampaikan di masyarakat luas, maka akan menjadi bahan kasak-kusuk yang berdampak tidak baik bagi masyarakat. Sehingga bisa dikatakan dukungan yang diberikan di sekolah bersifat ‘semu’ , tidak tulus/ karena terpaksa.

(4) Peran serta melalui konsultasi. Peran serta ini wujudnya adalah ketika orangtua datang berkonsultasi ke sekolah tentang masalah yang dihadapi oleh anaknya dalam proses belajar mengajar, atau memberikan masukan tentang proses pembelajaran yang dimungkinkan memerlukan perbaikan oleh sekolah.

(5) Peran serta dalam pelayanan. Masyarakat secara umum dan orang tua secara khusus terlibat dalam kegiatan sekolah, mislanya orangtua dilibatkan pada saat ada kegiatan fieldtrips, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keagamaan.

(6) Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan, seperti ketika masyarakat atau orangtua diminta untuk memberikan penyuluhan program
tertentu, misalnya program Gizi dan sanitasi, kesehatan gigi, pentingnya gender dalam pembelajaran, Antisipasi perundungan di sekolah, dll. Pada kondisi ini masyarakat atau orang tua dapat berperan sebagai narasumber, guru bantu, dan sebagainya.

(7) Peran serta dalam pengambilan keputusan, dimana masyarakat ataupun orangtua terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan (baik itu yang akademis maupun non akademis), terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana pengembangan sekolah.

Peran-peran tersebut di atas dapat dimaksimalkan, tergantung dengan kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi dan mengambil hati masyarakat. Ketulusan kepala sekolah dalam berupaya memajukan pendidikan pasti akan disambut dengan baik oleh masyarakat, karena di dalamnya tidak ada unsur memanfaatkan masyarakat untuk keperluan pribadi tetapi lebih ditujukan untuk perbaikan mutu pendidikan.

____________

* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan



Senin, 14 November 2022

Aspek Legal dalam Penyelenggaraan Event

 


ASPEK-ASPEK LEGAL DALAM PENYELENGGARAAN SEBUAH EVENT

Oleh: Hariyanto*

 

A.   Latar Belakang

Sebagai negara hukum, dan sebagai warga negara yang baik, maka seluruh aktivitas yang kita lakukan harus mematuhi aturan yang berlaku dan norma-norma yang ada di masyarakat. Penyelenggaraan sebuah event yang melibatkan publik, pasti akan rentan dengan masalah hukum. Karenanya penting bagi manajemen event untuk memahami tanggung jawab hukum. Harus dipahami bahwa pengorganisasian event akan berkaitan dengan masalah hukum. Beberapa contoh yang pada pembahasan tentang manajemen resiko seperti sepak bola yang ricuh disebabkan oleh penonton yang banyak dan tidak terkendali, konser musik yang berakhir dengan kericuhan, tawuran antar penonton, dll adalah hal yang bisa membawa manajemen event/ Event Organizer berurusan dengan hukum apalagi jika sampai menelan korban jiwa.

Hal-hal inilah yang sepatutnya diantisipasi dengan bijak oleh penyelenggara event. Sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi klien, penonton, sponsorship, dan Event Organizer itu sendiri. Terlebih kerugian bagi masyarakat luas jika terjadi sesuatu hal yang buruk terjadi. Terkait dengan aspek legalitas dari sebuah event, EO juga harus mempelajari dengan baik peraturan yang berlaku di setiap daerah tempat diselenggarakannya event. Setiap Pemerintah Daerah memiliki aturan yang bisa jadi berbeda. Dan yang terpenting adalah mematuhi aturan yang berlaku. Apa saja aspek legal yang terkait dengan event? Bagaimanakah langkah pengurusannya? Apa yag harus diperhatikan demi kelancaran sebuah event? Berikut akan dibahas secara lebih detail.

 

B.  Pembahasan

1.   Regulasi, Lisensi dan Perizinan

Regulasi merupakan suatu peraturan yang ditetapkan dalam melaksanakan suatu event sebagai bentuk pengendalian agar event berjalan dengan semestinya. Regulasi yang berlaku di setiap daerah dalam penyelenggaraan event tentunya berbeda-beda. Begitu juga dengan lisensi yang merujuk pada suatu ijin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu event oleh klien atau perusahaan lainya. Perizinan untuk kegiatan yang melibatkan kepolisian, dan dinas lainnya juga harus mendapatkan perhatian karena terkait dengan keamanan, keselamatan, kenyamanan dan kelancaran sebuah event. Beberapa informasi terkait proses perizinan di suatu tempat yang akan dilangsungkannya event. Misalnya:

1)  Kepolisian, terkait dengan izin keramaian dan pengamanan kerumunan yang diakibatkan oleh event tersebut, termasuk akses parkir bagi para pengunjung.

2)  Pemerintah daerah stempat, terkait dengan izin reklame, pemasangan umbul-umbul, penutupan jalan dll.

3)  Pengelola tempat, terkait dengan pemasangan stand, panggung, serta pagar pembatas.

4)  Regulasi kesehatan, terkait kawasan bebas rokok, kebersihan, ketersediaan toilet umum.

5)  Regulasi bangunan, terkait dengan pendirian perancah, tenda, atau alat berat lainnya sehubungan dengan event yang akan diselenggarakan.

6)  Otoritas kebakaran/Dinas Damkar, terkait dengan penanggulangan resiko kebakaran.

7)  Ruang public, terkait perizinan aktivitas public.

 

2.     Kontrak

Kontrak merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih mengenai sesuatu hal. Kontrak ini dimuat para pihak dengan semua hak dan kewajibannya. Terkait dengan event, manajemen event sebaiknya mengadakan kontrak yang tertulis dan memiliki dampak hukum yang mengikat kedua belah pihak. EO diharapkan membuat kontrak jangka panjang dengan stakeholder yang memainkan peran penting dalam penyelenggaraan event. Stakeholder yang dimaksud antara lain pihak-pihak yang terkait dengan kontrak. Misalnya Sponsor/para pemberi sponsor, Klien, Broadcast (penyiaran untuk publikasi), Venue, Talents dan Suppliers.

Beberapa jenis kontrak yang biasa dilakukan EO adalah:

1)   1) Entertainment Contract

Kontrak ini terjalin dengan pengisi acara papan atas, seperti actor/aktris/ musisi/artis yang memiliki beberapa syarat tertentu agar mau diundang di suatu event. Misalnya standar makanan/minuman yang harus disediakan, transportasi yang harus disediakan EO, akomodasi, dll diluar biaya performance dari talent tersebut. Oleh karena ini menyangkut hal yang penting, maka perlu didiskusikan sampai menemukan kata sepakat. EO juga harus cermat dalam menghitung dan negosiasi dengan pihak-pihak terkait sehingga acara berjalan lancar dan EO juga tidak mengalami kerugian akibat permintaan talent yang berlebihan oleh talent.

2)  2) Venue Contract

Kontrak ini terjalin antara EO dengan penyedia tempat event yang menyangkut hal-hal berikut:

(1)  Hak dan kewajiban jika terjadi kerusakan fasilitas pada lokasi event

(2)  Hak dan kewajiban terkait untuk pekerjaan tambahan untuk personel keamanan, kebersihan  dan perbaikan

(3)  Regulasi pembatalan, apakah ada kebijakan penalti atau pengembalian uang

(4)  Regulasi keterlambatan event,apakah ada kebijakan penalti atau sanksi lain

(5)  Pemberian beberapa tiket gratis bagi manajemen penyedia tempat event.

(6)  Persetujuan untuk pengaturan posisi signage.

3)  3) Sponsor contract

Kontrak ini terjalin antara EO dengan pihak sponsor, mencakup hal-hal sebagai berikut:

(1)  Hak dan kewajiban penggunaan merk dan logo pada materi promosi

(2)  Hak untuk mengontrol atau meninjau kualitas presentasi

(3)  Hak tambahan untuk staff dan tamu sponsor (pemberian tiket gratis)

(4)  Hak dan kewajiban serta regulasi sesuai kategori sponsor yang disepakati.

4)  4) Media broadcast contract, terjalin antara EO dengan media yang mencakup hal-hal sebagai berikut;

(1) Regulasi terkait siaran, frekuensi/seringnya siaran dan jangkauan siaran

(2) Regulas terkait dengan penyorotan dan pengulangan highlight event oleh media

(3) Regulasi terkait pembuatan merchandise melaui CD ROM, TV Kabel dan internet

(4) Regulasi terkait akses media ke area panggung dan backstage

(5) Regulasi terkait dengan penyebutan pihak-pihak yang berkepentingan melalui media

 

3.     Asuransi

yang dimaksud disini adalah jaminan barang atau sumber daya manusia selama masa persiapan, sampai event selesai dilaksanakan. Berikut beberapa yang yang ditanggungkan asuransi dalam sebuah event:

1)     Cuaca- kerusakan karena cuaca ekstrim, misalnya hujan lebat, badai, dll

2)    Kecelakaan Pribadi- Kecelakaan kerja staff/ volunteer

3)    Kewajiban public – kerusakan fasilita dan property

4)    Barang berharga- kehilangan atau kerusakan barang-barang yang berharga

5)    Kerusakan kendaraan atau kehilangan kendaraan yang diparkir di tempat parkir

6)    Peralatan khusus yang tidak disewakan – kerusakan asset pengelola event.

Pada beberapa kasus, EO ada yang tidak menjaminkan asuransi, bahkan staff atau volunteernya. Hal ini bisa disiasati dengan menjadikan syarat penerimaan staff atau volunteer adalah memiliki jaminan asuransi sendiri. Sehingga jika terjadi sesuatu , maka EO tidak menanggung beban biaya tetap ditaggung asuransi.

 

C.   Penutup

Keberhasilan suatu event tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor legal seperti perizinan, taatnya EO terhadap suatu regulasi, Kontrak yang benar dan disepakati oleh kedua belah pihak, ataupun pemenuhan asuransi terselenggaranya suatu event. Lebih dari itu ada kemampuan/ ketrampilan manajer event dan kekompakan yang dibangun di internal organisasi EO. Meskipun demikian sebagai warga negara yang taat hukum, maka aturan yang berlaku harus dipatuhi, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. karena jika aspek legalitas tidak terpenuhi, maka dampaknya juga akan fatal bagi EO dan event yang akan digelar.

 

Referensi:

Anton Shone, & Bryn Parry. (2019). Successful Event Management: A Practical Handbook, Fifth Edition. Hampshire: Annabel Ainscow.

Beloviene, Asta., Kinderis, Remigijus.,et all. (…) Event Management Handbook. Bulglaria: Varna Free University

Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. (2013). Manajemen Special Event.

Goldblatt, Joe. (2005). Special Event: Event Leadership for A New World.New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Hafidz, Ibnu, Novel. (2017). CEO: Chief Event Organizer.Yogyakarta:  Penerbit Gava Media

Krugman, Carol. & Wright, Rudy.R. (2007). Global meetings and exhibitions. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

Kusuma, Chusnu Syrifa Diah. (2016). Modul Manajemen Event.Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UNY.

Lyn Vandew Wagen. (2007). Human Resources Management  for Event. Burlington: Elsevier, Ltd.

Mason, John. (….). Event Management. Queensland: ACS Distance Education.

Rumerung, Jeaneta Josefin. (2018). Modul Event Organizer. Manado: Politeknik Negeri Manado

Silvers, Julia Rutherford. (2004). Professional Event Coordination. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Skinner, Bruce E. & Rukavina, Vladimir. (2003). Event Sponshorship. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Suseno, I.K (2005). Cara Pintar Jadi Event Organizer. Jogyakarta: Galang Press.

Wijaya, Serli.,Kristanti,Monika. Dkk. (2020). Manajemen Event: Konsep dan Aplikasi. Depok: Rajawali Pers.

 

__________

* Penulis adalah Direktur Penerbit CV. Pustaka El Queena

 


Rabu, 09 November 2022

Partisipasi Masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah

 


PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Oleh: Dr. Hariyanto*


Manajemen berbasis sekolah adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah, karyawan, orangtua siswa dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendididkan nasional (Kemendikbud, 2013). Manajemen berbasis sekolah ini berwujud karena model pengelolaan yang sebelumnya adalah sentralistik dan kurang mengedepankan semangat gotong royong dalam membangun pendidikan. Ikhtiar ini dimaksudkan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
    Dasar hukum dari diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 51 Ayat (1) dinyatakan bahwa: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.“ Pasal 50 Ayat (5) “Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Pentingnya partisipasi masyarakat dicantumkan dalam pasal 9 bahwa: “Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan” ditegaskan kembali dalam pasal 54 Ayat (1) dan (2) “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”; serta masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.”
    Berdasarkan penjelasan dan dasar hukum tersebut di atas, maka Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan sebagai perwujudan dari desentralisasi pendidikan yang melahirkan otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan yang diberikan di satuan pendidikan adalah otonomi sekolah. Dasar hukum tersebut secara eksplisit menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Terjadinya hubungan sekolah dengan masyarakat pertama kali muncul di Amerika Serikat, yaitu ketika itu masyarakat mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat, masyarakat sejak lama dianggap sebagai bagian penting dalam pendidikan (Mulyasa, 2013). Suryadi (2016) menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi sekolah dengan masyarakatnya sehingga keterlibatan masyarakat dalam sekolah telah memperoleh peran yang cukup besar, yang menempatkan masyarakat sebagai bagian dalam proses pendidikan yang berlangsung melalui wadah yang dinamakan komite sekolah atau dewan sekolah diharapkan bahwa para stakeholder pendidikan mengambil peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu memberikan yang terbaik bagi customer-nya.
Dasar hukum pembentukan komite sekolah adalah Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah yang mencabut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pertimbangan penetapan Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah adalah bahwa untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, perlu dilakukan revitalisasi tugas komite sekolah berdasarkan prinsip gotong royong.
Permendikbud 75 tahun 2016 ini menjelaskan tugas Komite Sekolah, diantaranya adalah (1) memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan; (2) menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif; (3) mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (4) menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah.
Sebagai upaya menjaga agar tugas komite sekolah ini dilaksanakan secara maksimal, maka diatur juga siapa saja yang bisa menjadi pengurus komite sekolah dan siapa saja yang tidak bisa diangkat sebagai pengurus komite sekolah. Yang bisa dimasukkan sebagai anggota Komite Sekolah antara lain orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada Sekolah yang bersangkutan, tokoh masyarakat, dan pakar pendidikan. Sedangkan yang tidak boleh diangkat sebagai anggota komite sekolah adalah yang berasal dari (1) unsur pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang bersangkutan, (2) penyelenggara Sekolah yang bersangkutan (3) pemerintah desa (4) forum koordinasi pimpinan kecamatan. (5) forum koordinasi pimpinan daerah (6) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan.
Komite Sekolah dengan berbagai tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Permendikbud No 75 tahun 2016 adalah salah satu wujud dari partisipasi masyarakat yang dapat dan sudah selayaknya diimplementasikan dalam manajemen berbasis sekolah. Hubungan antara masyarakat dengan sekolah, dunia usaha dan dunia industry dan unsur kemasyarakatan lainnya hendaknya selalu diupayakan oleh kepala sekolah dengan jajarannya agar diperoleh manfaat yang besar bagi peningkatan mutu pendidikan. Mulyasa (2013) menyatakan tujuan hubungan tersebut adalah untuk memajukan kualitas pembelajaran. Memperoleh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. Menggerakan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Tujuan yang lebih kongkrit hubungan antara sekolah dan masyarakat antara lain: (1) Guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik (2) Berperan dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sekaligus menjadi desakan yang dirasakan saat ini (3) berguna dalam mengmbangkan program-program sekolah kearah yang lebih maju dan lebih membumi agar dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan. (4) Mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak-anak.
Dengan demikian, segala program yang dilakukan dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus mengacu pada peningkatan kualitas tersebut di atas. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka persepsi masyarakat tentang sekolah akan dapat dibangun secara optimal. Sehingga sekolah mampu memberikan lulusan yang berkualitas dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang baik. Partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk mendorong masyarakat setempat supaya mereka merasa ”memiliki” sekolahnya dan lebih berperan dalam kegiatan sekolah. Partisipasi masyarakat sekolah yang baik dipadu dengan implementasi manajemen berbasis sekolah secara menyeluruh, dan semangat otonomi sekolah yang dilaksanakan oleh kepala sekolah beserta jajarannya yang kompeten dan professional, serta dukungan dari pemerintah daerah dan pusat akan dapat mempercepat peningkatan mutu pendidikan


_____________
* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

Jumat, 04 November 2022

Manajemen Kepemimpinan Transformasional

 

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA ORGANISASI
Oleh: Hariyanto

 

Beberapa pakar menyebut bahwa saat ini kita berada di Era super smart society (society 5.0). Smart Society 5.0 sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0. Pertumbuhan teknologi dan informasi yang sedemikian massif memberikan dampak yang positif sekaligus negatif kepada semua masyarakat. Meskipun demikian semua tergantung pada pengguna teknologinya yaitu manusia, apakah bisa memanfaatkan teknologi untuk kepentingannya ataukah justru dikendalikan oleh teknologi. Perubahan adalah suatu keniscayaan, maka memanfaatkan perubahan, beradaptasi dengan perubahan adalah sesuatu yang bisa dilakukan sepanjang hal tersebut memiliki dampak yang lebih baik.

Bagi lembaga pendidikan/organisasi/ institusi perubahan global ini tentu akan memiliki pengaruh terhadap keberadaan institusi/ organisasi. Sehingga menjadi sebuah keharusan untuk bisa bertahan bahkan berkembang lebih baik. Sebagai pemegang kunci atau kendali dari lembaga pendidikan adalah pemimpin/ manajer pendidikan. Apa yang seharusnya dilakukan menghadapi perubahan di era society 5.0? kepemimpinan yang seperti apa yang diperlukan? Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah dengan kepemimpinan transformasional.

Sebelum membahas tentang kepemimpinan transformasional, terlebih dulu kita pahami dulu pengertian kepemimpinan/ leadership yang sudah dibahas oleh beberapa ahli. Koontz & O’donnel (1984) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. George R. Terry (1960) berpendapat kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan bersama. Thoha (1983) mendefiniskan kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mengarahkan, membimbing dan memotivasi serta bersama-sama mengatasi permasalahan dalam proses mencapai tujuan organisasi.

Dalam rangka mempengaruhi bawahan tersebut, maka seorang pemimpin haruslah memiliki modal yang cukup seperti intelegensi dan seperangkat kompetensi untuk memimpin. Terdapat beberapa hal yang bisa mempengaruhi proses kepemimpinannya seperti karakteristik pribadi pemimpin, kelompok yang dipimpin, situasi, yang berupa situasi manusia, fisik, dan waktu. Karena itu diperlukan kemampuan kepemimpinan yang memadahi, termasuk mengimplementasikan kepemimpinan transformasional

Kepemimpinan transformasional hadir dan dapat diandalkan untuk menyambut perubahan global saat ini. Kepemimpinan transformasional merupakan teori yang dihasilkan Bass (1981, 2006) yang dibangun atas gagasan awal Burns (1978). Menurut Bass (2006), tingkat transformasional seorang pemimpin diukur dari hubungan antara efek pemimpin tersebut terhadap bawahan. Kepemimpinan transformasional tidak hanya meningkatkan kinerja individu dan kelompok, juga dapat mengurangi perilaku kerja kontraproduktif. Hal ini dikarenakan pemimpin mampu menciptakan bawahan yang berkomitmen untuk mencapai tujuan bersama. Ketika individu sudah berkomitmen untuk bersama-sama membangun organisasinya/ institusinya, ditambah dengan rasa percaya yang tinggi terhadap pimpinannya, hormat terhadap perilaku kepemimpinan yang baik, keteladanan yang dicontohkan oleh pimpinan, maka secara maksimal dia akan berkerja dan akan lebih produktif dan mengarah pada pencapaian visi, misi, tujuan dari organisasi/ lembaga pendidikan tersebut.

Singkatnya, Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan, mewujudkan pencapaian visi, misi tersebut dengan tindakan yang nyata,  dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi, mempelopori perubahan tersebut ke dalam organisasi, mempelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif serta membangun team work yang solid, membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja manajemen, berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi.

Wiyono (2013) memberikan indikator yang lebih konkrit mengenai pemimpin yang transformasional, yaitu (1) Pembaharu, seorang pemimpin harus selalu berinovasi, menghadirkan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi organisasinya. Program kerjanya tidak sekedar copy paste dari program kerja tahun-tahun sebelumya, tetapi betul-betul ada perubahan yang signifikan yang merupakan dari penciptaan inovasi. (2) Memberi teladan, Seorang pemimpin harus bisa diteladani sikapnya dalam memimpin di organisasinya/ sekolah, diteladani dari sikapnya secara pribadi, di keluarga bahkan di masyarakat. (3) mendorong kierja bawahan, selalu memberikan motivasi, menganggap bawahan juga adalah partner dalam bekerja, meskipun secara structural adalah atasan dan bawahan, tetapi dalam pencapaian kinerja hakikatnya adalah sebuah team yang harus solid. (4) Bertindak atas sistem nilai, Meskipun menjadi seorang pemimpin sikap dan tindakan, kebijakan yang dilaksanakan haruslah sesuai dengan norma-norma yang berlaku, sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungan sekolah/ organisasi ataupun peraturan perundangan yang berlaku. (5) Meningkatkan kemampuan terus menerus. Hal ini sangat diperlukan, mengingat perubahan sangat cepat terjadi di sekeliling kita. Jika sekolah/ organisasi yang dipimpin hanya diam di tempat, sementara sekolah/ organisasi di sekitar sudah berlari, maka bisa dipastikan bahwa sekolah pelan namun pasti akan kehilangan trust dari customernya.

Pendapat yang lain tentang karakteristik pemimpin transformasional adalah dari Michigan University. Bahwa terdapat 7 ciri yang harus dimiliki, yaitu: (1) Openness to New Thinking. Keterbukaan atas ide-ide atau gagasan baru. (2) Talent for Broadening Minds, memperluas wawasan, (3) Commitment to Active Listening, memiliki komitmen untuk mendengarkan pendapat/ gagasan/ kritik dari pihak manapun sepanjang positif dan logis, (4) Willingness to Accept Responsibility, kesediaan untuk bertanggung jawab.dan (5)  Trust in team members,  berikan otonomi atau kewenangan kepada bawahan untuk memberikan kemampuan terbaiknya untuk menyelesaikan pekerjaannya. (6) Ability to Inspire Participation Tentu saja seorang pemimpin harus punya kemampuan untuk membangkitkan partisipasi dari bawahan.

Berdasarkan uraian di atas, sudah selayaknyalah seorang pimpinan transformasional di era revolusi industri 4.0 itu membekali diri harus memiliki 4C yaitu critical thinking, creativity, communication, dan collaboration. Bekal tersebut selanjutnya diimplementasikan selama dia menjabat sebagai seorang pimpinan. Dengan demikian diharapkan institusi yang dipimpin akan bergerak maju beriringan dengan perubahan global yang terjadi saat ini.

_____________

* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan

 

Hariyanto, Penulis