f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Jumat, 27 Januari 2023

BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHONNYA

 

Tri Handayani, S.Psi (Penulis)

BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHONNYA
Oleh: Tri Handayani, S.Psi

Anak adalah permata titipan Tuhan. Ibarat kertas putih yang kosong tanpa goresan tinta ketika awal dia dilahirkan ke dunia. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab membimbingnya menjadi pribadi yang baik dan kuat dari sisi fisik maupun psikisnya. Orang tua bertugas mempersiapkan anak untuk mampu mengambil sikap dan perilaku yang tepat dalam setiap peristiwa dan kondisi, baik dan buruk.
---Tri Handayani, S.Psi---

 Peribahasa lama ini memiliki nilai makna yang dalam, karena kondisi yang termanisfestasi pada setiap orang akan berbeda. Peribahasa ini banyak digunakan untuk menyebutkan kemiripan antara orang tua dengan anaknya. Kemiripan ini bukan hanya berupa bentuk fisik, namun sifat dan tingkah laku. Timbul sebuah pertanyaan, apakah segala hal yang ada pada diri orang tua itu menurun kepada anaknya?

Keluarga adalah lembaga pertama bagi anak untuk belajar. Pusat dari semuanya berawal. Orang tua sebagai “orang penting” bagi kehidupan anak. Jadi apakah semua hal pada diri orang tua itu menurun pada anak, jawabannya tidak bisa dikatakan seratus persen seluruhnya. Satu item yang tidak bisa di rubah adalah sifat. Sifat orang tua secara otomatis akan menurun kepada anak.. sedangkan sikap, pola pikir, perilaku, karakter bisa terbentuk melalui pendidikan, pembelajaran seiring berjalannya waktu.

Jadi, bisa dikatakan bahwa sikap, pola pikir, perilaku maupun karakter pada anak akan di pengaruhi oleh orang-orang penting yang hadir di seputar kehidupan anak. Artinya istilah ini bukan lagi mengacu pada ’menurun”, tetapi lebih pada istilah “Belajar” Belajar di dalam lingkungan sosial anak. (Pembelajaran sosial)

Jika orang tua secara penuh membersamai anak, maka secara tidak langsung anak akan belajar bagaimana sikap, pola pikir dan perilaku orang tua. Nilai-nilai itu akan terinternalisasi juga di dalam diri anak. Betapa pentingnya masa ini bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai positif agar terbentuk konsep diri yang kuat dalam pribadi anak.

Anak melihat apa yang dilakukan oleh orang tua. Anak juga mendengar apa yang di bicarakan oleh orang tua. Anak juga belajar memahami atas setiap sikap dan perilaku yang dimunculkan oleh orang tua atas setiap peristiwa, kondisi, maupun orang lain. Nilai yang ada di dalamnya akan melekat dalam diri anak dan menjadi sebuah konsep pribadi yang kurang lebih sama dengan orang tua. Maka pembelajaran sosial ini berjalan seiring dengan petumbuhan dan perkembangan anak.

Anak-anak yang selalu optimis, percaya diri, bertanggung jawab ataupun anak-anak yang selalu mengeluh dan menyalahkan orang lain, situasi, kondisi pun juga terbentuk dari pembelajaran sosial di keluarganya, terutama orang tua. Dukungan, support, doa bahkan evaluasi yang berkesinambungan akan membantu perkembangan anak kearah yang lebih baik.  

Lalu, apakah proses internalisasi tersebut sudah harga mati dan tidak akan bisa berubah? Jawabnya Tidak. Lingkungan sosial di luar keluarga juga sangat berpengaruh besar terhadap terbentuknya konsep diri anak. Pendidikan, lingkungan bermain, aktivitas ekstra yang di gemari anak pun ikut memberi warna pada perkembangan anak. Ini pun tidak lepas dari kemungkinan berdampak positif atau negatif. Hal ini kembali lagi pada penanaman pondasi awal pembelajaran sosial di lingkungan keluarga. Lingkungan sosial di luar keluarga di mana anak juga menghabiskan waktunya menuntut orang tua tetap awas dan waspada akan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Apalagi saat ini pengaruh sosial juga datang dari kecanggihan teknologi. Aktivitas dunia maya pun ikut mewarnai perkembangan hati dan pikiran anak. Orang tua harus mampu menjalin komunikasi dan hubungan yang hangat dengan anak. Sehingga mereka akan merasa lebih nyaman, dimengerti dan mampu mengekspresikan setiap informasi yang dia dapatkan secara positif. Terbentuknya hubungan dan komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak akan membawa dampak baik pula dalam konsep diri anak. Hal ini pun akan berpengaruh besar pula terhadap sikap, perilaku anak.

Jadi, esensinya, sumbangsih terbesar terbentuknya sikap, perilaku karakter anak adalah peran orang tua sebagai center pembelajaran sosial anak. Orang tua harus faham kapan berperan sebagai filter dan konduktor bagi anak agar berkembang lebih baik dari waktu ke waktu. Tanpa menghambat imajinasi , inisiatif dan inovasi anak. Walaupun lingkungan sosial juga ikut berperan besar, tetapi semua tetap akan kembali kepada orang tua sebagai sosok panutan anak. Peribahasa di atas menjadi semacam tolok ukur bagi peran serta orang tua dalam masa perkembangan anak. Betapa orang tua itu adalah sosok  yang teramat penting bagi anak. Sebagai muara baik buruknya sikap, karakter maupun perilaku anak.  Hasilnya akan terbawa sampai anak dewasa. Semuanya akan teruji oleh waktu.

----------------------------------

* Penulis adalah pemerhati di bidang perkembangan anak



Rabu, 25 Januari 2023

TIPS MEMILIH SEKOLAH DAN KAMPUS YANG IDEAL

 

Marketing atau pemasaran lazimnya disematkan untuk produk-produk barang saja, produksi, penjualan dan pemasaran barang yang dilakukan oleh perusahaan. Tidak heran beberapa strategi mereka terapkan, mulai dari pemasangan iklan, pemberian discount, promosi di website perusahaan, media sosial, dll. Biaya yang dikeluarkan pun cukup besar. Semua usaha tersebut dilakukan untuk menarik konsumen agar banyak menggunakan produk yang dipasarkan. Tujuannya adalah angka penjualan akan meningkat, dan akhirnya keuntungan yang diperoleh perusahaan juga akan meningkat.

Bagaimana dengan bidang pendidikan? apakah bidang pendidikan juga sudah bermetamorfosis menjadi bidang industri? Pertanyaan tersebut memang cukup debatable. Karena itu, cukup bijak apabila kita terlebih dulu mengesampingkan hal tersebut, dan kita telaah dari sudut pandang marketing atau pemasaran yang saat ini sangat gencar dilakukan oleh lembaga pendidikan di semua jenjang mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Selanjutnya nanti baru mengambil kesimpulan masing-masing.

Pada setiap musim Penerimaan Pesera Didik Baru (PPDB) yang jadwalnya bagi sekolah negeri ditetapkan oleh dinas pendidikan setempat, sudah mulai terasa aroma persaingan antar sekolah. Beberapa sekolah malah sudah ambil start untuk penerimaan peserta didik baru. Kebanyakan sekolah swasta yang melakukan hal ini, meskipun ada juga sekolah negeri yang mengikuti. Maklumlah eksistensi sekolah swasta ditentukan oleh faktor dominan yaitu jumlah siswa. Maka, bisa kita lihat beberapa brosur di media sosial dengan dalih nama program indent, Pra PPDB dll. Tidak cukup itu saja, Sekolah swasta juga sudah menyusun kepanitiaan PPDB sejak dimulainya tahun ajaran baru, sehingga mereka lebih leluasa untuk persiapan dan mengatur strategi. Ada juga tim yang dibentuk mulai bergerak melalui pendekatan kepada sekolah di jenjang dibawahnya. Mengadakan event berupa lomba akademik maupun non akademik. Dengan upaya ini diharapkan akan banyak calon siswa baru yang akan melanjutkan di sekolah tersebut.

Bagaimana dengan perguruan tinggi? Tentu Sekolah saja tidak jauh beda. Hanya obyek jualannya akan berbeda, sasarannya juga berbeda yaitu para siswa siswi SMA/SMK sederajat. Dalam dunia pemasaran hal-hal yang sebagaimana tersebut di atas adalah sah-sah saja, karena untuk memperkenalkan lembaga pendidikan harus secara simultan. Mari kita bandingkan kampus-kampus ternama di dunia, Harvard University, Stanford University, University of Oxford di Inggris, California Institute of Technology di Amerika Serikat yang sudah terkenal mendunia saja masih gencar melakukan promosi melalui website resmi perguruan tingginya, dan berbagai cara agar lebih dikenal oleh masyarakat dunia. Begitu juga beberapa perguruan tinggi di Indonesia, hampir semua tidak hanya menggunakan website kampus tetapi juga media sosial.

Dengan semakin banyaknya arus informasi yang beredar tentang penerimaan siswa baru/ penerimaan mahasiswa baru, hal ini kadang membuat bingung untuk menentukan mana lembaga pendidikan yang sesuai. Bagaimana siswa dan orang tua bijak memilih perguruan tinggi/ sekolah yang tepat untuk anak-anaknya? Berikut kami berikan beberapa tips:

  • Lakukan survey pendahuluan melalui website resmi sekolah/ kampus. Orang tua dapat menilai fasilitas dan kegiatan yang diupdate di website sekolah. Seperti program ekstrakurikuler, organisasi kemahasiswaan, beberapa prestasi yang pernah diperoleh oleh lembaga ataupun oleh peserta didik/ mahasiswanya;
  • Lihat SDMnya (guru/dosen/tenaga kependidikan), dengan melihat jenjang pendidikan dan kompetensi SDM yang ada di sekolah/kampus. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karya atau penghargaan yang diperoleh oleh SDMnya.
  • Datanglah ke sekolah/ kampus, cari informasi langsung dari panitia/ kepala sekolah. Cara ini lebih baik sehingga mendapatkan gambaran yang utuh tentang sekolah/ kampus tersebut.
  • Orang tua dapat melihat jumlah siswa, dan informasi lainnya di Dapodik. Untuk perguruan tinggi bisa mengakses di PDPT (pangkalan data perguruan tinggi). Disitu dapat diperoleh informasi tentang nama dosen, latar belakang pendidikan, jumlah mahasiswa, dll.
  • Tidak dapat dipungkiri akreditasi perguruan tinggi/ program studi/ sekolah merupakan tolok ukur dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam pengelolaan pendidikan. Tentu saja dengan persepsi bahwa BANS/M, BAN PT/ LAM sudah melakukan penilaian yang obyektif sesuai dengan standar yang ditetapkan.
  • Ketika berkunjung ke sekolah/ kampus, orang tua dapat melihat fasilitas, sarana prasarana yang dimiliki untuk mendukung kegiatan pembelajaran/ perkuliahan. Pastikan semua tercukupi untuk anak anda yang akan belajar di tempat tersebut.
  • Biaya Pendidikan, ini menjadi sangat penting karena harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Berbagai fasilitas beasiswa biasanya ditawarkan oleh pihak sekolah/kampus. Tetapi sebagai orang tua, anda juga harus pastikan dulu bagaimana mekanisme mendapatkan beasiswa, berapa biaya pendidikan yang harus ditanggung, dll. 
  • Bagi calon mahasiswa, pastika dulu anda mengambil jurusan/ program studi yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Jangan sampai setelah masuk kuliah, kemudian menyesal dan menganggap bahwa anda salah masuk jurusan, akibatnya adalah tidak termotivasi untuk belajar.
  • Calon mahasiswa dan orang tua dapat mencari informasi kurikulum yang akan digunakan sesuai dengan jurusan yang akan diambil. Sebaran mata kuliah dan beban sks bisa menggambarkan seperangkat kompetensi yang akan diperoleh jika nanti akan kuliah di jurusan tersebut.
  • Biaya hidup dan lingkungan di sekitar kampus juga perlu diperhatikan. Hal ini penting bagi calon mahasiswa yang akan kost atau kontrak rumah jauh dari tempat tinggal/ orang tua.

Demikianlah beberapa tips yang bisa dilakukan agar mendapatkan sekolah yang ideal, sekolah/ kampus yang sesuai dengan kemampuan dan minat calon peserta didik, termasuk sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua.

Jumat, 13 Januari 2023

Ratusan Remaja Mengajukan Dispensasi Kawin: Sarana Muhasabah bagi Lembaga Pendidikan?

 

Dr. Hariyanto (Penulis)

Ratusan Remaja Mengajukan Dispensasi Kawin:
Sarana Muhasabah Bagi Lembaga Pendidikan?

Akhir-akhir ini jagat media sosial dihebohkan dengan berita tentang ratusan pelajar yang mengajukan dispensasi kawin di Ponorogo. Berita di media sosial tersebut dipertegas lagi dalam berita di televisi. Apakah hanya terjadi di Ponorogo? tentu saja tidak dispensasi kawin, begitu istilah yang digunakan juga berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Pengadilan Agama yang akan menerbitkan dispensasi kawin tersebut dengan mekanisme dan aturan tertentu. Dispensasi kawin merupakan pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Kewenangan pengadilan untuk memberikan dispensasi kawin tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Disebutkan bahwa minimal perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun sebagai hasil pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Dilansir dari website www.pa-ponorogo.go.id diketahui bahwa pada tahun 2021 terdapat 266 jumlah perkara dispensasi kawin. Sedangkan pada tahun Tahun 2022 masih terdapat 184 perkara.

Ratusan remaja yang mengajukan dispensasi kawin inilah yang ditengarai menjadi berita heboh, dan menjadi trending topic seolah mereka yang mengajukan tersebut semuanya adalah pelajar dan mengalami “hamil di luar nikah”.  Meskipun memang ada sebagian dari jumlah tersebut adalah pelajar yang masih duduk di SMP dan SMA atau sederajat. Berapapun jumlahnya pernikahan dini ini, tetapi jika seharusnya mereka masih duduk di bangku sekolah, maka terdapat banyak hal yang harusnya menjadi perenungan semua pihak baik pemerintah, sekolah, orang tua maupun lembaga/ organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki kepedulian dalam bidang pendidikan.

Penguatan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011). Pendidikan baik di sekolah maupun di rumah harus mampu mengarahkan dan membentuk karakter anak. Apalagi sekarang ini banyak sekali kasus-kasus yang terjadi. Seperti kenakalan remaja, tawuran, asusila, juga narkoba yang semakin marak merusak kehidupan remaja. Secara teoritis memang mudah disampaikan, tetapi praktiknya ternyata tidak mudah. Tindak asusila yang dilakukan remaja, selanjutnya mengajukan dispensasi kawin sebagaimana disebutkan di atas merupakan bukti bahwa penguatan pendidikan karakter di sekolah dan masyarakat harus terus dilakukan. Tentu saja tidak bijak jika adanya kasus tersebut kemudian menjadikan sekolah sebagai satu-satunya kambing hitam. Karena masalah ini terjadi dikarenakan ada penyebab lain yang harus kita cari dan dibenahi bersama.

 Pendidikan Keagamaan

Pendidikan agama dianggap paling mampu dalam membentuk karakter anak. Menjadikan anak berahlak mulia. Tanggung jawab ini tentu tidak hanya menjadi lembaga pendidikan keagamaan, atau organisasi masyarakat keagamaan saja. Pemerintah , DPR juga turut memiliki andil besar dalam pengambilan kebijakan terkait. Saat ini sekolah yang memiliki otonomi dalam pengelolaannya banyak yang sudah menerapkan muatan keagamaan yang lebih, bahkan sebagai magnet keunggulan sekolah. Misalnya: Baca Tulis Qur’an, Tahfidz Qur’an, bahkan sudah ada sekolah yang mengharuskan peserta didiknya menghafal beberapa juz sebelum lulus sekolah tersebut. Kebijakan seperti ini cenderung mendapatkan dukungan dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya jumlah peserta didik yang bersekolah di sekolah semacam ini. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan tertentu, misalnya dalam bentuk peraturan bupati/wali kota yang mengharuskan peserta didik muslim harus hafal juz 30 sebelum dinyatakan lulus kelas VI SD, dan seterusnya sesuai jenjang pendidikannya. Tentu saja kebijakan tersebut harus diimbangi dengan para guru yang selalu siap menjadi figur yang dapat diteladani murid-muridnya.

 Penguatan Peran Orang Tua dalam Pendidikan

Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik anak-anaknya. Sinergi orang tua dengan lembaga pendidikan seharusnya dibangun kuat. Saling melengkapi dan saling menguntungkan. Tidak boleh orang tua hanya menyerahkan urusan pendidikan hanya kepada sekolah dengan dalih sudah membayar biaya pendidikan. Visi masa depan anak dipersiapkan oleh orang tua, usaha orang tua yang dibantu para guru di sekolah, lingkungan masyarakat dan tentu saja pada anak itu sendiri. Dari jumlah 184 remaja tersebut tentu tidak semua berasal dari keluarga yang lengkap kedua orang tua. Bisa jadi orang tuanya sudah meninggal sehingga pengasuhannya oleh kakek/ neneknya, bisa jadi karena orang tuanya merantau ke luar negeri, sehingga semua kebutuhan ekonomi tercukupi, tetapi secara psikologis kebutuhan anak tidak terpenuhi. Kondisi tersebut menyebabkan anak mencari perhatian dengan cara yang salah. Jika kedua orang tua masih ada, maka sangat memungkinkan karena cara pengasuhan yang kurang tepat, komunikasi tidak dibangun dengan anak secara baik. Waktu yang diberikan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang dianggap oleh anak masih kurang. Implementasi nilai-nilai keagamaan tidak diterapkan dengan baik di rumah. Orang tua gagal menjadi figure yang bisa diteladani anak dalam menjalankan perintah agamanya. Karena itu, saatnya bagi semua orang tua untuk megevaluasi pengasuhannya kepada anak-anaknya. Pendidikan di rumah dari orang tua adalah kesinambungan dengan pendidikan yang diterapkan di sekolah.

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Kerjasama pemerintah dan masyarakat perlu dibangun. Tidak mudah menyadarkan masyarakat, tetapi bukan berarti tidak bisa. Pendekatan kepada beberapa tokoh masyarakat untuk dijadikan corong pemerintah dalam pendidikan dan menyadarkan masyarakat  bahwa masa depan Indonesia ini tergantung pada generasi saat ini. Generasi yang cerdas tetapi juga tidak lupa dan tetap menghormati norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Dinas kesehatan, BKKBN, Dinas Pendidikan, Kementeriaan Agama, Yayasan penyelenggara pendidikan, dan organisasi lainnya tidak boleh surut dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat akan dampak pernikahan yang masih dibawah umur, BKKBN dan Dinas Kesehatan melalui program-program kerjanya dapat secara terjadwal untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Begitu juga dengan kalangan pendidikan tinggi, dapat melibatkan dosennya untuk keperluan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang relevan.

Keberhasilan upaya beberapa pihak tersebut diatas dapat diketahui dengan cara yang mudah, yaitu apabila terjadi penurunan yang signifikan atas jumlah dispensasi kawin pada akhir tahun 2023. Semoga...  (HAR, 14/1/23)


PERANTAUAN: TEMPAT YANG MENDEWASAKAN

Kata merantau seringkali kita dengar di masyarakat. secara sederhana dapat didefinisikan merantau adalah meninggalkan tempat tinggal menuju tempat yang lain untuk tujuan bekerja, mendapatkan pendidikan, untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik dari segi ekonomi maupun sosial, dalam jangka waktu yang lama. Seringkali untuk mengawali merantau, meninggalkan kampung halaman, sanak saudara, teman-teman, merupakan hal yang berat. Tetapi tekad yang kuat, kondisi yang dirasa kurang sejahtera, keberhasilan dan kesuksesan orang lain setelah merantau, bisa memacu keberanian diri untuk merantau di luar daerah asalnya bahkan sampau luar negeri.


Apa yang harus dipersiapkan untuk merantau? pertanyaan seperti ini kerap menjadi pertayaan bagi calon perantau. Yang harus dipersiapkan adalah:
(1) Mental: Siapkan mental, camkan dalam benak pikiran bahwa kamu adalah seorang perantau yang handal, ulet, pantang menyerah, optimis bahwa di tempat yang baru kamu akan meraih keberhasilan sebagaimana yang kamu inginkan. disinilah mimpi masa depanmu akan bermula.
(2) Siap menghadapi tantangan; Jangan pernah menduga bahwa merantau itu hal yang mudah, maka persiapkan dirimu untuk menghadapi segala kesulitan. dengan demikian kamu tidak akan mudah patah arang di tanah perantauan.
(3) Pelajari budaya di tanah rantau; Ingatlah peribahasa ini, "Dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung," sehingga hormati budaya di tanah rantau. 

Manfaat Merantau
Apa saja manfaat merantau? bagi kamu yang sudah merantau pasti sudah merasakan manfaatnya. tetapi bagi kamu yang akan memulai untuk merantau, maka manfaat berikut ini yang akan kamu dapatkan:
(1) Memiliki kemampuan untuk beradaptasi di lingkungan yang baru
(2) menghargai perbedaan sosial, agama, suku, ekonomi, pendapat dll. dengan menghargai perbedaan ini seorang perantau tidak akan menjadi orang yang terlalu fanatik, tidak membuka diri dari masukan dan pendapat orang lain.
(3) Meningkatkan kemampuan menjadi pribadi yang mandiri. tidak tergantung kepada orang tua/ keluarga. 
(4) Memperluas jaringan pertemanan, dengan sendirinya peluang berwirausaha juga semakin besar karena network yang dibangun di tanah perantauan.
(5) Mendapatkan tantangan dan pengalaman baru yang menarik dan bermanfaat untuk masa depan.
(6) Meningkatkan kemampuan manajemen diri, khususnya manajemen keuangan
(7) Menyadari pentingnya keluarga. Hidup di tanah perantauan yang jauh dari keluarga tentu akan mengakibatkan rasa kangen/ rindu dengan keluarga. kondisi inilah yang bisa menyadarkan betapa pentingnya keluarga.
(8) Menjadi pribadi yang pandai bersyukur. Jika kehidupan di perantauan ternyata lebih baik dari sebelumnya, maka dengan sendirinya keberhasilan itu erlu disyukuri.



Hasil Merantau
(1) Bagi kamu yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa yang merantau jauh untuk menuntut ilmu, maka hasil yang diperoleh dari merantau adalah bertambahnya pengetahuan, sikap yang lebih positif dan ketrampilan yang lebih baik untuk bekal hidup di masyarakat.
(2) Bagi kamu yang merantau untuk bekerja, maka selain yang tersebut pada nomor satu juga harusnya mendapatkan perbaikan taraf kesejahteraan, peningkatan taraf ekonomi dibandingkan kondisi sebelumnya. 
(3) Mampu memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri bahkan keluarga
(4) Menjadi bagian dari solusi dari tiap masalah yang dihadapi
(5) Bisa membalas budi atas jasa orang tua, sebagai bukti bakti anak kepada orang tuanya. (HAR, 13/1/23)

Kamis, 12 Januari 2023

MAKNA FILOSOFIS UANG KOIN

 Oleh: Afrilia Eka Prasetyawati

"Sudah disiapkan semua buku-buku untuk pelajaran hari ini?" tanya bunda kepada kedua putrinya yang masih sibuk memakai baju seragamnya.
"Sudah bun.." Jawab kakak sambil membawa tas dan meletakkannya di ruang tamu.
Sementara adiknya masih sibuk mencari sesuatu dalam tasnya, 
"Nyari apa sih dik?" tanya bunda.
"Ini lho Bund, kemarin ada surat pemberitahuan dari sekolah kalau hari ini diminta iuran untuk korban gempa bumi Cianjur, tapi lupa aku naruhnya." Jawab adik.
"ooo.. ya sudah kalau itu bunda sudah tahu dari group WA wali kelasmu," sahut bunda
"Ya sudah, sekarang sarapan dulu, nanti bunda siapkan uangnya." lanjut bunda.
"Nggak--nggak, kakak tidak mau kalau bunda yang nyiapin, minta Ayah saja." Sahut kakak dengan ekspresi kurang manis.
"lho... kenapa?" Ayah menyela pembicaraan mereka.
"Ini lho yah... bunda ini kalau ngasih mesti uang koin, bayangkan kalau kita iuran Rp. 10.000 semua pecahan 500 an kan berat Yah, malu juga ngumpulin ke pak Guru." Kata Kakak protes.
"Benar Yah..!" tegas Adik.
Ayah hanya tersenyum melihat ekspresi dua buah hatinya. kemudian menyeruput secangkir teh manis yang masih hangat di meja.
"Kakak atau adik tidak tanya kepada bunda selalu memberi uang koin itu?" tanya Ayah.
"Ya.. nggaklah, nanti kalau protes malah tidak dikasih uang. Masak uang saku juga pakai koin, iuran kelas pakai koin, semua pakai koin, kan masih punya uang kertas." Balas adik sambil memajukan jurus bibirnya maju 5 centimeter.
" ya.. Sudah sudah, protesnya nanti saja. sekarang sarapan pagi dulu, nanti Bunda kasih tahu alasannya." Jawab bunda sambil menghidangkan 2 piring nasi legkap dengan sayur dan ayam goreng crispy kesukaan anak-anak.


Setelah selesai sarapan pagi bersama, masih ada waktu 30 menit lagi untuk bersantai sebelum berangkat ke sekolah, begitu juga dengan ayah dan bunda untuk berangkat kerja. Sambil menunggu waktu berangkat, bunda memberikan 2 amplop yang berisi uang untuk infaq bencana alam di Cianjur.

"Jadi kenapa Bunda harus memberi koin padahal uang kertas juga ada?" tanya kakak penasaran.

"Dengarkan baik-baik ya... ada makna tersembunyi, ada maksud yang hendak bunda sampaikan dari pemberian uang koin itu." Jawab bunda serius, sambil duduk disamping ayah.
"1. Uang koin itu lebih awet, tahan air, tahan panas juga. Bahkan tertimbun ditanah pun tinggal dibersihkan masih bisa dimanfaatkan untuk jual beli lagi. Maksudnya, Jika kalian ingin menjadi orang-orang yang bermanfaat maka harus tangguh, ulet, tahan banting, tidak mudah menyerah.
2. Meskipun uang koin itu hanya lima ratus rupiah, atau 100 rupiah, tapi itu memiliki nilai. uang satu Milyar pun tidak akan genap menjadi satu milyar jika kurang 100 rupiah. artinya dalam kehidupan sehari-hari kamu harus menghargai sekecil apapun jasa kebaikan yang diberikan oleh orang lain. selain itu jangan memandang besarnya tapi nilainya.
3. Terkadang orang menganggap uang receh/ koin itu tidak berharga, sehingga kalau ada orang ngamen diberikan yang koin, dan anehnya tidak merasa keberatan. nah.. disitulah kita bisa berlatih keikhlasan. Kalau suatu saat kalian sudah bekerja dan bershodaqoh, jangan koin seperti ini tapi yang jumlahnya lebih besar dan yang lebih penting harus ikhlas." Penjelasan bunda panjang lebar.

Anak-anak hanya mengangguk-angguk saja. "ya bun, saya paham." Respon kakak melegakan bunda.
" Nah.. sekarang giliran ayah menjelaskan." kata ayah sambil mengambil mengambil satu buah koin.

" Adik.., tahu nggak uang koin ini ada berapa sisi?". Tanya ayah pada adik
"tentu dua sisi donk yah... masak gitu aja ditanyain." Jawab adik sambil bersandar di punda Ayah.
"Pinter... kalau salah satu sisinya ini dihapus atau hilang masih laku tidak uang ini?" 
"Tidak laku Yah.. gak ada yang mau nerima kalau dibelikan sesuatu." Jawab kakak.
"Benar sekali...ini adalah sebuah perumpamaan. Uang koin yang memiliki dua sisi ini, ibarat amal dan keihlasan. Amal yang tidak didasari keikhlasan akan sia-sia tidak ada artinya. begitu juga keikhlasan tanpa Amal juga tidak akan ada faedahnya." Papar Ayah sambil serius memandang kedua putrinya.

Kedua putrinya hanya mengangguk-angguk. Kakak barangkali sudah bisa memahami penjelasan ayahnya, tetapi si adik karena baru kelas dua SD mungkin masih memerlukan waktu untuk memahami maksudnya. Tetapi paling tidak pagi ini sebelum berangkat sekolah anak-anak sudah mendapatkan pelajaran berharga untuk bekal masa depannya. (AEP, 12/01/23)





Rabu, 11 Januari 2023

MENGUKUR KEBERHASILAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK

 

Siang itu cuaca sangat terik. beberapa hari ini memang tidak hujan, hanya mendung saja di malam hari. Seperti biasa pada jam 14.00 saya harus menjemput putri saya di sebuah SD swasta yang cukup terkenal di kota Ponorogo. Kelas I dan kelas II pulangnya pukul 14.00, sedangkan untuk kelas III sampai kelas VI pulangnya pukul 15.30. maklumlah sekolah ini termasuk full day school. Antusiasme orang tua menyekolahkan anaknya di SD ini begitu tinggi. Pukul 14.10 saya sudah sampai di sekolah, halaman sekolah sudah dipenuhi kendaraan roda 4 dan roda 2, para orang tua duduk-duduk di bawah pohon yang rindang di halaman sekolah yang juga difungsikan sebagai lapangan futsal oleh anak-anak SD. Beberapa siswa sudah pulang dijemput oleh orang tuanya.

Seperti biasa, saya menghampiri beberapa orang tua untuk sekedar ngobrol dan untuk menjalin keakraban dengan mereka karena setiap kali menjemput anak-anak, seringkali berjumpa. Kami pun berbicara banyak hal tentang keluhan pengasuhan, cerita kehebatan anak-anak, dll. Beberapa ibu-ibu masih duduk-duduk di atas motornya. Sementara anak-anak laki-laki malah asyik bermain bola plastik di halaman tanpa menghiraukan orang tua yang ada di tepian lapangan tersebut.

Ada hal menarik yang terjadi saat itu. Ketika anak-anak main bola. seorang anak laki-laki bertumbuh gempal, mungkin dia kelas 3 atau 4 sedang berancang-ancang melakukan tendangan sudut. beberapa yang lain berkerumun di depan gawang. penjaga gawang yang bertubuh kurus itu pun bersiap mengamankan gawangnya. Sesaat kemudian dengan sekuat tenaga tendangan sudut dilakukan. dan... apa yang terjadi? tendangan itu melesat keras tidak menuju ke arah gawang, tetapi melebar dan mengenai kepala seorang ibu yang sedang duduk di atas motor di belakang gawang. Beruntung ibu tersebut masih mengenakan helmetnya. Seketika anak yang menendang bola tersebut terpaku, sementara teman-temannya yang lain malah mengolok-oloknya. 

Apa yang dilakukan anak tersebut? Dia berlari menuju si ibu yang terkena bolanya tadi. dan sambil meraih tangan ibu untuk bersalaman dia berkata,
"Bu.. maaf ya bu, saya tidak sengaja. Maaf.. maaf.. ngapunten nggih bu?" suaranya bergetar saat mengucapkan permintaan maaf, tetapi jelas terdengar dari tempat duduk saya yang tidak seberapa jauh. Ibu tadi pun tersenyum. "kalau main-hati ya... agak ke tengah sana ya dik." jawab ibu tadi dengan penuh bijaksana.

Peristiwa itu bagi saya bukan hal yang sederhana, sikap bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, keberanian untuk minta maaf atas kelalaian yang dilakukan merupakan cerminan dari pendidikan karakter yang terbentuk ketika anak tersebut di sekolah, mendapatkan pendidikan dari guru dan tentu saja dibentuk juga dalam pembiasaan di rumah. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan anak yang masih kecil tersebut, begitupun si ibu yang arif tanpa menyalahkan anak laki-laki tersebut. Alangkah indahnya pergaulan setiap hari dilakukan, baik di rumah, di sekolah atau di masyarakat luas jika nilai-nilai karakter tersebut bisa diimplementasikan setiap saat. mulai dari hal kecil, dibiasakan dan lama kelamaan akan menjadi culture di masyarakat kita. Jika masih ada yang meragukan kalau bangsa Indonesia ini mulai luntur karakternya, maka lihatlah di sekeliling kita, masih ada anak-anak yang dengan tulus dan kepolosannya mengimplementasikan nilai karakter tersebut, meskipun mungkin mereka tidak menyadarinya.

Selamat untuk para orang tua dan para guru yang sudah berhasil menanamkan nilai-nilai karakter yang positif kepada peserta didik/ anak-anaknya. Sayang sekali... saya tidak sempat menanyakan nama anak tersebut. Tetapi cukuplah cerita ini menjadi bahan renungan untuk bisa menginspirasi.(HAR, 11/1/23)


Rabu, 04 Januari 2023

ETIKA BERKOMUNIKASI DENGAN DOSEN MELALUI WHATSAPP

 


Suatu saat seorang mahasiswa nangis-nangis curhat sama temannya, gara-gara dia kirim pesan melalui WA kepada dosennya yang memprotes nilai yang didapatkannya tidak sesuai ekspektasi mahasiswa tersebut. Sang Dosen tidak terima diprotes, bahkan dengan santainya dibalas WAnya ‘Apa nilai C itu terlalu baik? Tidak apa2 saya bisa merubah menjadi D atau bahkan E.” ditulisnya dengan emoticon marah. Setelah itu mahasiswa tersebut berulang kali menghubungi dosennya via WA bahkan telephon, tetapi … zoonnk, tidak pernah diangkat teleponnya dan WA hanya di read. Nah.. bagimana tidak stress tuh mahasiswa.

Ada lagi kasus yang hampir sama menimpa mahasiswa yang lagi bimbingan skripsi, Mahasiswa tersebut meminta jadwal untuk bimbingan skripsi kepada dosen pembimbingnya tetapi tidak pernah dibalas WA nya bahkan ditemui pun sulit. padahal sebelumnya dosen ini selalu membalas WA dari mahasiswanya. Terbukti jika mahasiwa lain yang WA selalu fast respond. Wah… wah… kalau kasus seperti ini siapa yang patut disalahkan ya.. mahasiswa atau dosennya??

Sebagai mahasiswa, kalian tidak perlu galau berkepanjangan ya.. karena itu hanya menambah beban hidupmu saja. Sudah beban kuliah berat, beban ekonomi yang lagi seret karena kiriman orang tua telat, malah ditambah lagi beban mikirin dosen pembimbing dll. so take it easy ajalah jangan sampai kamu jadi stress, kalau lama-lama bisa jadi gak lulus kuliah, malah suka tertawa sendirian. Ujung-ujungnya bisa jadi mahasiswa abadi kalau menyerah.

Nah… mari kita bahas permasalahan yang sering terjadi dari perspektif bahasa ya… kata kuncinya adalah Etika dalam berkomunikasi. Etika berkomunikasi sangat diperlukan oleh semua orang terhadap lawan komunikasi. Termasuk mahasiswa yang harus tepat dalam berkomunikasi secara profesional karena setelah lulus mahasiswa akan masuk ke dunia kerja yang menuntut profesionalisme yang tinggi. Kasus-kasus tersebut di atas sebenarnya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan baik, sopan dan santun. Komunikasi merupakan sistem aliran yang menghubungkan dan membangkitkan kinerja apa yang kita tuju.

Komunikasi adalah alat untuk melangsungkan interaksi dan bertukar pesan baik dengan dosen, orang tua, ataupun teman sejawat. Untuk komunikasi tertulis via whatsapp yang selama ini lazim dilakukan oleh mahasiswa kepada dosen atau sebaliknya, maka harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sehingga akan meminimalisir kesalahpahaman terhadap maksud pesan yang ditulis tersebut.

Berikut beberapa tips yang bisa dijadikan acuan jika menghubungi dosen melalui whatsapp:

1.  Ucapkan Salam terlebih dahulu, HP dosen kamu ibarat sebuah rumah, maka sudah selayaknya kamu mengetuk pintu terlebih dahulu dan mengucapkan salam meskipun secara tertulis.

2. Perkenalkan dirimu terlebih dahulu, jangan terlalu PD menganggap dosen menyimpan nomormu, jadi tetap perkenalkan diri, nama dari jurusan apa, kelas apa. Angkatan tahun berapa.

3.  Sampaikan maksud kamu berkirim pesan via Whatsapp. Nah.. yang ini harus cermat ya.. jangan sampai kalimat yang dikirimkan ambigu, multitafsir karena bisa berakibat fatal bagi kamu. Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak perlu bertele-tele.

4.  Tutup dengan permintaan maaf, karena bisa jadi WA kamu menganggu dosen, dan jangan lupa salam lagi sebagai penutup untuk undur diri.

5.  Perhatikan waktu yang tepat dalam berkirim WA. Jika terlalu larut malam atau dini hari ketika dosen kamu istirahat/ tidur, maka itu dianggap tidak sopan.

6.   Lebih bagus lagi, jika mengirim pesannya pada waktu jam kerja.

7.  Jika dosen hanya membaca pesan kamu, tidak perlu sakit hati dulu ya.. karena bisa jadi kalimat yang kamu kirimkan bukan kalimat Tanya tapi kalimat berita. Jadi bagi dosen tidak perlu untuk dijawab. Tetapi jika kalimat Tanya dan hanya dibaca saja, maka berprasangka baik saja, karena mungkin dosen lagi ada acara atau sibuk.

8.  Mahasiswa adalah generasi millennial yang terkadang menggunakan singkatan-singkatan gaul yang hanya kalangan anak muda yang paham. Maka perhatikan juga bahwa usia dosen kamu, karena bisa jadi beliau tidak paham. Sebaiknya jangan gunakan singkatan-singkatan atau apapun yang bisa menyebabkan dosen kamu gagal paham.

9.  Jika memang kamu sangat perlu berkomunikasi langsung melalui telephon, sebaiknya kirim pesan dulu/WA untuk meminta izin apakah dosen berkenan untuk ditelepon atau tidak. jika tidak mahasiswa jangan bersikeras juga untuk telepon.

10.Untuk meminta waktu bimbingan skripsi misalnya, hindari kalimat yang terkesan mendikte dosen, seperti waktu untuk bimbingan. Misalnya: … apakah besuk jam 09.00 saya bisa menghadap bapak/ibu untuk konsultasi proposal saya pak?” Nah.. kalimat tersebut sebaiknya diganti, “… Mohon izin bapak/ ibu untuk konsultasi proposal skripsi, untuk hari dan waktunya sesuai dengan kelonggaran bapak/Ibu…atas perkenannya saya ucapkan terima kasih”

11. Perhatikan etika atau sopan santun dalam berkomunikasi, meskipun melalui WA, kamu harus menganggap bahwa kamu seperti berhadapan langsung dengan dosen. Semua demi kelancaran urusan kamu dengan dosen. Dan yang terpenting interaksi yang terbangun menjadi interaksi yang berkualitas, yang bisa membuat seluruh tugas-tugasmu sebagai mahasiswa berlangsung lancar dan sukses.

 

Selamat mencoba, semoga berhasil dan bermanfaat. Salam literasi!