Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd
Undang Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, menyebutkan
bahwa akreditasi adalah adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pada
perguruan tinggi, Akreditasi menurut UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi merupakan kegiatan penilaian sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Hal ini
dilakukan untuk menentukan kelayakan Program Studi
dan Perguruan Tinggi atas dasar kriteria yang mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi. Tentu saja tujuan akhirnya adalah agar menghasilkan
pendidikan yang lebih bermutu. Dalam rangka menjamin mutu dari perguruan tinggi
ini, dilakukan dengan menyelenggarakan sistem penjaminan mutu baik secara
internal maupun eksternal. Penjaminan mutu secara internal dilakukan oleh
perguruan tinggi sendiri dengan membentuk Lembaga Penjaminan Mutu, sedangkan penjaminan
mutu secara eksternal dilakukan melalui mekanisme akreditasi. Hal ini sesuai
dengan pasal 53 Undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pemerintah
telah membentuk Badan Akreditasi Nasional perguruan Tinggi (BAN PT) untuk
melaksanakan penjaminan mutu secara eksternal bagi perguruan tinggi. Pada level
program studi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilaksanakan oleh Lembaga
Akreditasi Mandiri. Lembaga
mandiri bentukan pemerintah
atau lembaga mandiri bentukan Masyarakat
ini diakui oleh Pemerintah atas rekomendasi
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
LAM ini berdasarkan rumpun ilmu dan/atau
cabang ilmu serta dapat berdasarkan kewilayahan.
Sekarang ini BAN PT melakukan Akreditasi institusi dan semua program studi yang
belum ada LAMnya. Sedangkan LAM melakukan akreditasi terhadap program studinya.
Sampai
sekarang ini di Indonesia sudah terbentuk 6 Lembaga Akreditasi Mandiri
(LAM),yaitu LAMDIK (LAM Kependidikan), LAM PTKes (LAM Pendidikan Tinggi
Kesehatan), LAM Teknik, LAM Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi (LAMEMBA), LAM
Informatika dan Komputer (LAM Infokom), dan LAM Sains dan Ilmu Formal (LAMSAMA).
Lembaga Akreditasi Mandiri inilah yang sekarang membantu pemerintah dalam
menjalankan tugas mengawal mutu semua perguruan tinggi di Indonesia. Pada
perkembangannya nanti dimungkinkan LAM ini akan terus bertambah mengingat
jumlah program studi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi juga terus
meningkat.
Pembentukan
LAM sebagai amanah Undang-Undang ini pada awalnya disambut baik oleh
masyarakat, khususnya perguruan tinggi. Tetapi pada perjalanannya beberapa
insan pendidikan tinggi, termasuk beberapa perguruan tinggi merasa keberatan
jika dikaitkan dengan biaya akreditasi yang harus dikeluarkan. Akreditasi
program studi yang dilakukan oleh LAM ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Keberatan tersebut bisa dimaklumi karena selama ini akreditasi yang dilakukan
BAN PT tidak perlu membayar kepada BAN PT, sedangkan untuk akreditasi Program
Studi oleh LAM harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Pengeluaran ini
tentu akan mengurangi biaya operasional pendidikan. Bagi perguruan tinggi yang
besar, mungkin biaya ini tidak memberatkan, tetapi bagi perguruan tinggi kecil
dengan jumlah mahasiswa sedikit, pastinya ini akan sangat memberatkan.
Polemik
biaya akreditasi ini semakin memuncak ketika Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta
Indonesia (APTISI) dan HPTKes (Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta
Indonesia) menyuarakan keberatannya mewakili perguruan tinggi swasta di
Indonesia. Meskipun demikian, biaya akreditasi yang diselenggarakan oleh LAM
ini tetap tidak bisa ditiadakan begitu saja, karena sebagai sebuah lembaga
tentu memerlukan biaya operasional dan biaya-biaya lainnya.
Sebagai
contoh pada tanggal 06 Juli 2023, LAM PTKes mengeluarkan sebuah surat
pemberitahuan tentang besaran biaya akreditasi oleh LAM-PTKes. Surat dengan
nomor 0650/SKU/SE/K/07.2023 menyatakan bahwa besaran biaya akreditasi yang
dikeluarkan sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi dengan rincian: (1) Biaya akreditasi program studi
kesehatan untuk Vokasi/Akademik/Spesialis sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh
juta rupiah). (2) Biaya akreditasi program studi kesehatan untuk Profesi Non
Dokter sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah). (3) Biaya
Akreditasi program studi kesehatan untuk Profesi Dokter sebesar Rp 110.000.000,-
(seratus sepuluh juta rupiah). Biaya akreditasi diatas sudah termasuk PPh 23
sebesar 2%. Ketentuan besaran biaya akreditasi ini berlaku mulai tanggal 10 Juli
2023. Besaran biaya akreditasi program studi oleh Lamdik berdasarkan persetujuan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknlogi adalah Rp. 52.000.000
(Lima puluh dua juta rupiah). Biaya bandingnya sebesar Rp.29.700.000 (dua puluh
Sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah). Besaran biaya akreditasi program studi
oleh LAM Teknik sebesar Rp.53.000.000 (Lima puluh tiga juta rupiah), sedangkan
biaya bandingnya adalah Rp.29.700.000 (dua puluh Sembilan juta tujuh ratus ribu
rupiah). Biaya akreditasi program studi oleh LAMSAMA adalah Rp. 57.500.000
(Lima puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah), biaya bandingnya sebesar Rp.29.700.000
(dua puluh Sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah).
Sebagaiamana
disebutkan di atas, bagi perguruan tinggi tentu biaya sebesar itu untuk
akreditasi yang berlaku 5 tahun sekali cukup besar apalagi untuk perguruan
tinggi swasta kecil. Bagi perguruan tinggi swasta yang sudah besar pun dengan
jumlah prodi yang banyak, tentu ini akan mengurangi biaya operasional
pendidikan. Apabila kita kembalikan dari mana sumbernya? Tentu saja bagi PTS
sumbernya adalah dari mahasiswa. Dengan demikian biaya akreditasi yang harus
ditanggung institusi ini juga akan dibebankan dari dana yang berasal dari
mahasiswa. Sehingga sangat dimungkinkan ini menjadi pemicu mahalnya pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh beberapa PTS.
Keberatan
dari perguruan tinggi ini tentunya bisa dipahami, mengingat sebelumnya seluruh
biaya akreditasi yang dilakukan oleh BAN PT tidak dipungut biaya sama sekali. Semua
anggaran ditanggung oleh pemerintah. Perguruan tinggi tinggal mempersiapkan
secara maksimal sesuai standar yang ditetapkan. Idealnya meskipun sudah
dibentuk LAM, maka biaya tetap menjadi tanggungan pemerintah, sedangkan yang
melaksanakannya adalah LAM.
Keluhan
dan keberatan ini nampaknya ditanggapi oleh pemerintah, yaitu dengan
mengeluarkan kebijakan untuk memberikan bantuan biaya yang disebut dengan
Bantuan Transformasi Akreditasi Program Studi. Pada tahun 2023 bantuan ini
diberikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dituangkan dalam
SK Dirjen Dikti nomor: 38/E/KPT/2023. Berdasarkan keputusan tersebut dijelaskan
bahwa pemberian bantuan ini sebagai wujud komitmen pemerintah dalam peningkatan
dan penjaminan mutu pendidikan tinggi. Adapun besaran bantuan biaya mulai dari
RP. 30.000.000 sampai Rp. 50.000.000 sesuai dengan peringkat akreditasi
sebelumya dan jumlah mahasiswa.
Meskipun
jumlah bantuan dari kemendikbudristek tersebut belum bisa menutupi biaya yang
harus dikeluarkan oleh perguruan tinggi untuk akreditasi program studi oleh
LAM, tetapi patut disyukuri, paling tidak pemerintah sudah berupaya meringankan
beban perguruan tinggi dalam hal pembiayaan untuk akreditasi. Semoga pada
periode selanjutnya bantuan transformasi ini bisa lebih meningkat dan perguruan
tinggi bisa memanfaatkan sebaik-baiknya. Bagaimanapun harus disadari bahwa
peningkatan mutu perguruan tinggi tidak bisa dibebankan kepada pemerintah,
tetapi juga kepada masyarakat, yayasan penyelenggara, perguruan tinggi itu
sendiri, LAM, BAN PT. komitmen semua pihak dinantikan demi mutu perguruan
tinggi Indonesia yang lebih baik. (HAR, 10/7/2023)
------------------------------ |
Dr. Hariyanto, M.Pd (penulis)
|
* Penulis
adalah pemerhati di bidang pendidikan