Selasa, 02 Juli 2024
PUISI: Takbir Membawa Rindu
Jumat, 21 Juni 2024
OPINI: ANALISIS PENYEBAB LEMBAGA PENDIDIKAN GULUNG TIKAR
Oleh: Afrilia Eka Prasetyawati, M.Pd*
“Jika ingin mengetahui seberapa visioner seorang pimpinan
lembaga pendidikan, lihatlah perencanaan pendidikannya. Jika ingin mengetahui
kemampuan kepemimpinannya, maka lihatlah cara mengkoordinir sumber daya yang
dimiliki lembaga pendidikan”- (Hary)
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih belum selesai. Beberapa sekolah baik negeri maupun swasta masih berjuang untuk mendapatkan peserta didik dengan berbagai cara, termasuk memberikan janji manis bagi calon peserta didik dan orang tua. Kemasan gula-gula kualitas tersebut disajikan dengan berbagai cara. Beberapa sekolah sudah berada dalam tahapan aman karena Pagu sudah terpenuhi, meskipun demikian masih ada juga sekolah yang masih “harap-harap cemas” karena peminatnya masih sedikit, bahkan ada yang mengalami penurunan secara drastis dari tahun ke tahun. Sekolah-sekolah di sekitar kita sudah mulai banyak yang tidak bisa operasional, dampaknya gaji guru dan tenaga kependidikan tidak bisa diberikan, sarana prasarana tidak ada pembaharuan, beberapa sudah rusak karena kurangnya perawatan, dll. Apa penyebabnya? Mengapa setiap tahun terus ada sekolah mulai jenjang SD sampai Sekolah Menengah yang terpaksa tutup atau “gulung tikar”? Bagaimana peran Kepala sekolahnya? Bagaimana Dinas Pendidikan melakukan fungsi pembinaannya? JIka sekolah dibawah yayasan, apa peran Yayasan? Apa yang seharusnya dilakukan? Tentu saja tidak bijak jika hanya mencari kambing hitam kepada Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru. Karena pada dasarnya tidaklah sesederhana itu. Melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk menguraikan hal-hal tersebut, sehingga manfaatya dapat diperoleh untuk pembelajaran bagi insan pendidikan.
Penyebab menurunnya peminat peserta didik baru terhadap sebuah lembaga pendidikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor Internal lebih disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar sekolah tersebut. Apa saja faktor internalnya?
1. Kualitas pendidikan yang rendah, hal ini dapat dilihat
dengan mudah melalui prestasi yang diperoleh oleh siswa maupun oleh gurunya
dalam event baik skala lokal, regional, nasional bahkan internasional.
Jika tidak ada prestasi bidang akademik maupun non akademik sebagaimana
disebutkan sebelumnya, maka ini sudah menjadi indikator awal bahwa kualitas
pendidikannya rendah.
2. Proses pembelajaran yang tidak maksimal akibat guru yang
tidak kompeten. Inovasi dalam pembelajaran tidak bisa diimplementasikan,
cenderung monoton. Akibatnya peserta didik tidak termotivasi dalam belajar.
Dalam konteks seperti ini, perlu dilihat kembali bagaimana proses rekruitmen
sebelumnya, langkah pengembangan SDM dan evaluasi yang dilakukan. Sehingga
upaya pengembangan SDM ke depannya akan lebih baik lagi dan diperoleh SDM yang
berkualitas.
3. Kepemimpinan yang lemah, Bagaimanapun sebagai
seorang manajer pendidikan harus bertanggung jawab terhadap masa depan lembaga
yang dipimpinnya. Maju mundurnya sekolah yang dipimpin adalah tanggung
jawabnya. Kepala sekolah yang bijaksana tidak akan lepas tangan jika sekolah
yang dipimpinnya mulai ada kecenderungan sepi peminat. Apalagi dengan
menyalahkan bawahanannya tanpa bisa berinovasi mengimplementasikan perencanaan
dan tindakan strategis untuk menjaga eksistensi lembaganya. Kohesivitas,
kekompakan dan pengimplementasian kepemimpinan yang demokratis akan dapat
mengatasi masalah ini, apalagi ditunjang dengan keadilan dalam pemberian hak kesejahteraan
para guru dan tenaga kependidikannya. Pemilihan dan pengangkatan kepala sekolah
sudah ada aturan yang jelas bagi sekolah negeri, tetapi pada sekolah swasta
terkadang pemilihan atau pengangkatannya diserahkan sepenuhnya oleh yayasan.
Sering juga ditemui pegangkatan atau pemilihannya hanya didasarkan pada
kedekatan secara personal bukan berdasarkan kemampuan atau kompetensi yang
dimiliki oleh calon kepala sekolah. inilah yang menjadi cikal bakal tidak
berkembangnya sekolah.
4. Yayasan Penyelenggara yang kurang
kepedulian. Jika sekolah yang diselenggarakan sudah ada indikasi tidak
lagi dipercayai masyarakat, maka harusnya dilakukan evaluasi dan mengambil
tindakan secepatnya untuk perbaikan. Evaluasi dilakukan kepada kepemimpinan
kepala sekolah, dan SDM lainnya, strategi marketing, pembiayaan dll. Sudah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab yayasan untuk memberikan dukungan
finansial, material dan imaterial berupa pembinaan secara berkelanjutan.
Bagaimana jika yayasan justru mengabaikannya karena dianggap tidak memberikan
profit? Penulis menganjurkan melihat kembali visi dan misi yayasan sebagai
lembaga sosial yang menyelenggarakan lembaga pendidikan dan merupakan lembaga
non profit. Bukan untuk mencari keuntungan. Jika ingin mencari keuntungan,
jangan mendirikan yayasan, tapi perusahaan.
5. Kurangnya Promosi, Era kompetisi antar lembaga pendidikan saat
ini mengharuskan sekolah cermat dan piawai dalam menginformasikan tentang
sekolah kepada masyarakat. Promosi yang dilakukan secara cerdas dan
berkelanjutan, sehingga terbentuk opini di masyarakat bahwa sekolah memang
benar-benar layak sebagai tempat menimba ilmu. Penggunaan media sosial seperti
IG, Twitter, Facebook, Youtube dll bisa menjadi alternatif yang jitu untuk
mendukung promosi pendidikan. SDM yang membidangi promosi pendidikan harus
kreatif dan inovatif dalam memprmosikan.
6. Keamanan dan ketertiban, Kondisi sekolah dan
lingkungannya yang tertib dan aman menjadi salah satu pertimbangan orang tua
untuk menyekolahkan anaknya. Budaya akademik yang diciptakan dan dibiasakan di
sekolah akan mendorong bakat dan minat peserta didik. Bullying atau
perundungan sebaiknya diantisipasi jangan sampai terjadi, karena akan berdampak
pada citra lembaga menjadi tidak baik.
Setelah memahami beberapa faktor internal di atas, yang harus mendapatkan perhatian adalah faktor eksternal. Yaitu:
1. Perubahan minat dan
kebutuhan masyarakat:
Minat dan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan terus berkembang. Lembaga
pendidikan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan ini dapat mengalami
penurunan minat peserta didik. Mencermati hal tersebut, sudah semestinya
sekolah melakukan langkah-langkah inovatif progressif, misalnya dengan
mengadakan berbagai macam ekskul yang diminati peserta didik, atau
program-program unggulan lain yang kompetitif dimana sekolah lain di sekitar
belum ada.
2. Persaingan dengan lembaga pendidikan lain: Semakin banyak lembaga pendidikan yang
tersedia, semakin ketat pula persaingannya. Lembaga pendidikan yang tidak
memiliki keunggulan kompetitif dapat kalah bersaing dan kehilangan peserta
didik.
3. Ketersediaan lapangan pekerjaan: Kurangnya lapangan pekerjaan yang
sesuai dengan jurusan pendidikan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan dapat
membuat masyarakat ragu untuk menyekolahkan anaknya di sana. Utamanya untuk
lembaga pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas sampai jenjang pendidikan
tinggi. Bagi Pendidikan tinggi, sulitnya alumni mendapatkan pekerjaan setelah
lulus, juga menjadi pertimbangan untuk tidak memilih jurusan atau program studi
tersebut.
4. Faktor ekonomi:
Krisis ekonomi dapat menyebabkan masyarakat memprioritaskan kebutuhan pokok
daripada pendidikan. sehingga cenderung memilih sekolah yang menawarkan
beasiswa atau sekolah yang biaya pendidikannya relative lebih terjangkau.
Karena itu strategi pembiayaan pendidikan yang tepat harus dipertimbangkan oleh
sekolah.
5. Faktor Alam dan Pandemi, Faktor lain yang juga bisa mempengaruhi minat peserta didik
dan orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya ke suatu lembaga pendidikan
adalah bencana alam dan pandemic (misalnya covid-19).
Penurunan minat peserta didik untuk
masuk di sebuah lembaga pendidikan dapat berakibat fatal bagi lembaga tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang menyebabkan penurunan minat tersebut dan mengambil
langkah-langkah untuk mengatasinya. Dampak dari ditutupnya lembaga pendidikan
oleh karena sedikitnya peserta didik ini tentu saja akan menimpa peserta didik,
para guru, tenaga kependidikan yang mengajar di sekolah tersebut. Bagi peserta
didik yang masih sekolah di sekolah yang hendak ditutup tersebut akan mengalami
beban moral dan stress karena ikut memikirkan keberlangsungan pendidikannya.
Sementara bagi orang tua, maka akan ada penambahan beban finansial karena untuk
memindahkan ke sekolah lain juga memerlukan biaya. Potensi anak putus sekolah
juga terjadi, karena keengganan anak untuk pindah ke sekolah lain. Bagi guru
dan tenaga kependidikan di sekolah swasta akan menganggur. Ini diperparah lagi
jika yayasan penyelenggara tidak memberikan hak-haknya seperti gaji dan
tunjangan yang seharusnya diberikan.
Lantas apa solusi bijak untuk mengatasi
masalah yang kompleks ini? Pemerintah melalui Dinas Pendidikan yang memiliki
kewenangan seharusnya turut membantu agar ditemukan solusi antara lain:
1. Pemerintah perlu
melakukan pemetaan jumlah penduduk usia sekolah di setiap wilayah. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui perbadingan jumlah calon siswa dengan jumlah
sekolah dan ruang kelasnya. Kebijakan
ini juga diperlukan untuk pertimbangan pemberian izin pendirian sekolah baru.
Jika sudah banyak sekolah di suatu daerah, maka sebaiknya tidak ada pemberian
izin operasional sekolah baru.
2. Pemerintah perlu
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan murid. Jika
memungkinkan melakukan merger antar sekolah negeri yang sama-sama kekurangan
murid. Begitu juga sekolah swasta, didorong dan difasilitasi agar yayasan
penyelenggara bisa merger dengan yayasan atau sekolah lainnya agar bisa
lebih berkembang. Tetapi yang harus diperhatikan adalah kepentingan peserta
didik sehingga mereka tidak dirugikan dengan kebijakan merger tersebut.
Begitu juga dengan guru dan tenaga kependidikannya, hak-hak nya juga harus
terpenuhi dan difasilitasi sebaik mungkin jika ingin pindah home base.
3. Pemerintah perlu memberikan bantuan biaya pendidikan bagi
keluarga kurang mampu. Bagi sekolah yang hendak ditutup dan masih ada siswa
yang tersisa, maka urusan perpindahan dengan biaya administrasi yang
menyertainya jika ada, harus ditanggung oleh pemerintah melalui dinas
pendidikan. Jika sekolah swasta, maka yayasan penyelenggara harus membantu
biaya yang dikeluarkan sebagai pertanggungjawaban moral atas dilakukannya merger
atau ditutupnya sekolah dibawah naungan yayasan tersebut.
4. Dinas Pendidikan atau Yasayan perlu menyampaikan secara terbuka tentang penutupan atau kebijakan merger kepada peserta didik dan orang tua, sehingga peserta didik dan orang tua tidak merasa dirugikan dengan kebijakan ini.
Penutupan sebuah lembaga pendidikan
dikarenakan kekurangan peserta didik, adalah opsi terakhir dari opsi-opsi lainnya yang tentu harus
dilakukan terlebih dahulu oleh sekolah atau yayasan penyelenggara. Opsi-opsi
lainnya seperti; melakukan analisis mendalam mengenai kondisi internal sekolah,
peningkatan kualitas pendidikan, meningkatkan promosi sekolah, menekan biaya
pendidikan, membangun kerjasama dengan pihak-pihak lain, mengadakan
program-program baru yang membangkitkan minat calon siswa, dan merger dengan
sekolah lainnya. Memang tidak mudah dilakukan, tetapi jika sumber daya yang ada
memiliki kualitas yang baik dan daya juang tinggi dan ditopang dengan
kepemimpinan yang hebat, maka kemungkinan untuk memulihkan kepercayaan
masyarakat akan dapat dilakukan. Jika keputusan terakhir adalah menutup
sekolah, maka harus dilakukan secara bijaksana dengan tetap mengedepankan
kepentingan dan hak peserta didik, guru dan tenaga kependidikan yang ada.
Sehingga sudah seharusnya sebelum mengambil keputusan tersebut harus melibatkan
stakeholder, mendapatkan saran dan masukan dari pemerintah melalui dinas
pendidikan. Harapannya kebijakan yang diambil tidak berdampak negatif di masa
mendatang. Bagaimana jika hal-hal tersebut tidak dilaksanakan oleh yayasan
penyelenggara, maka pemerintah melalui dinas pendidikan yang berwenang
hendaknya memberikan teguran keras dan jika yayasan yang sama hendak
menyelenggarakan pendidikan lagi, maka sudah tidak diizinkan lagi atau black
list.(Efi, 21/6/2024)
Afrilia (Penulis) Pemerhati Bidang Pendidikan |
Selasa, 04 Juni 2024
OPINI: INTERNASIONALISASI ATAU KOMERSIALISASI PENDIDIKAN
Tingginya minat
masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dapat dilihat pada
minggu-minggu terakhir ini, karena musim PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).
Para orang tua dan peserta didik berlomba mendapatkan informasi tentang sekolah
terbaik bagi putra putrinya. Pihak sekolah juga demikian, menebar jaring pesona
lembaga pendidikannya melalui berbagai upaya marketing, seperti
mempromosikan di media sosial, mengikuti pameran pendidikan, mengadakan lomba/kompetisi
dalam bidang akademik dan non akademik, bahkan ada juga yang menawarkan
beasiswa dan program-program sekolah yang menggiurkan seperti program kelas
internasional atau lebih dikenal dengan International class program (ICP).
Program ICP inilah yang saat ini menjadi magnet kuat agar para peserta didik
mau menempuh pendidikan di sekolah penyelenggara program tersebut. Jika
ditelusuri lebih jauh program kelas internasional ini hampir sama dengan
kebijakan pemerintah pada era tahun 2000 an yaitu RSBI (Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional).
Sejenak mari kita
kilas balik mengetahui seputar program RSBI dan SBI yang kemudian ditutup oleh
pemerintah pasca dibatalkannya Pasal 50 Ayat 3, UU No 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional oleh Mahkamah Konstitusi. Bunyi dari ayat tersebut
adalah “Pemeritah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangya
satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan berstandard internasional.” Sebelum diusulkannya judicial
review oleh Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) pada waktu itu,
maka kebijakan tentang SBI dan RSBI ini sudah berjalan bahkan pemerintah
memberikan bantuan atau block grant kepada sekolah-sekolah yang
tergolong SBI.
Beberapa ciri dari
sekolah yang termasuk RSBI dan SBI antara lain (1) Memiliki keunggulan yang
ditunjukkan dengan pengakuan internasional terhadap proses dan hasil pendidikan
yang berkualitas dalam berbagai aspek, (2) Pengakuan hasil akreditasi baik dari
salah satu negara anggota OECD dan atau negara maju lainnya di bidang
pendidikan. (2) Menerapkan kurikulum nasional yang diperkaya dengan kurikulum
standar internasional, (3) Menerapkan sistem kredit semester di jenjangan
SMA/MA/ Sederajat, (4) Memenuhi 8 SNP, (5) Menerapakan pembelajaran berbasis
TIK pada semua mata pelajaran, (6) Pembelajaran kelompok sains, matematika dan
inti kejuruan menggunakan bahasa Ingris. Karakteristik pendidik dan tenaga
kependidikannya (1) harus mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK, (2)
Guru sains, matematika dan inti kejuruan harus mampu berbahasa Inggris secara
aktif, (3) 10-20% guru berpendidikan S2/S3 (4) kepala sekolahnya berpendidikan
minimal S2, dan mampu berbahasa Inggris aktif, serta mampu membangun jejaring
internasional. Sarana dan prasarananya juga harus lengkap. Dalam hal
pengelolaan, maka sekolah harus menjalin hubungan “sister school” dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa untuk menjadikan sekolah RSBI dan SBI
adalah tidak mudah. Meskipun demikian, saat ini banyak sekolah yang hanya
bermodalkan menjalin kerjasama dengan sekolah luar negeri, dan mengaplikasikan
kurikulumnya sudah memberikan label pada sekolahnya sebagai sekolah
penyelenggara kelas internasional. Uniknya masyarakat begitu mudah percaya dengan
label program internasional, padahal belum terlihat dari aspek kualitas
outputnya. Nampaknya secara sederhana jika sudah menerapkan atau ”membeli” kurikulum
dari sekolah luar negeri, maka sekolah tersebut seolah sudah menyetarakan
kualitasnya dengan sekolah yang kurikulumnya diadopsi tersebut. Salahkah hal
tersebut? Tentu saja tidak sepenuhnya salah karena sekolah pun ingin
meningkatkan kualitasnya, apalagi dengan era persaingan antar lembaga
pendidikan saat ini, maka sekolah harus berinovasi untuk mempromosikan
sekolahnya termasuk dengan menghadirkan program-program yang membangkitkan
minat para orang tua dan peserta didik untuk melanjutkan studi di sekolah
tersebut.
Sebagai masyarakat
yang merupakan customer pendidikan, maka sudah seharusnya cerdas
menyikapi hal tersebut. Kita lihat apakah keunggulan dan kelemahan dari
penyelenggaraan sekolah atau kelas internasional ini. Keunggulannya antara
lain: (1) penggunaan bahasa asing (bahasa Inggris) yang baik. Keterampilan
berbahasa Inggris sebagai bahasa Internasional harusnya lebih dimiliki oleh
peserta didik dan guru yang mengajarnya dibanding peserta didik dan guru yang
mengajar di kelas non internasional. (2) Penggunaan kurikulum internasional
akan memberikan pengetahuan dan wawasan secara global bagi peserta didik
sehingga bisa berkompetisi dengan lulusan dari sekolah lain di luar negeri. (3)
Sekolah memiliki jaringan internasional, sehingga memungkinkan membangun
kerjasama seperti pelaksanaan student exchange dan bentuk-bentuk lainnya
(4) Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berfikir critical thinking, problem solving,
communication, collaboration, dan
creativity, yang akan menjadi bekal berharga untuk masa depannya. (5) Bagi
yang bermaksud kuliah di luar negeri, maka kelas internasional bisa digunakan
untuk mempersiapkannya.
Secara
obyektif juga harus kita ketahui dan akui kelemahan atau kekurangan dari
program kelas internasional atau sekolah bertaraf internasional ini, antara
lain: (1) Biaya yang mahal, hal ini bisa memberatkan orang tua dari kalangan
kurang mampu. meskipun anaknya memiliki kemampuan akademik dan non akademik
bagus tetapi tidak akan mampu menyekolahkannya di kelas internasional. Dengan
demikian dalam satu lembaga/ sekolah sudah terbentuk sebuah komunitas dari
kalangan atas yang mendapatkan perlakuan istimewa dari sekolah. Hal ini
dimungkinkan karena biaya pendidikannya yang mahal, dan fasilitas sarana
prasarana yang lebih baik untuk dinikmati peserta didik dari kelas
internasional. Sementara itu ada juga kelas non internasional yang fasilitas
sarana prasarananya kalah dengan kelas internasional. Begitu kuga kualitas dari
pendidik dan tenaga kependidikannya, bisa jadi dianggap atau dipersepsikan
kurang baik dibandingkan yang mengajar di kelas internasional (2) Adaptasi dari anak peserta kelas
internasional karena penggunaan bahasa asing di semua kegiatan pembelajaran,
hal ini bisa menyebabkan anak stress, terbebani dalam belajar. Kehidupan sosial
anak-anak dari kelas internasional dengan anak-anak dari kelas non
internasional/ regular juga bisa menciptakan kesenjangan karena dipengaruhi
oleh latar belakang ekonomi mereka. (3) kemungkinan lunturnya kecintaan
terhadap Bahasa Indonesia, karena membiasakan bahasa asing di sekolahnya. (4) Menipisnya
kedekatan dengan budaya lokal. Bagaimanapun harus diakui bahwa bahasa adalah
bagian dari budaya. Ketika peserta didik belajar bahasa asing terus-menerus,
maka mereka pun akan berinteraksi dengan budaya asal dari bahasa tersebut.
Berdasarkan uraian
di atas, orang tua sudah seharusnya memahami dampak dari pemilihan program
sekolah untuk anak-anaknya, sehingga harus secara logis mempertimbangkan
keunggulan dan kekurangannya sebagaimana penulis sebutkan di atas.
Pertanyaannya apakah Kelas/ Sekolah internasional yang saat ini mulai
bermunculan merupakan bentuk baru dari RSBI dan SBI yang sudah dihapuskan oleh
pemerintah? Jika ya, mengapa pemerintah membiarkannya saja dan mengizinkannya
untuk operasional dengan memasang tarif tinggi untuk biaya masuknya. Bukankah
kualitasnya juga belum sepenuhnya teruji? Jika memang ini direstui oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama yang memiliki
ratusan ribu sekolah/ madrasah di seluruh Indonesia, maka patutlah kembali
kedua kementerian tersebut merenungkan kembali latar belakang Mahkamah
Konstitusi memutuskan untuk menghapus pasal 50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003,
sekaligus sebagai tonggak dihapuskannya RSBI dan SBI.
Kualitas pendidikan
di Indonesia dapat ditingkatkan bukan semata karena penggunaan kurikulum dari
luar negeri, bahkan dengan hanya menggunakan kurikulum nasional saja bisa
berkualitas asalkan faktor pendukungnya juga tercukupi. Misalnya: perhatian
terhadap kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang lebih
baik, serta pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dan di
seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial ekonominya.
Terakhir, penulis
ingin mengingatkan bahwa sebuah negara yang diakui kualitas pendidikannya
seperti findlandia. Negara ini konsisten dengan kebijakannya terkait
pendidikan, berganti pucuk pimpinan pemerintahan pun Findlandia masih
memberlakukan tidak ada pengkastaan siswa dalam lembaga pendidikan, tidak ada
perbedaan perlakuan pemerintah baik antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
Guru-gurunya ditingkatkan terus kemampuannya sehingga mereka menjadi pakar
kurikulum yang bisa diterapkan di sekolahnya masing-masing. Tidak
menggantungkan kualitas pendidikannya dari mengadopsi dan mengimplementasikan
kurikulum dari negara lain. Semoga Pendidikan di Indonesia di masa mendatang
akan lebih baik lagi (HAR, 04/06/24)
* Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan
Minggu, 31 Maret 2024
PUISI: RATAPAN DARI KHAN YAUNIS
Karya: Shakayla Adzkiya El Queena
Puluhan rudal melesat menghancurkan
Puluhan gedung, puluhan masjid., gereja, rumah sakit rata tak bersisa
Jerit tangis, ratap pilu, melebur satu
Berseliweran jet tempur, drone, dan peluru
Nyawa melayang berpuluh ribu
Khan Yunis menjadi saksi tragis bengis zionis
Seorang gadis kecil menangis tersedu
Jilbabnya kumal berdebu
Wajahnya sayu, calar luka berdarah di pipi, tangan, kaki dan pundaknya
Ayah... ayah.. ibu..kakak... kau dengar aku?
Ia berteriak hingga serak
Sesekali mencari celah untuk masuk ke reruntuhan
Seorang relawan mendekat bertanya
Dimana ayahmu Nak?
Di dalam sana, dibawah sana
Dimana ibumu Nak?
Didalam sana, dibawah reruntuhan
Dimana kakakmu Nak?
Di bawah sana,.saat mereka sedang sholat
Sebuah rudal menghancurkan
Kami adalah anak anak yang dirundung pilu
Dari masa lalu, saat ini dan entah kapan berlalu
Kami adalah anak anak yang dipilih Tuhan
Untuk menjadi saksi kemerdekaan
Kami adalah anak anak yang menjadi martir perjuangan
Kami adalah anak anak yang menjadi penjaga Al Aqsa
Kami hanya punya pilihan syahid dan merdeka Palestina.
Demi Agama dan Bangsa.
Ponorogo, 27 November 2023
Jumat, 29 Maret 2024
RATUSAN WARGA TUMPAH RUAH MENGHADIRI TABLIGH RAMADHAN DI DESA WAGIR LOR
Suasana Tabligh Ramadhan |
Malam itu bertepatan dengan hari Rabu 27 Maret 2024, Kantor Desa
Wagir Lor menjadi semarak dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh para
mahasiswi Kebidanan dari Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo. Sejak sore
para remaja Karang Taruna Desa Wagir Lor sudah sibuk menata dan mempersiapkan
segala sesuatunya.Mulai dari memasang tarup, beckdrop acara, tempat tamu VIP, sound
system, dan lain sebagainya yang diperlukan. Mereka semakin semangat karena yang
mendampingi adalah para Mahasiswa yang sudah selama satu bulan melakukan
kegiatan KKN atau dalam istilah kampus kebidanan adalah Praktik Kebidanan
Komunitas di Beberapa Dukuh yang berada di wilayah Desa Wagir Lor. Malam itu
Para Mahasiswa pun mengadakan acara pisah kenang dalam bentuk Tabligh Ramadhan.
Kegiatan tersebut dinamakan tabligh Ramadhan karena acaranya
bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Disamping itu acara ini dimaksudkan
sebagai sarana silaturahmi kepada masyarakat desa Wagir Lor yang telah hadir di
acara tersebut, dan yang telah banyak membantu, mendukung seluruh program kerja
mahasiswa selama praktik Kebidanan Komunitas. Disamping itu sebagai tempat
untuk berpamitan kepada masyarakat desa Wagir Lor yang memeiliki penduduk yang
ramah dan selalu mendukung kegiatan mahasiswa.Hal tersebut disampaikan oleh
Indah yang berkesempatan memberikan pidato mewakili mahasiswa. Hal senada juga
disampaikan oleh Dr Hariyanto yang pada kesempatan itu mewakili Akbid HMP dalam
sambutannya.
Mahasiswi Akbid HMP Penyelenggara Tabligh Ramadhan |
KH. Sujarwo, S.Sos yang memberikan tausiyah mampu menghipnotis masyarakat Desa Wagir Lor dan sekitarnya yang hadir. Gaya ceramah yang humoris dan santai namun berbobot dengan pesan-pesan keagamaan yang mudah dicerna membuat masyarakat yang hadir tidak ada yang meninggalkan tempat kendati sampai pukul 10.30 malam. Apalagi bacaan Sholawat dan lagu-lagu religi yang dilantunkan oleh group Hadrah asal Desa Wagir lor ini begitu menentramkan dan menghibur. Sehingga acara Tabligh Ramadhan yang digelar oleh para Mahasiswa Semester VI Akbid Harapan Mulya Ponorogo ini berlangsung meriah dan sukses lancar sesuai yang diharapkan. Winda Mardiana mewakili Panitia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan mahasiswa yang bekerja keras sehingga bisa menyelenggarakan acara tersebut. Panitia juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Kepala Desa Wagir Lor yang telah memfasilitasi acara tersebut, Masyarakat yang membantu baik tenaga maupun finansial, para pemuda dan karang taruna, anggota Banser, dan Polsek Ngebel yang turut memberikan pengamanan pada acara Tabligh Ramadhan. Singkatnya tanpa kerjasama dan bantuan dari berbagai Pihak, maka acara Tabligh Akbar tersebut tidak akan bisa terselenggara dengan baik.
Sebagai calon tenaga kesehatan/ bidan, dalam acara tersebut mahasiswa juga membuka stand untuk konsultasi kesehatan bagi Ibu, Anak dan Remaja yang memiliki masalah kesehatan. Cek kesehatan gratis juga dilakukan seperti pengecekan gula darah, asam urat, dan kolesterol. Kegiatan Praktik Kebidanan Komunitas ini akan berakhir 30 Maret 2024 atau selama satu bulan. Sekitar pukul 11.30 acara sudah selesai, mahasiswa dan para pemuda bergotong royong membersihkan area kantor desa dan kembali ke tempat tinggal masing-masing. (HAR, 27/3/24)
Senin, 25 Maret 2024
KOMPETENSI LITERASI DIGITAL SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS MAHASISWA DI BIDANG LITERASI
Oleh: Ailin Aulia Febrianti Anam*
Di zaman digital ini, kecakapan literasi digital menjadi esensial bagi setiap individu, termasuk memahami mahasiswa, litrasi digital mencakup kemampuan untuk efektif untuk mengakses, memahami, serta memanfaatkan informasi dalam konteks digital. Kemampuan literasi digita mahasiswa bisa menjadi penunjuk kualitas literasi mereka karena literasi digital mencangkup segala aspek literasi seperti literasi informasi, media, dan teknologi.Literasi informasi meliputi keahlian dalam menemukan, menilai, dan mengaplikasikan informasi dengan efesien, literasi media mencagkup kemampuan dalam memahami dan menggunakan media secara kritis. Sedangkan literasi teknologi merupakan kecakapan untuk enggunakan teknologi secara aman dan efektif.
1. Mnemukan informasi yang relevan dan akurat dari berbagai sumber, baik online maupun offline.
2. Melakukan evaluasi kritis terhadap informasi untuk menilai keaslian dan kepercayaannya.
3. Memanfaatkan informasi secara efektif dalam mendukug proses pembelajaran dan riset.
4. Mengomunikasikan informasi secara efisien melalui beragam media: teks, gambar, suara dan video.
5. Berkolaborasi dengan efekif bersama orang lain melalui plattfom digital.
6. Mengamankan diri dari potensi risiko yang mugkin timbul akibat penggunaan teknologi digital.
Kemahiran-kemahiran tersebut menjadi krusial bagi mahasiswa tidak hanya sebagai pendukung proses belajar di perguruan tinggi, tetapi juga sebagai persiapan menghadapi tantangan di dunia kerja. Menurut survei yang dilakukan oleh kementrian komunikasi dan informasi (kominfo) pada tahun 2020, tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam taraf yang menengah, ini menunjukkan bahwa masih ada sejumlah besar masyarakat yang belum memiliki kemampuan literasi digital yang memadai. Situasinya juga sama bagi mahasiswa, di mana masih tedapat sejumlah besar mahasiswa yang belum memiliki keterampiln literasi digital yang memadai. Ini dapat diamati dari keberlangsungan penyebaran informas palsu (hoax), konten yang menyalahi hukum, dan perlaku cyberbullying yang terjadi di lingkungan mahasiswa. Maka dari itu, institusi pendidikan tinggi perlu memberikan pembelajaran mengenai literasi digital kepada mahasiswa. Pembelajaran ini bisa dilakukan melalui mata kuliah yang spesifik, program pelatihan, atau kegiatan di luar kurikulum. Dengan kemahiran literasi digital yang kuat, mahasiswa memiliki potensi untuk menjadi individu yang berkualitas dan siap menghadapi berbagai perubahan dan tantangan di zaman digital.
Literasi digital merupakan keahlian vital yang diperlukan oleh semua, terutama mahasiswa, di era digital ini di mana informasi dan teknologi digital menjadi integral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memiliki kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara efektif dalam lingkungan digital.
Kemahiran literasi digital mahasiswa bisa menjadi penanda kualitas mereka dalam literasi karena mencangkup aspek penting seperti literasi informasi, media, dan teknologi. Mahasiswa yang tampil dalam literasi digital akan cenderung memiliki ketrampilan literasi yang lebih komprehensif secara keseluruhan institusi pendidikan tinggi perlu memberikan pelajaraan literasi digital kepada mahasiswa. Hal ini membantu mereka mengembangkan kemampuan literasi digital melalui beragam cara, seperti mata kuliah tertentu, program pelatihan, atau kegiatan di luar kurikulum. Berharap perguruan tinggi di Indonesia terus meningkatkan usahannya dalam memberikan pendidikan literasi digital kepada mahasiswa. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki kapasitas yang unggul dan siap untuk menghadapi perubahan yang ada di era digital.
--------
* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan MPI Angkatan 2022, IAIN Ponorogo
Minggu, 24 Maret 2024
INOVASI PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN MELALUI DIGITAL LIBRARY
Oleh: Ahmad Mustofaina Ahyar Habibullah*
Pengembangan perpustakaan melalui digital
library merupakan sebuah langkah untuk memperluas cakupan pengetahuan dan
mempermudah akses bagi masyarakat. Dengan kemajuan teknologi, digital library
memberikan kepada kita sebuah solusi inovatif untuk mengatasi sebuah
kendala-kendala yang belum dihadapi oleh perpustakaan konvensional.
Perpustakaan digital memiliki fitur-fitur
khusus untuk membedakan antara perpustakaan konvensional dengan digital
library. Pertama, perpustakaan digital merupakan lembaga atau organisasi yang
bertanggung jawab menyediakan akses dan mengelola informasi untuk masyarakat.
Kedua, perpustakaan digital merupakan perkembangan dari perpustakaan
tradisional, yang diperbarui oleh layanannya dengan memanfaatkan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). perpustakaan digital akan tetap terhubung
dengan konsep perpustakaan konvensional dan masih menyimpan koleksi buku dan
materi secara manual. Selanjutnya, perpustakaan digital sering dijalankan oleh
lebih dari satu perpustakaan, yang memiliki koleksi bahan atau sumber informasi
yang unik atau lokal. Mereka akan menyediakan akses digital ke koleksi mereka
masing-masing untuk memudahkan dalam mencari informasi. Terakhir, perpustakaan
digital memiliki portal web untuk layanan digitalnya. Dengan adanya portal ini,
pengguna dengan mudah dapat mengakses berbagai layanan digital yang ditawarkan
oleh perpustakaan.
Dengan demikian, perpustakaan digital bukan
hanya sekadar representasi digital, tetapi juga merupakan kemajuan yang
memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi layanan, sambil tetap
mempertahankan koneksi dengan konsep dasar perpustakaan konvensional. Salah
satu aspek positif dari digital library adalah kemudahan aksesibilitas. Dengan
batuan digital library ini, kita tidak perlu lagi datang ke perpustakaan untuk mencari
buku. Bagi saya ini sangat menguntungkan kita bisa membaca buku dengan memagng
ponsel saja, tidak khawatir apabila buku hilang atau pun rusak.
Dengan adanya berbagai format dan jenis materi
yang disajikan oleh digital library memberikan pengalaman belajar yang lebih
luas. Digital library ini bisa berupa Buku elektronik, rekaman audio, dan
materi multimedia lainnya yang memberikan variasi lebih besar untuk pedalaman
pengetahuan. Misalnya, kita dapat memilih untuk mendengarkan audio atau membaca
buku elektronik, sesuai dengan preferensi dan kebutuhan belajarnya.
Kemampuan pencarian yang modern juga menjadi
nilai tambah yang signifikan. Kita dapat dengan mudah menemukan informasi yang
mereka cari tanpa harus melalui susunan fisik buku. Dengan sistem metadata yang
baik, proses pencarian menjadi lebih efisien dan akurat. kita juga perlu
mempertimbangkan aspek keamanan dan privasi dalam mengadopsi digital library.
Perlindungan data pengguna dan informasi sensitif harus menjadi prioritas utama
untuk menghindari risiko penyalahgunaan.
Secara keseluruhan, pengembangan perpustakaan
melalui digital library adalah langkah maju yang memberikan manfaat signifikan.
Dengan memanfaatkan teknologi, kita dapat menciptakan perpustakaan yang lebih
inklusif, dinamis, dan responsive terhadap kebutuhan Masyarakat Indonesia.
----------------------
*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan MPI IAIN
Ponorogo Angkatan 2022