Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd*
Era
digital saat ini membuat peserta didik dihadapkan dengan informasi yang
berlimpah dari berbagai sumber. Informasi tersebut dapat berupa berita,
artikel, opini, iklan, dan lain sebagainya. Tidak semua informasi tersebut
akurat dan dapat dipercaya. Banyaknya orang yang tidak bijak menggunakan
informasi yang diperoleh dari media sosial, kerap kali harus tersandung masalah
hukum karena pelanggaran terhadap UU nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua
atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pengembangan
kompetensi berpikir kritis pada peserta didik adalah investasi untuk masa depan
mereka. Dengan kemampuan ini, mereka akan menjadi individu yang mandiri, bertanggung
jawab, dan mampu berkontribusi secara positif bagi masyarakat.
Kemampuan
berpikir kritis bagi peserta didik, memiliki manfaat yang besar. Manfaat yang
dapat diperoleh misalnya: 1) Peserta didik mampu menyaring informasi yang
akurat dan relevan. Dengan bekal kemampuan ini, peserta didik dapat belajar
memilah dan memilih informasi yang tepat dan bermanfaat bagi dirinya dan bagi
orang-orang di sekitarnya. Peserta didik juga akan dapat terhindar dari
informasi hoax, yang menyesatkan dan berbahaya. 2) Peserta didik dapat belajar
membuat keputusan yang tepat dalam kehidupan mereka. 3) Peserta didik akan
aktif dalam masyarakat sebagai warga negara yang kritis dan bertanggung jawab.4)
Peserta didik yang kemampuan berpikirnya terasah dengan baik, ketika sudah
lulus sekolah dan berada dalam dunia kerja akan dapat belajar dengan cepat dan
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, mampu memecahkan masalah secara
kreatif dan inovatif, bekerjasama dengan orang lain secara efektif dan memiliki
kemampuan komunikasi yang baik dan persuasif.
Pentingnya
kemampuan berpikir kritis sebagaimana dipaparkan di atas, mengharuskan sekolah untuk
lebih maksimal mengasahnya. Tentu saja hal ini dimulai dari proses belajar
mengajar di kelas, ketika berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan gurunya. Sayangnya, dalam beberapa
kasus sering kita jumpai justru oknum gurulah yang memadamkan semangat berpikir
kritis dari peserta didik. Misalnya ketika peserta didik bertanya di luar
konteks pembelajaran yang dibahas, maka peserta didik mendapatkan tanggapan
yang tidak menyenangkan dari guru, atau ketika peserta didik bertanya karena
kurang paham terhadap materi yang disampaikan, maka guru menggunakan bahasa
tubuh yang kurang mengenakkan atau dengan tanggapan “hal yang mudah saja
ditanyakan,” “bodoh amat sih gini saja tidak tahu,” “kamu itu
dengerin pakai telinga donk jangan pakai dengkul” dan lain-lain. Ungkapan
yang negative ini sesungguhnya merupakan pendangkalan terhadap kemampuan
berpikir kritis peserta didik dan lambat laun mereka pun akan mati
kekritisannya.
Keterampilan
berpikir kritis sebagai sebuah keterampilan di abad ini perlu ditingkatkan.
Berbagai macam strategi perlu diterapkan tidak hanya oleh guru di sekolah,
tetapi juga oleh orang tua. Strategi yang dapat digunakan antara lain:
1) Menanamkan budaya berpikir kritis; budaya
berpikir kritis ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan dan
penghargaan kepada peserta didik yang berani untuk bertanya dan mengungkapkan
pendapatnya di kelas. Guru juga dapat mendorong peserta didik untuk selalu
mempertanyakan informasi yang mereka terima dan mencari jawabannya sendiri.
Sebagai sebuah pendapat, guru harus tetap menghargai pendapat siswa meskipun
pendapat tersebut berbeda dengan pendapat siswa lainnya. Karena disinilah
lingkugan belajar yang aman dan nyaman dalam berdiskusi dan bertukar pikiran
akan terbangun.
2) Membiasakan peserta didik dengan proses berpikir kritis; Ajarkan peserta didik tentang langkah-langkah berpikir
kritis, seperti identifikasi masalah, analisis informasi, evaluasi argumen, dan
pembentukan kesimpulan. Berikan contoh-contoh bagaimana cara berpikir kritis
dalam kehidupan sehari-hari. Gunakan berbagai metode pembelajaran, seperti diskusi,
debat, pemecahan masalah, dan proyek.
3) Memberikan kesempatan untuk berlatih berpikir kritis; Caranya dengan memberikan tugas-tugas yang menantang peserta
didik untuk berpikir kritis, seperti menganalisis artikel berita, mengevaluasi
iklan, dan memecahkan masalah. Libatkan peserta didik dalam kegiatan yang
mendorong mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran, seperti simulasi, permainan
peran, dan proyek kelompok. Berikan umpan balik yang konstruktif kepada peserta
didik tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
mereka.
4) Memanfaatkan teknologi; Guru dapat
menggunakan teknologi untuk membantu peserta didik belajar tentang berpikir
kritis, seperti permainan edukasi, simulasi, dan aplikasi pembelajaran. Dorong
peserta didik untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang kredibel dan
terpercaya. Ajarkan peserta didik bagaimana cara mengevaluasi informasi yang
mereka temukan di internet.
5) Dalam pembelajaran di kelas, guru dapat menerapkan
pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan cara memberikan peserta didik
kesempatan untuk memecahkan masalah yang nyata dan kompleks.
6) Guru juga dapat melaksanakan pembelajaran kolaboratif, mendorong
peserta didik untuk berdiskusi dan bertukar ide dengan orang lain.
7) Memberikan Contoh dan Teladan; Guru
dan orang tua harus menjadi teladan bagi peserta didik dalam hal berpikir
kritis. Tunjukkan kepada peserta didik bagaimana cara Anda berpikir kritis
dalam kehidupan sehari-hari. Berikan contoh bagaimana cara Anda mengevaluasi
informasi dan membuat keputusan.
8) Orang tua mendorong anak untuk
selalu mempertanyakan informasi yang mereka terima dan mencari jawabannya
sendiri. Budaya untuk berpikir kritis dalam lingkup keluarga yang berpola asuh demokratis
akan cepat tumbuh subur.
9) Orang tua mengajak anak untuk
berdiskusi tentang berbagai hal, berikan mereka tugas-tugas yang menantang, dan
dorong mereka untuk mencari solusi kreatif.
10) Jadilah orang tua yang menjadi
pendengar yang baik atas ide dan gagasan anak tanpa harus selalu menghakimi,
berikan apresiasi dan penghargaan kepada anak yang menunjukkan kemampuan
kritisnya di rumah.
11) Orang tua dapat membiasakan anak
dengan berbagai sumber informasi: Ajak anak untuk membaca buku, menonton film
dokumenter, dan mengunjungi museum. Membuat aturan dengan kesepakatan bersama
tentang penggunaan gadget sehingga anak tidak hanyut dalam pusaran negative dari
penggunaan gadget yang berlebihan yang akan berdampak pada kompetensi dan
prestasinya.
Bagi seorang pendidik, untuk
mengimplementasikan strategi tersebut di atas, maka guru harus memainkan
perannya dengan baik, yaitu:
1) Sebagai Fasilitator, sebagai seorang
fasilitator guru harus mampu:
- Menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif untuk berpikir kritis, yaitu lingkungan yang aman, terbuka,
dan menghargai perbedaan pendapat.
- Memfasilitasi kegiatan
pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, seperti
diskusi, debat, pemecahan masalah, dan proyek.
- Memberikan panduan dan arahan
kepada peserta didik dalam proses berpikir kritis, seperti cara
mengidentifikasi masalah, menganalisis informasi, mengevaluasi argumen,
dan menarik kesimpulan.
2) Sebagai Motivator, yang dapat
dilakukan antara lain:
- Memotivasi peserta didik untuk
selalu ingin tahu dan mencari informasi.
- Membangun rasa percaya diri
pada peserta didik untuk berani mengungkapkan pendapat dan ide mereka.
- Memberikan penghargaan kepada
peserta didik yang menunjukkan kemajuan dalam kemampuan berpikir kritis
mereka.
3) Sebagai Model, guru harus
membiasakan melakukan hal-hal berikut:
- Menunjukkan contoh bagaimana
cara berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari.
- Membiasakan diri untuk berpikir
kritis dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan.
- Terbuka terhadap kritik dan
saran dari peserta didik.
4) Sebagai Penilai, yang harus
dilakukan guru yaitu:
- Mengevaluasi kemampuan berpikir
kritis peserta didik secara berkala.
- Memberikan umpan balik yang
konstruktif kepada peserta didik tentang bagaimana mereka dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka.
- Membuat laporan tentang
perkembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik kepada orang tua.
Memainkan
peran bagi guru dan orang tua dan megimplementasikan berbagai strategi di atas
tidaklah semudah teori. Karena pada selalu ada kendala dan tantangan yang bisa
menjadi penghalang dalam mengimplementasikan peningkatan keterampilan berpikir
kritis peserta didik. Adapun tantangan dan kedala yang dimaksud yaitu:
1) Kurangnya pemahaman tentang berpikir
kritis, Banyak orang yang belum memahami apa itu berpikir kritis dan bagaimana
cara mengembangkannya. Hal ini berdapak pada kurangnya komitmen dari berbagai
pihak untuk mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis.
2) Kurikulum dan Pembelajaran yang
Tidak Mendukung. Implementasi kurikulum di banyak sekolah masih berfokus pada
menghafal dan mengulang informasi, daripada mengembangkan kemampuan berpikir
kritis. Begitu juga metode pembelajaran yang digunakan di kelas tidak selalu
mendorong peserta didik untuk berpikir kritis.
3) Kurangnya Sumber Daya. Sekolah seringkali
kekurangan sumber daya untuk mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis,
seperti guru yang terlatih, buku-buku, dan teknologi. Orang tua juga mungkin
tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membantu anak mereka mengembangkan
kemampuan berpikir kritis di rumah.
4) Kebiasaan Berpikir yang tidak tepat.
Peserta didik terbiasa berpikir instan dan menerima informasi tanpa
mempertanyakannya. Mereka tidak terbiasa untuk menganalisis informasi, mengevaluasi
argumen, dan membentuk kesimpulan sendiri.
5) Budaya yang tidak mendukung. Masyarakat
pada umumnya tidak menghargai kemampuan berpikir kritis. Orang tua dan guru
mungkin tidak mendorong peserta didik untuk berpikir kritis karena takut mereka
akan menantang otoritas.
1) Meningkatkan pemahaman tentang
berpikir kritis: Perlu dilakukan kampanye edukasi untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang berpikir kritis dan pentingnya mengembangkan kemampuan ini.
2) Mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran yang mendukung: Kurikulum dan metode pembelajaran perlu diubah
agar lebih fokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis.
3) Menyediakan sumber daya: Pemerintah,
sekolah, dan organisasi lain perlu menyediakan sumber daya yang dibutuhkan
untuk mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis, seperti guru yang
terlatih, buku-buku, dan teknologi.
4) Membiasakan peserta didik dengan
kebiasaan berpikir kritis: Peserta didik perlu dibiasakan untuk berpikir kritis
sejak usia dini melalui berbagai kegiatan, seperti diskusi, debat, dan
pemecahan masalah.
5) Menciptakan budaya yang mendukung: Perlu diciptakan budaya
yang menghargai kemampuan berpikir kritis dan mendorong orang untuk selalu
berpikir kritis.
Meningkatkan
kompetensi berpikir kritis pada peserta didik adalah tantangan yang besar. Namun,
dengan strategi yang tepat dan komitmen dari semua pihak, tantangan ini dapat
diatasi. Pengembangan kemampuan berpikir kritis adalah investasi untuk masa
depan, dan semua peserta didik berhak untuk mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan ini. Karena itu tanggung jawab dan tugas bersama antara sekolah atau
guru, orang tua, dan masyarakat, utamanya pemangku kepentingan untuk bersama-sama
mendorong implementasi keterampilan berpikir kritis bagi peserta didik.
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan