Wirausaha,
berasal dari dua kata yaitu “wira” yang
artinya satria, berani, patriot dan teladan. “Usaha” yang artinya berusaha,
upaya pengerahan tenaga dan segala sumber daya. Jika digabungkan maka bisa
memiliki pengertian sebuah keberanian untuk mengerahkan segala sumber daya yang
dimiliki seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Secara tersirat dari
pengertian tersebut terdapat aspek kemandirian di dalamnya yang didasari sebuah kesadaran dan keberanian memulai dan
menjalankan sebuah usaha.
Jumlah
penduduk di Indonesia pada semester 1 tahun 2022, tepatnya bulan juni 2022
menurut data yang ada adalah 275.361.267 (www.dukcapil.kemendagri.go.id).
Jumlah yang sangat besar. Tentu saja dari jumlah tersebut kita memiliki potensi
sumber daya manusia yang begitu besar apabila SDMnya memiliki kualitas untuk
membangun negeri ini. pertanyaan yang sering kita dengar adalah mengapa
Indonesia yang memiliki kekayaan alam besar dan penduduk besar tetapi belum
mampu menjadi negara yang maju, bahkan masih kalah dengan negara-negara di Asia
yang dari jumlah penduduknya lebih kecil dan wilayah negaranya lebih kecil,
serta sumber daya alamnya lebih sedikit. Misalnya Jepang, Singapura, Korea
selatan.
Menjawab pertanyaan tersebut, mari sedikit kita cermati dari
sisi kewirausahaan sebagaimana judul yang tertulis di atas.. Jika
merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, rasio jumlah
wirausaha di Indonesia masih sebesar 3,47 persen atau hanya sekitar 9 juta
orang dari total jumlah penduduk. Kendati naik dari 2016 yakni 3,1 persen. Menurut Ketua BPP HIPMI,
Mardhani H. Maming (2022), untuk menjadi sebuah negara yang maju memerlukan
jumlah pengusaha 12-14% dari total penduduknya (www.medcom.id).
Dengan demikian Indonesia masih kekurangan 30 juta-40 juta entrepreneur agar
rasionya mencapai 12%-14% dari total jumlah penduduk.
Angka pengangguran di Indonesia sebagaimana dilansir oleh
BPS, bahwa Angka Pengangguran Terbuka (APT) pada bulan agustus mencapai 5,86%,
mengalami penurunan sebesar 0.6 % dibandingkan data pada bulan Agustus 2021. Terdapat
4,15 juta orang (1,98 persen) penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19.
Terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (0,24 juta orang); Bukan Angkatan
Kerja (BAK) karena COVID-19 (0,32 juta orang); sementara tidak bekerja karena
COVID-19 (0,11 juta orang); dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam
kerja karena COVID-19 (3,48 juta orang).
Berdasarkan data tersebut di atas,
maka pemerintah terutama melalui pendidikan tinggi terus berupaya untuk
menggalakkan program-program yang bisa membekali mahasiwa keterampilan-keterampilan,
soft skill, hard skill, memberikan hibah penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat kepada dosen, mengadakah Program Kreativitas Mahasiswa, dll. semua
dilakukan dalam rangka menciptakan lulusan perguruan tinggi yang memiliki daya
saing dan tidak menjadi beban negara karena setelah lulus kuliah, yang hanya menjadi
pengangguran intelektual. Kebijakan lainnya yang dilakukan kemeterian
Pendidikan dan Kebudayaan adalah menginstruksikan perguruan tinggi agar membekali
mahasiswa dengan mengajarkan mata kuliah kewirausahaan.
Pemberian mata kuliah Kewirausahaan tersebut
tentu saja tidak serta merta dapat segera menciptakan lulusan yang menjadi
seorang wirausaha. Bagaimanapun harus diakui bahwa penciptaan lulusan perguruan
tinggi yang menjadi seorang wirausahawan, tidak serta merta mudah untuk dilaksanakan. Berdasarkan bukti empiris di lapangan,
terdapat kecenderungan bahwa lulusan perguruan tinggi lebih senang memilih
bekerja dengan tingkat kenyamanan/ keamanan
serta kemapanan dalam waktu yang singkat. Faktanya dapat dilihat dari jumlah
lulusan perguruan tinggi yang melamar ASN atau PPPK, jumlahnya sangat besar.
Hal itu sudah mengindikasikan bahwa ASN adalah pekerjaan yang paling nyaman dan
aman di mata lulusan perguruan tinggi. Maka inilah PR yang berat untuk
pemerintah, karena kembali lagi dengan yang penulis sampaikan di atas,
Indonesia masih membutuhkan 30 juta-40 juta wirausahawan baru untuk bisa
menjadi sebuah negara yang maju, terutama dari sisi ekonominya.
Meskipun demikian, Perguruan Tinggi tidak boleh berpatah arang, harus
selalu berupaya dan bersinergi dengan pemerintah dan masyarakat demi Indonesia
yang lebih maju. Beberapa hal dapat dilakukan antara lain:
(1) Mengembangkan dan
membiasakan unjuk kerja yang mengedepakan ide kreatif dalam berpikir dan sikap
mandiri bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran (menekankan model latihan,
tugas mandiri, problem solving, cara mengambil keputusan, menemukan peluang, dst);
(2) Menanamkan sikap dan
perilaku jujur dalam komunikasi dan bertindak dalam setiap kegiatan
pengembangan, pendidikan, dan pembelajaran sebagai modal dasar dalam membangun
mental entrepreneur pada diri mahasiswa;
(3) Para praktisi
pendidikan juga perlu sharing dan memberi support atas komitmen
pendidikan mental entrepreneurship ini kepada lembaga-lembaga terkait dengan
pelayanan bidang usaha yang muncul di masyarakat agar benar-benar berfungsi dan
benar-benar menyiapkan kebijakan untuk mempermudah dan melayani masyarakat;
* Penulis adalah pemerhati di bidang pendidikan