f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Jumat, 24 November 2023

GURU SEJATI; Sebuah Renungan di Hari Guru Nasional 2023

Guru merupakan profesi yang unik. Hal ini jika kita telaah lebih dalam hakikat seorang guru pada dasarnya adalah seseorang yang terpilih untuk mendharma baktikan segenap kemampuan lahir dan batin dalam memberikan pengalaman hidup serta pengetahuan secara berkelanjutan untuk membentuk pondasi yang kuat bagi peserta didik dalam rangka membantu mempersiapkan menyongsong masa depan yang cerah.

Guru merupakan insan yang ditunjuk Tuhan untuk membuka tabir semesta agar bermanfaat dalam kehidupan di segala aspek. Guru adalah kran pengetahuan yang melanjutkan petunjuk-petunjuk keillahian berbentuk ilmu pengetahuan untuk disebarkan dalam menanam benih teknologi, wawasan, karakter serta adab dan budaya untuk menjaga keberlangsungan hidup di mayapada ini.

Segala aktivitas yang dilakukan seorang guru tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan penuh dengan hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan. Menghadapi semua itu, bagi guru adalah suatu seni dalam mengejawantahkan dan membumikan pengetahuan untuk penerus bangsa dengan penuh kesabaran dan senyum mengembang walaupun dalam hati memendam rasa mengeluh, amarah namun hancur lebur oleh rasa sejatinya. Guru sejati memiliki rasa sejati yang tidak semua profesi lain dapat menjalankannya yaitu rasa welas asih, kesabaran, kepasrahan Illahi, dan ketawadu’an dalam menyebarkan pengetahuan secara asih, asah dan asuh disertai dengan olah rasa, nata rasa among rasa yang dideskripsikan selalu mengolah, menata, memelihara rasa sejati tulus ikhas menjalankan profesinya.

Saat ini memang ada komentar yang mengatakan tuntutan akan kompetensi guru seperti kalimat berikut “ seorang dokter, pilot bisa menjadi guru namun guru tidak bisa menjadi dokter, pilot “. Kalimat ini sepintas memang benar namun jika dikaji lebih dalam dan jika boleh mengajukan pertanyaan untuk seseorang yang mengeluarkan kalimat tersebut “ Apakah seorang dokter ataupun pilot tidak melalui jenjang sekolah dasar, menengah, atas? Dan siapakah yang memberikan basis awal pengetahuan dasar yang menjadi kemampuan mereka sebelum menjadi seorang pilot, dokter ? apakah bukan seorang guru? atau mungkin mereka tidak mau mengakui benang merahnya sejarah profesi yang telah diraihnya. Sebagai seorang guru saya merasa miris mendengarkan kalimat tersebut dan kita bisa katakan bahwa guru sejati selalu mengingat akan pembimbing-pembimbingnya dan menghormati guru-gurunya sebab kualitas ilmu yang dimiliki seorang guru sekarang tergantung kepada perlakuannya terhadap gurunya terdahulu dimana di profesi lain mungkin sudah banyak yang melupakan pembimbing atau gurunya.

Guru tetaplah menjadi guru walaupun sudah melahirkan profesi-profesi lain yang bergengsi hanya kepuasan batin harta sebenarnya yang dimiliki seorang guru sejati melihat keberhasilan peserta didiknya terserah mereka mengingat atau melupakan gurunya.

Berikut adalah setitik puisi dari perenungan saya untuk Guru

“ Goresan Illahi kodratnya

  Ungkap takbir semesta misinya

  Rasa sejati penuntunnya

  Uswatun hazanah lakunya."

Demikian secuil opini dari saya sebagai ujung tombak dan agen perubahan generasi Indonesia ini, marilah semua guru untuk menjadi guru sejati yang bekerja dengan hati bukan semata mata mengejar sertifikasi. Semoga kita sebagai guru diberikan keberkahan lahir dan batin untuk jalan menuju surga-Nya amin.

--------------- 

Penulis: Dr. M.Anang Taufik

* Dr. M. Anang Taufik; Guru SMPN 1 Sumberejo dan pemerhati pendidikan dari Kab.  Bojonegoro

Selasa, 10 Oktober 2023

PUISI: ASA


Penulis: Dr. Moh. Anang Taufik

ASA

Karya: Dr. Moh. Anang Taufik


Merona merah mentari
Ombak menari riang
Hangat terasa cahyanya
Angin semilir lembut
Menerpaku
Mengingatkan masa lalu
Akan asa yang terasa
Dalam memori jingga
  
Asa hilang dua terbilang
Nur Illahi sadarkanku
Akan tatanan-Nya
Nampak nyata perlahan
Goib terwujud

Tampak nyata dalam kesunyian
Asa ungkap rasa jati
Untukmu tercinta
Fikiran rasa karsaku
Ingatkan akan kebesaranMu
KepadaMu sang semesta
---------------------------

 * Penulis adalah Guru di SMPN 1 Sumberejo Kab. Bojonegoro, seorang Doktor bidang Ilmu Pendidikan yang menggemari  dunia sastra


Kamis, 05 Oktober 2023

RUANG PUISI: RISALAH GULANA

 

RISALAH GULANA     
Karya: Hariyanto     

Mendengar suaramu lirih, luruh rasaku
Gemetar jemarimu menusuk kalbu
Dingin tanganmu tak sehangat dulu
Langkah kakimu gontai menapak layu
Dengan apa harus kusembunyikan risau
Sementara gerak bibirku bernada parau
Saat keluh peluhmu membanjir jiwaku

Dalam hening ku bercengkerama dengan sepi
Untuk bertanya kepada sang pemilik sunyi
Adakah asa untuk berdiri dan berlari
Mencari penawar gulana hati
Tanganku tak selalu mampu menggenggamnya
Kakiku belum mampu mengiringi langkahnya
Senjamu menorehkan selaksa cerita

Dalam diam aku senandungkan duka
Agar tiada yang tahu sakitnya rasa
Kunikmati setiap irisan luka dari yang Esa
Sambil melapangkan dada
Belajar melepas satu demi satu cinta
Melonggarkan ikatan kasih nyata
Semua berpulang kepadaNya.


Ponorogo, 02 Oktober 2023


Balada Singo Barong
Karya Hariyanto


Suaranya bergetar dalam auman
Bengis wajahnya tak sebanding dukanya
Sang raja tenggelam dalam pesona 
Berdendang kidung  asmaradhana 
Singo Barong melaras sukma
Dewi Songgo Langit  bertakhta ke altàr jiwanya
Kini terenggut  dalam dekap Kelana Sewandana

Duh Gusti sang pencipta
Salahkah aku bertanya
Mengapa takdirkan wajah  tak biasa?
Tak kuasa  aku menolak 
Cinta hamba paripurna
Pada paras pesona  si jelita

Duh gusti yang Maha  Agung
Kesaktianku tinggi menggunung
AnugerahMu selalu kusanjung
Cintaku kini bagai sesaji terlarung
Laksana buih samudera mengapung
Langit hidupku berselimut mendung

Aku rela nelangsa demi cinta
Saat Samandiman meleburkan jiwa
Menghancurkan mimpi berlaksa
Wujudku membuatnya bahagia
Ragaku  tàk mampu merengkuhnya
Asal jiwaku abadi dihidupnya

Ponorogo, 08 Agustus 2023

-----------------------------------
* Penulis adalah pemerhati pendidikan yang memiliki kecintaan dalam berliterasi melalui berbagai karya tulis termasuk puisi. Salah satu kumpulan pusi yang pernah diterbitkan  diberi judul "Mecari Jejak Kata" yang diterbitkan CV Pustaka El Queena pada tahun 2022.

Selasa, 03 Oktober 2023

STOP PERUNDUNGAN DAN KEKERASAN DI SEKOLAH

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd*    

Berita tentang kekerasan dan perundungan (bullying) di sekolah seoalah tak pernah putus kita saksikan melalui media elektronik, media cetak dan dibumbuhi begitu hebohnya di media sosial. Terlepas dari kebenaran berita tersebut yang sebagian di media sosial dilebih-lebihkan, namun kenyataannya bahwa perundungan dan kekerasan di sekolah benar-benar terjadi. Pelakunya bisa antar siswa, guru kepada siswanya, bahkan  antara orang tua dengan anaknya sendiri. Baru-baru ini kita mendengar berita sebuah sekolah di  Jawa Timur seorang kakak kelas yang membully adik kelasnya hingga menyebabkan penglihatannya rusak/ dimungkinkan buta permanen. Begitu juga kasus bullying yang terjadi di salah satu SMP di Cilacap Jawa Tengah, yang korbannya kemudian di rawat di Rumah Sakit. Kasus lain yang kalah heboh adalah orang tua yang mengetapel guru karena anaknya ditegur oleh gurunya sebab merokok di sekolah. Akhirnya guru tersebut mengalami buta permanen. Dan banyak lagi kasus perundungan serta kekerasan lainnya di sekolah.

Berdasarkan data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) diketahui bahwa data perundungan hingga Juli 2023 terdapat 16 kasus. 25 % perundungan terjadi pada anak SD, 75% terjadi di SMP, 18,75 % terjadi di Sekolah menengah dan di Pondok pesantren  sebesar 6.25 % (www.cnn.indonesia.com).  Data hasil riset yang dilakukan juga menunjukkan data korban perundungan, yaitu mulai bulan Januari sampai dengan Agustus  sebesar 43 orang. Rinciannya adalah 41 (95,4%) pelakunya adalah peserta didik kepada peserta didik lainnya, 4,6 % dilakukan oleh guru,  5,7 % dilakukan oleh siswa, 1, 7 % dilakukan oleh orang tua kepada guru Sekolah. 1.1 % dilakukan oleh kepala sekolah. (www.republika.co.id). Data tersebut diperkuat dengan data dari KPAI bahwa sepanjang bulan Januari sampai Juni 2023 pihaknya menerima pengaduan sebanyak 97 pengaduan yang didominasi korban perundungan di sekolah.  

Sungguh memprihatinkan jika mengamati data di atas. Dalam pandangan penulis data tersebut hanya sebagian kecil yang terungkap, sedangkan fenomena sebenarnya adalah seperti fenomena puncak gunung es yang nampaknya terlihat kecil tetapi dasarnya yang tidak terlihat sesungguhnya begitu besar. Bagi seorang pendidik yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan, pastilah pernah mengalami hal yang sedemikian ini, tetapi kebanyakan sekolah berupaya secara maksimal menyelesaikannya secara kekeluargaan sehingga tidak sampai mencuat keluar lembaga pendidikannya.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan sekedar ikut-ikutan mengatakan bahwa suatu perbuatan itu kategori bullying/perundungan, sebaiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan perundungan tersebut, serta bagaimana bentuk dan perbuatan yang dikategorikan perundungan.

Perundungan adalah perilaku tidak menyenangkan yang dilakukan secara sengaja dan berulang sehingga seseorang menjadi trauma dan tidak berdaya. Perundungan ini bisa berupa perundungan fisik, seperti mendorong, meninju, mengancam, dan menjambak. Perundungan juga bisa berupa perundungan verbal, seperti memberikan julukan yang tidak baik, menghina,  menyindir, mengancam dan meyebarkan gossip. Perundungan sosial juga bisa terjadi, seperti mengucilkan, memalak, mengabaikan dan memfitnah. Bahkan untuk saat ini perundungan juga bisa saja terjadi di dunia maya, seperti memperolok di media sosial, mengubah foto menjadi tidak semestinya, mengirimkan pesan terror, dll.

Perundungan tersebut merupakan salah satu dari bentuk tindak kekerasan di sekolah. Sebagaimana tercantum dalam Permendikbud ristekdikti no 46 tahun 2023 pada pasal 5, bahwa kekerasan di satuan pendidikan mencakup  Kekerasan yang dilakukan oleh Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, dan warga Satuan Pendidikan Lainnya atau terhadap Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, anggota Komite Sekolah, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya di dalam lokasi satuan pendidikan dan bisa juga di luar lokasi satuan pendidikan.

Adapun bentuk kekerasan yang dapat terjadi di satuan pendidikan bisa berbentuk kekerasan fisik, psikhis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan, dan bentuk kekerasan lainnya.

Melihat banyaknya jenis kekerasan dan perundungan tersebut, maka sangatlah mungkin hal itu terjadi di sekolah, di rumah, dan di tempat lainnya. Mengapa mayoritas terjadi di sekolah? Tentu saja karena anak-anak selalu berinteraksi lebih lama di sekolah dibandingkan di rumah. Apalagi sekolah yang full days school. Perundungan yang terjadi di sekolah, misalnya: Guru menjuluki anak A dengan “si Nakal”, Siswa satu memalak uang jajan siswa yang lainnya, dan bentuk lainnya yang berujung pada kekerasan baik fisik, verbal, maupun sosial di sekolah.

Hal yang harus dipahami adalah mengapa mereka melakukan perundungan di sekolah? Beberapa ahli berpendapat bahwa bisa jadi mereka melakukan perundungan karena meniru perilaku orang dewasa di sekelilingnya atau melalui media sosial, mencari perhatian teman sebaya atau dari guru dan orang tua, atau bahkan karena pernah mengalami perundungan sehingga melakukan pelampiasan dengan melakukan perundungan pada siswa lain yang dianggap lebih lemah, merasa cemburu dengan yang dimiliki oleh orang lain, berusaha menunjukkan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki, dan kurangnya rasa empati dalam diri pelaku.

Dampak dari aksi perundungan ini tidak boleh dianggap sederhana, karena itu guru, orang tua, dan sekolah harus semaksimal mungkin mengeliminir tindakan bullying ini. Diantara akibat dari perundungan ini adalah gangguan fisik, bisa sulit tidur, sakit berkelanjutan, lemah dan lesu, luka fisik, hilang selera makan. Dampaknya bisa ditebak, bisa berlanjut pada gangguan emosional, seperti korban akan mudah marah dan sedih, menurun rasa percaya diri, prestasi menurun. Malas sekolah, mudah tersinggung dan bisa jadi jika terpaksa dia akan menyerang balik pelakunya.

Melihat dampak yang besar bagi perkembangan fisik dan rohani, juga prestasi anak, maka orang tua juga harus bijak menyikapinya. Apa yang harus dilakukan? 1) Orang tua harusnya mengenali dan mamu mendeteksi secara dini ciri-ciri anak yang terkena perundungan, 2) Berikan pemahaman terhadap anak tentang akibat perundungan dan bagaimana anak menyikapinya, sehingga anak tidak menjadi pelaku bahkan menjadi korban perundungan. 3) Jalin komunikasi dan berikan kasih sayang sepenuh hati kepada anak. Hal ini memungkinkan anak akan menceritakan secara terbuka apa yang dialaminya di sekolah.  4) Pembinaan karakter dan pendidikan agama kepada anak adalah modal utama agar terhindar dari perbuatan yang tidak terpuji ini.

Hal-hal tersebut harus juga dilakukan di sekolah, sehingga kerjasama orang tua di rumah dengan sekolah akan bersinergi. Pendidikan karakter harus dimaksimalkan, pemberian contoh teladan dari guru dan tenaga kependidikan akan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi anak-anak yang sekolah. Sekolah ramah anak bukan hanya slogan saja tetapi harus benar-benar diwujudkan. Selain itu peran guru bimbingan konseling dan wali kelas harus dioptimalkan sehingga bisa mendeteksi sekaligus mencegah secara dini jika ada peserta didiknya yang melakukan perundungan.

Sekolah sudah saatnya benar-benar mengimplementasikan Permendikbudristek No 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimana didalamnya juga diatur pembentukan TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan), yaitu tim yang dibentuk satuan pendidikan untuk melaksanakan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan. Dengan acuan dasar hukum Permendikbudristek No 46 tahun 2023 ini, Sekolah memiliki pegangan dan dasar untuk melakukan pencegahan dan penanganan terhadap berbagai macam bentuk perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan. Sehingga di kemudian hari tidak lagi terjadi kasus-kasus kekerasan sebagaimana yang saat ini terjadi di satuan pendidikan.

---------- 
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan


Rabu, 20 September 2023

MERUMUSKAN VISI, MISI DAN TUJUAN SEKOLAH


Oleh: Hariyanto*    

Mengembangkan dan memajukan sekolah merupakan tanggung jawab dari seorang kepala sekolah.  Dalam rangka mengembangkan sekolahnya, maka ada beberapa tugas yang menjadi kewajiban pokok seorang kepala sekolah, yaitu menyusun dan atau menyempurnakan visi, misi dan tujuan sekolah, Menyusun struktur organisasi sekolah, Menyusun rencana kerja jangka menengah (RKJM) dan rencana kerja tahunan (RKT), Menyusun peraturan sekolah, dan mengembangkan sistem informasi manajemen. Tugas-tugas tersebut tidaklah sederhana jika dilakukan oleh kepala sekolah yang benar-benar menginginkan sekolahnya maju dan tentu saja kepala sekolah yang mendedikasikan dirinya untuk kemajuan lembaga yang dipimpinnya dengan segenap kompetensi yang dimiliki. Kompetensi menjadi satu hal yang wajib dimiliki jika hendak menjabat kepala sekolah.

Berdasarkan Permendiknas nomor 13 tahun 2007, terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial, kompetensi supervisi dan kompetensi kewirausahaan. Kompetensi tersebut dijabarkan dalam indikator secara detail yang menggambarkan secara jelas kompetensi tersebut. Dari sudut pandang ini saja sekiranya dipenuhi oleh semua lembaga pendidikan dengan mengangkat kepala sekolah yang memiliki kompetensi tersebut, maka bisa dipastikan tidak ada sekolah yang mengalami kemunduruan, tidak dipercayai lagi oleh masyarakat, bahkan berujung gulung tikar. Persyaratan kompetensi tersebut kemudian dilengkapi dengan syarat-syarat lainnya, yaitu berlatar belakang pendidikan S-1/DIV kependidikan atau non kependidikan dari perguruan tinggi yang terakreditasi, pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia kurang dari atau sama dengan 56 tahun, memiliki pengalaman mengajar lebih dari 5 tahun, jika PNS memiliki golongan minimum III C dan jika non PNS hendaknya disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang, memiliki sertifikat pendidik dan sertifikat kepala sekolah sesuai jenjang pendidikan, ditambah satu lagi untuk aturan terbaru yaitu memiliki sertifikat guru penggerak.

Dalam artikel ini, sengaja penulis hanya akan mengelaborasi mengenai tugas pokok kepala sekolah dalam merumuskan dan menyempurnakan visi, misi dan tujuan sekolah. Karena untuk tugas pokok ini memang memerlukan perhatian yang serius, tanpa mengabaikan tugas pokok yang lainnya. Harapan penulis tugas-tugas pokok lainnya dapat dibahas lebih mendalam di artikel berikutnya. Kegagalan kepala sekolah dan unsur pimpinan lainnya di sekolah, bisa jadi disebabkan oleh gagalnya merumuskan visi, misi sekaligus mengimplementasikannya secara tepat. Jika rumusan visi, misi, tujuan sudah tepat, maka sangat memungkinkan kegigihan dalam mengimplementasikannya masih kurang atau daya juang kepala sekolah dan stakeholder di sekolah yang melemah akibat faktor kompetensi kepala sekolah sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak dimiliki secara maksimal.

Pengertian Visi, Misi dan Tujuan

Beberapa pakar pendidikan memberikan definisi yang berbeda-beda terhadap Visi, Misi dan tujuan. Meskipun semua mengarah pada maksud yang sama. Supriyadi (2022) menjelaskan bahwa Visi merupakan sekumpulan kata bahkan kalimat yang menggambarkan mimpi, aspirasi, rencana, harapan untuk masa depan asosiasi, perusahaan dan organisasi. Jika pengertian tersebut dikaitkan dengan lembaga pendidikan, maka visi adalah pandangan atau wawasan ke depan yang dijadikan cita-cita, inspirasi, motivasi, dan kekuatan bersama warga sekolah mengenai wujud sekolah pada masa yang akan datang.

Misi merupakan pernyataan tentang hal-hal yang digunakan sebagai acuan bagi penyusunan program sekolah dan pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah yang terlibat, dengan penekanan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh sekolah dalam rangka mewujudkan visi sekolah. Arifin dan Barnawi (2012) menyatakan bahwa misi merupakan alasan atau sebab-sebab mengapa suatu organisasi harus ada. Misi menunjukkan “apa yang dilakukan, sedangkan visi menunjukkan “mau jadi apa kita/sekolah kita di masa depan.”

Tujuan sekolah Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi yaitu sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan  Tujuan dalam satuan pendidikan merupakan “apa” yang akan dicapai/ dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan “kapan” tujuan akan dicapai. Pencapaian tujuan ini dapat dijadikan indikator untuk menilai kinerja sebuah sekolah.

Merumuskan VISI, MISI, dan Tujuan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan Visi adalah (1) Visi seharusnya dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang. (2) Mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan. (3) Dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional. (4) Diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah. (5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah  dan segenap pihak yang berkepentingan. (6) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

Misi memiliki fungsi yang sangat mendukung keberhasilan Visi, yaitu: (1) Sebagai pijakan dalam merumuskan tujuan (2) Sebagai tindakan nyata untuk mewujudkan visi. (3) Merupakan bentuk komitmen dari pihak-pihak yang berkepentingan. (4) Sebagai alat untuk mengarahkan perumusan strategi dan pelaksanaan.(5) Sebagai motivasi dan pembangkit semangat kebersamaan dalam organisasi.

Tujuan sekolah memiliki fungsi (1) Sebagai tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan. (2) Untuk menjelaskan apa yang ingin dicapai dalam upaya pengembangan sekolah pada kurun waktu menengah (misalnya dalam kurun waktu 3˗5 tahun). (3) Sebagai acuan dalam menyusun sasaran.

Akdon (2006) memberikan tips untuk merumuskan visi sebuah lembaga/organisasi, yaitu: (1) Harus menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi;(2) Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya. (3) Mengandung partisipasi masyarakat luas terhadap pengembangan bidang utama yang digeluti organisasi. Secara lebih rinci Syafitri, dkk (2023) menegaskan kriteria visi yang baik, yaitu: (1) Rumusannya singkat, padat da mudah diingat (2) Bersifat inspiratif dan menantang untuk mencapainya, (3) Sesuatu yang ideal yang ingin dicapai di masa depan, yang membawa eksistensi atau keberadaan sebuah lembaga,

Lebih lanjut Syafitri, dkk (2023) juga memaparkan rumusan misi yang ideal adalah (1) Rumusannya sejalan dengan visi organisasi, (2) Rumusannya jelas dengan bahasa yang lugas,  (3) Rumusannya menggambarkan pekerjaan atau fungsi yang harus dilaksanakan, (4)dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, (5) Memungkinkan perubahan dengan menyesuaikan perubahan visi yang ada.

Keselarasan Visi, Misi dan Tujuan

Sebagai sebuah penyataan yang mendasar tentang masa depan sekolah, sebagaimana dipaparkan di atas, maka penyataan Visi, Misi dan Tujuan isinya harus selaras, tidak boleh bertentangan satu sama lainnya. Karena itu konsistensi diantara ketiganya harus terlihat dari pernyataan Visi, Misi dan Tujuan. Berikut kami berikan contohnya:

Visi: Terwujudnya Peserta Didik Yang Beriman, Cerdas, Terampil, Mandiri, Dan Berwawasan Global.

Misi:

1. Menanamkan keimanan dan ketakwaan melalui pengamalan ajaran agama

2. Mengoptimalkan proses belajar dan bimbingan.

3. Mengembangkan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan minat, bakat, dan potensi peserta didik.

4. Membina kemandirian peserta didik melalui kegiatan pembiasaan, kewirausahaan, dan pengembangan diri yang terencana dan berkesinambungan.

5. Menjalin kerja sama yang harmonis antarwarga sekolah dan lembaga lain yang terkait.

 

 

Tujuan:

1. Mengembangkan budaya sekolah yang religius melalui kegiatan keagamaan

2. Melaksanakan pendekatan pembelajaran aktif pada semua mata pelajaran.

3. Mengembangkan berbagai kegiatan dalam proses belajar di kelas berbasis pendidikan karakter bangsa.

4. Menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial yang menjadi bagian dari pendidikan karakter bangsa.

5. Menjalin kerja sama dengan lembaga lain dalam merealisasikan program sekolah.

6. Memanfaatkan dan memelihara fasilitas pendukung proses pembelajaran berbasis TIK.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui ternyata tugas seorang kepala sekolah itu tidaklah mudah. Tidak hanya merumuskan visi, misi, tetapi juga turut menjadi tempat pengembangan keterampilan siswa, pengembangan lembaga pendidikan demi mewujudkan sekolah yang bermutu. Untuk memudahkan mecapai Visi, Misi dan Tujuan tentu membutuhkan dukungan dari stakeholder pendidikan, Karena itu internalisasi Visi, Misi dan Tujuan sekolah juga harus terlebih dahulu dibangun dalam diri seluruh pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, bahkan peserta didik. Sehingga akan tumbuh semangat, motivasi untuk menggapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan. (Hary: 20/9/23)

--------------------
*Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan

Selasa, 22 Agustus 2023

JANGAN ABAIKAN PANGGILAN TELEPON INI

 

Inspirasipendidikan.com – sahabat inspirasi pendidikan, kali ini kami akan berbagi sebuah cerita yang pernah dilakukan seorang pendidik /dosen di sebuah perguruan tinggi negeri. Cerita bermula ketika dosen tersebut pada pertemuan pertama menjelaskan tentang silabus, peta konsep yang akan diajarkan selama semester, dan kontrak perkuliahan. Pada waktu itu mereka mendiskusikan kontrak perkuliahan yang isinya sudah disepakati oleh mahasiswa di kelas, yang antara lain adalah ketertiban menggunakan gadget. Bahwa selama pembelajaran berlangsung handphone harus mode silent atau getar saja, tidak boleh dibunyikan keras-keras. Begitu juga tidak boleh menerima atau mengirimkan pesan atau telepon sewaktu pembelajaran berlangung, karena bisa menganggu teman/ mahasiswa yang lain, dan proses belajar mengajar juga akan terganggu apalagi dari segi etika hal itu adalah kurang sopan.

Sepekan berlalu, hingga tibalah giliran dosen itu mengajar lagi. 20 menit pertama pembelajaran berlangsung menyenangkan, tanya jawab dan interaksi yang dibangun di kelas begitu hidup. Namun tiba-tiba keseruan belajar mengajar itupun terhenti ketika terdengar nada dering lagu Pop Korea dari salah satu tas mahasiswa. Buru-buru mahasiswa itu meraih tasnya dan menjawab panggilan di HP di dalam kelas. Entah lupa atau bagaimana dengan kontrak kuliah, mahasiswa itupun menjawab meskipun dengan nada lirih sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan dan  bersembunyi dibawah meja. Dosen hanya melirik melihat kejadian itu dan melanjutkan kuliahnya. Tetapi cukup lama mahasiswa ini menjawab teleponnya, akhirnya mahasiswa ini pun ditegur oleh dosen, “mas, yang lagi asyik jawab telepon, masih ingat hak, kewajiban yang kita sepakati minggu lalu?” tegur dosen yang sepertinya sudah habis kesabarannya.

“Masih ingat bu”? jawab mahasiswa tersebut sedikit gugup sambil memasukkan HP nya di saku samping celananya.

“Kalau begitu silahkan saudara keluar dari kelas saya, minggu depan baru boleh masuk, hari ini cukup sampai di sini.” Tegas ibu dosen yang sontak membuat seluruh kelas terdiam.

Setelah mahasiswa itu keluar dari kelas, perkuliahan pun dilanjutkan lagi. Suasana yang tadi hening kini kembali normal seperti biasa. Selang 15 menit kemudian, tiba-tiba dari bangku depan terdengar HP berbunyi, sebuah panggilan masuk. Seorang mahasiswi begitu panik kemudian bergegas mengambil HP yang ada di tasnya kemudian berupaya di matikan. Sesaat mahasiswi tadi melihat siapa yang menelpon, kemudian segera merejectnya. Nampak kelegaan dari raut muka mahasiswi tersebut. Sampai kemudian dosennya mendekati dan bertanya.

”Kenapa dimatikan telponnya?” tanya dosen

“Maaf bu, saya lupa silent, tapi tidak saya jawab telponnya.” Jawab mahasiswi dengan perasaan berdebar, khawatir dia pun akan bernasib sama dengan temannya yang sebelumnya dikeluarkan dari kelas.

“Telepon dari siapa?” selidik dosen lagi.

“Dari ibu saya bu.” Jawab mahasiswi tersebut dengan jujur. “Kalau ibu tidak percaya, bisa diperiksa bu.” Tambahnya.

“Kalau begitu, keluar kelas, dan telepon kembali ibumu, setelah selesai kamu boleh masuk kelas lagi.” Perintah Dosen.

Mahasiswi tersebut ragu dengan perkataan dosennya, tetapi dengan setengah ragu dia pun keluar untuk menelepon kembali ibunya.

Lima menit kemudian mahasiswi itu pun masuk lagi.

“Semuanya dengarkan dan perhatikan, ketentuan dalam kontrak kuliah yang kita sepakati memang tidak boleh menerima dan menjawab telepon di dalam kelas, tetapi ingatlah jika yang menelpon itu adalah orang tuamu, maka wajib kamu untuk menjawabnya. Saya persilahkan keluar kelas untuk menjawab telepon dan setelah selesai bisa kembali mengikuti perkuliahan.” Kata dosen menjelaskan di depan kelas.

Semua mahasiswa di dalam kelas hanya terdiam mendengar penjelasan dari dosennya. Sampai kemudian salah satu mahasiswa memberanikan diri bertanya.

”Mengapa begitu bu? Mungkin ada alasan tersendiri bu?”

Sambil tersenyum dosen tadi menjawab. “Saya tidak memiliki hak untuk menjauhkan kamu dengan orang tuamu, Saya tidak memiliki keberanian kepada orang tua yang mempercayakan kamu ke kampus ini, tetapi di sisi lain orang tua kalian khawatir akan kondisi anaknya yang jauh dari rumah. Apalah kuasa seorang dosen dibandingkan orang tua yang doa-doanya digaungkan setiap waktu untuk anak-anaknya, yang tidak ada hijab do’a dia dengan Tuhannya.” Sambil menghela nafas berat ibu dosen tadi menambahkan.”Jangan pernah abaikan telepon dari orang tuamu, karena percayalah suatu saat nanti bisa jadi telepon yang kamu abaikan itu akan menjadi telepon yang sangat kamu rindukan, ketika orang tuamu sudah meninggal dunia.”

Semua mahasiswa terdiam sejenak, dalam hati mereka berkata.” Meskipun dosen ini tegas dan disiplin dalam menerapkan aturannya, tetapi nilai karakter yang dibangun melalui tindakannya, sungguh mencerminkan seorang yang inspiratif bagi para mahasiswanya.”

Begitulah sahabat inspirasipendidikan.com, Kebijakan dalam penerapan semua aturan terutama di bidang pendidikan haruslah diupayakan pada penekanan attitude, Karakter yang terus dibiasakan bagi seluruh peserta didik di jenjang mana pun. Pendidik haruslah bisa menginspirasi anak didiknya, memberikan keteladanan, dan muaranya adalah pembentukan pribadi yang memiliki akal budi, berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia, tetapi juga memiliki kecerdasan di bidangnya masing-masing.(HAR, 22/8/20023)


Jumat, 18 Agustus 2023

MEMBERSIHKAN POLUSI DI WILAYAH BUDAYA INDONESIA

Afrilia Eka Prasetyawati*

Bulan Agustus identik dengan bulan perjuangan, karena mengingatkan seluruh bangsa Indonesia bahwa pada bulan ini Indonesia menyatakan proklmasi kemerdekaannya melalui proklamasi yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak akan melupakan jasa para pahlawannya. Semarak peringatan kemerdekaan di Indonesia selalu disambut hangat, meriah dan luar biasa oleh masyarakat. Pengibaran bendera merah putih serentak dilakukan, hampir setiap RT di desa-desa atau kelurahan mengadakan acara berbagai macam perlombaan yang diikuti oleh warganya, karnaval budaya, gerak jalan dan event-event lainya. Puncaknya adalah Upacara Peringatan detik-detik Proklamasi yang diselenggarakan di seluruh wilayah tanah air oleh sekolah, instansi swasta maupun negeri, dan tentu saja di Istana Negara.

Terlepas dari kemeriahan tersebut, ada yang menarik untuk dicermati dan direnungkan jika dikaitkan dengan pendidikan karakter bagi anak-anak bangsa. Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT RI ke 78 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia menyampaikan keprihatinannya terhadap lunturnya budaya santun sebagian kecil masyarakat Indonesia. Presiden secara jelas menyatakan, “Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa sampai ke Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah bisa dengan mudah disampaikan. Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Saya tidak masalah. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.”

Sebagai warga negara yang memiliki kepedulian terhadap kondisi bangsa, mari kita analisis mendalam apa yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo. Dengan tetap menghargai pendapat masing-masing pihak yang barangkali bisa pro dan kontra. Kenyataan di masyarakat saat ini membuktikan bahwa di media sosial orang bisa meakukan bullying, memaki, memfitnah, atau mengkritik dengan tidak memberikan solusi, menjelek-jelekkan yang di luar batas kewajaran. Mirisnya lagi jika hal-hal seperti dipertontonkan oleh orang-orang yang notabene berpendidikan tinggi. Sebagai bagian dari bangsa ini, tentu kita dari dulu bangga dengan predikat masyarakat yang memiliki budaya santun, tenggang rasa, saling menghargai pendapat. Bahkan saat di bangku sekolah kita diajarkan oleh guru-guru kita bagaimana berdiskusi yang baik, bagaimana etikanya untuk menyela pendapat, bagaimana adab berbicara terhadap orang yang lebih tua, dan bagaimana jika memberikan pendapat yang berbeda dengan tetap menghargai dan menghormati lawan bicara.

Adab memang harus lebih dikedepankan daripada Ilmu, begitulah seharusnya budi pekerti dijunjung tinggi apalagi ditopang dengan kedalaman ilmu pengetahuan. Mari sejenak secara tulus kita lihat tujuan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Nampaknya tujuan itu akan “jauh pangang dari api” jikalau mereka yang berpendidikan itu tidak kembali mempraktikkan dan berkaca pada tujuan pendidikan karakter tersebut.

Jika fenomena polusi budaya ini dianggap sebagai kegagalan pendidikan karakter, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? Tidak bisa serta merta hal tersebut dibebankan kepada sekolah, guru atau tenaga kependidikannya. Karena sejatinya sekolah sudah berupaya semaksimal mungkin bersama orang tua untuk menjadi garda terdepan mengawal dan membangun karakter peserta didiknya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber pada agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab,  sudah berusaha tanpa henti diimplementasikan di sekolah melalui berbagai cara dan keteladanan. Tetapi derasnya arus informasi dan tekologi seolah mendistorsi berbagai upaya tersebut.

Patutlah disadari sebagai umat beragama, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kedengkian, hujatan, bersikap sombong, menjelek-jelekkan yang lain, membodoh-bodohkan orang lain apalagi karena menganggap diri lebih pandai, dan hal-hal negative lainnya. Bagi Umat Islam tentu sudah sangat paham bahwa Rasul yang diutus untuk mengajarkan risalah kebenaran tidak pernah menggunakan hal-hal negatif tersebut untuk mengajak ke jalan kebenaran, tetapi dengan mengedepakan uswatun khasanah. Maka jika hendak memberikan kritik tulus yang bertujuan agar yang dikritik (siapapun orangnya) berubah menjadi baik, seyogyanya dilakukan secara  santun, ibarat ingin menangkap ikan di kolam, dapat ikannya tetapi tidak keruh air kolamnya. Tujuannya tercapai, namun tanpa menjatuhkan harga diri orang lain.

Lebih arif dan bijak kiranya mereka yang menjadi public figure, pejabat pemerintah, tokoh politik, wakil rakyat, tokoh masyarakat juga ikut andil dalam membenahi kondisi polusi di wilayah budaya ini dengan memberikan keteladanan, contoh dalam perkataan maupun perbuatan. Mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar dalam membersihkan pollutant ini. Mari kita bersama untuk bersinergi mengembalikan budaya luhur bangsa Indonesia, mendudukkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, dan dengan karakter Pancasila kita terus melaju menuju Indonesia maju.
---------------------------
* Penulis adalah guru dan mahasiswa S2 PBSI UNIPMA Madiun