f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Selasa, 09 Juli 2024

Nelson Mandela: Pejuang Anti-Apartheid dan Presiden Afrika Selatan Pertama yang Berkulit Hitam

Nelson Mandela

Sahabat inspirasi pendidikan, setiap zaman ada tokohya dan setiap tokoh ada zamannya, begitu kata pepatah yang sering kita dengar. Tetapi dari setiap perjalanan para tokoh ini sesungguhnya terdapat banyak hal yang dapat menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih bermanfaat. Inspirasipendidikan.com berbagai kisah tentang Nelson Mandela, seorang pejuang anti-apartheid yang juga seorang presiden Afrika Selatan. Kisahnya begitu melegenda dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang di dunia.

Masa Kecil dan Pendidikan

Nelson Rolihlahla Mandela, yang lebih dikenal dengan nama Nelson Mandela, lahir di desa Mvezo, Afrika Selatan pada tanggal 18 Juli 1918. Dia berasal dari keluarga Thembu, salah satu suku terbesar di Afrika Selatan.

Mandela kecil dibesarkan dalam tradisi dan budaya Thembu. Ayahnya, Gadla Henry Mphakanyiswa, adalah kepala desa Mvezo. Ibunya, Nosekeni Fanny, adalah istri ketiga ayahnya. Mandela memiliki 2 saudara perempuan dan 2 saudara laki-laki.

Mandela memulai pendidikannya di sekolah desa setempat. Pada usia 9 tahun, ayahnya meninggal dan dia diasuh oleh bupati Thembu, Jongintaba. Mandela kemudian melanjutkan pendidikannya di Clarkebury Boarding Institute dan Healdtown Institution.

Pada tahun 1939, Mandela mendaftar di University of Fort Hare untuk belajar hukum. Namun, dia dikeluarkan dari universitas tersebut karena terlibat dalam aksi protes politik. Dia kemudian menyelesaikan pendidikannya di University of the Witwatersrand, di mana dia menjadi aktivis anti-apartheid.

Perjuangan Melawan Apartheid

Apartheid adalah sistem segregasi ras yang diberlakukan di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga 1994. Sistem ini memisahkan orang kulit hitam dan kulit putih di semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.

Mandela bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) pada tahun 1944. ANC adalah organisasi politik yang memperjuangkan hak-hak orang kulit hitam di Afrika Selatan. Mandela dengan cepat menjadi pemimpin ANC dan terlibat dalam berbagai aksi protes dan kampanye anti-apartheid.

Pada tahun 1961, Mandela ditangkap dan didakwa melakukan sabotase. Dia dihukum penjara seumur hidup dan dipenjara di Pulau Robben. Mandela menghabiskan 27 tahun di penjara, di mana dia mengalami kondisi yang keras dan tidak manusiawi. Namun, Mandela tidak pernah menyerah pada perjuangannya melawan apartheid. Dia terus menginspirasi orang lain melalui kepemimpinannya dan tekadnya yang kuat.

Kisah Nelson Mandela di Penjara: 27 Tahun Menuju Kebebasan dan Perubahan

Nelson Mandela menghabiskan 27 tahun hidupnya di penjara akibat perjuangannya melawan apartheid di Afrika Selatan. Masa-masa di balik jeruji besi ini penuh dengan tantangan dan kesulitan, namun juga menjadi periode penting dalam perjalanan hidupnya yang mengantarkannya menjadi ikon perdamaian dan keadilan.

Masa Awal di Penjara:

Pada tahun 1962, Mandela ditangkap dan dihukum penjara seumur hidup karena terlibat dalam kegiatan anti-apartheid. Awalnya, dia dipenjara di Pulau Robben, sebuah pulau kecil yang terpencil dan terkenal dengan kondisi yang keras. Di sana, Mandela dipaksa untuk bekerja keras dalam kondisi yang tidak manusiawi, dan dia hanya diizinkan untuk mengunjungi keluarganya sekali setahun.

Kehidupan di Pulau Robben:

Meskipun dihadapkan pada kondisi yang sulit, Mandela tidak pernah menyerah pada semangatnya. Dia terus belajar dan membaca buku di penjara, dan dia menjadi pemimpin informal bagi para tahanan politik lainnya. Mandela juga menggunakan posisinya untuk mengorganisir aksi protes dan mogok makan untuk menuntut hak-hak para tahanan.

Perjuangan Melawan Apartheid dari Penjara:

Mandela tidak hanya berfokus pada perjuangannya sendiri, dia juga terus mengabdikan diri untuk melawan apartheid. Dia secara diam-diam menulis surat dan artikel yang diselundupkan keluar dari penjara, dan dia berkomunikasi dengan para pemimpin ANC di luar negeri untuk menyusun strategi perjuangan.

Pengakuan Internasional dan Tekanan untuk Pembebasan:

Seiring waktu, Mandela menjadi simbol perlawanan terhadap apartheid dan perjuangan untuk hak-hak asasi manusia. Dukungan internasional untuk pembebasannya terus meningkat, dan tekanan terhadap pemerintah Afrika Selatan semakin besar.

Pembebasan dan Masa Depan:

Pada tahun 1990, setelah 27 tahun dipenjara, Mandela akhirnya dibebaskan. Pembebasan ini menjadi momen bersejarah bagi Afrika Selatan dan menandai awal dari era baru dalam perjuangan melawan apartheid. Mandela kemudian memimpin negosiasi antara ANC dan pemerintah Afrika Selatan, yang akhirnya menghasilkan pemilihan umum demokratis pertama di negara itu pada tahun 1994.

Kisah Nelson Mandela di penjara adalah kisah tentang keberanian, tekad, dan pengorbanan. Dia menunjukkan kepada dunia bahwa meskipun dihadapkan pada rintangan yang paling sulit, kita dapat mencapai perubahan melalui perdamaian dan rekonsiliasi. Mandela menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan dan menghabiskan masa jabatannya untuk membangun bangsa yang lebih adil dan setara.

Selama masa jabatannya sebagai presiden, Mandela fokus pada rekonsiliasi rasial dan pembangunan bangsa. Dia juga bekerja untuk memerangi kemiskinan dan meningkatkan pendidikan dan perawatan kesehatan.

Mandela pensiun dari jabatan presiden pada tahun 1999, tetapi dia tetap aktif dalam berbagai kegiatan filantropi dan advokasi. Dia meninggal dunia pada tanggal 5 Desember 2013 di usia 95 tahun.

Warisan Nelson Mandela

Nelson Mandela adalah salah satu pemimpin paling inspiratif di abad ke-20. Dia adalah simbol perlawanan terhadap penindasan dan perwujudan harapan dan rekonsiliasi. Warisannya terus menginspirasi orang-orang di seluruh dunia untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan.

Fakta Menarik tentang Nelson Mandela:

  • Mandela menikah tiga kali dan memiliki enam anak.
  • Dia adalah penerima lebih dari 250 penghargaan, termasuk Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1993.
  • Ulang tahunnya, 18 Juli, diperingati sebagai Hari Nelson Mandela Internasional setiap tahun.

Pesan Moral dari Kisah Nelson Mandela:

  • Keberanian, tekad, dan optimisme adalah kunci untuk mencapai perubahan.
  • Pengampunan dan rekonsiliasi adalah penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.
  • Setiap orang memiliki potensi untuk membuat perbedaan di dunia.

Kisah Nelson Mandela adalah pengingat bahwa bahkan dalam menghadapi rintangan yang paling sulit, kita dapat mencapai hal-hal yang luar biasa jika kita memiliki keberanian untuk memperjuangkan apa yang kita yakini. “selalu ada harapan untuk perubahan” (hary, 09/07/2024)


Selasa, 02 Juli 2024

PUISI: Takbir Membawa Rindu

TAKBIR MEMBAWA RINDU
Karya: Shakayla Adzkiya El Queena H.*


Nafasnya terengah
Kakinya ringkih mengayuh pedal renta
Lelaki tua dengan becak tua
Berpuasa di tengah terik surya

Saat syawal menjelang
Hatinya kian meradang
Merindu pilu yang terkenang
Entah kapan bisa pulang

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar
Laa ilaaha Illallohu wallahu akbar
Allahu akbar wa lillahilhamdu

Ya Rabb, gema kebesaran-Mu menyayatku
Takbir untuk-Mu mengerdilkanku
Wajah-wajah tercinta membias pilu
Tak layakkah aku menerima anugerah-Mu
Sekedar melepas rindu
Bersama keluargaku

Ponorogo, 31 Maret 2024

  *Penulis adalah siswi MTs Negeri 2 Ponorogo

Jumat, 21 Juni 2024

OPINI: ANALISIS PENYEBAB LEMBAGA PENDIDIKAN GULUNG TIKAR

 Oleh: Afrilia Eka Prasetyawati, M.Pd*

“Jika ingin mengetahui seberapa visioner seorang pimpinan lembaga pendidikan, lihatlah perencanaan pendidikannya. Jika ingin mengetahui kemampuan kepemimpinannya, maka lihatlah cara mengkoordinir sumber daya yang dimiliki lembaga pendidikan”- (Hary)


Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih belum selesai. Beberapa sekolah baik negeri maupun swasta masih berjuang untuk mendapatkan peserta didik dengan berbagai cara, termasuk memberikan janji manis bagi calon peserta didik dan orang tua. Kemasan gula-gula kualitas tersebut disajikan dengan berbagai cara. Beberapa sekolah sudah berada dalam tahapan aman karena Pagu sudah terpenuhi, meskipun demikian masih ada juga sekolah yang masih “harap-harap cemas” karena peminatnya masih sedikit, bahkan ada yang mengalami penurunan secara drastis dari tahun ke tahun. Sekolah-sekolah di sekitar kita sudah mulai banyak yang tidak bisa operasional, dampaknya gaji guru dan  tenaga kependidikan tidak bisa diberikan, sarana prasarana tidak ada pembaharuan, beberapa sudah rusak karena kurangnya perawatan, dll. Apa penyebabnya? Mengapa setiap tahun terus ada sekolah mulai jenjang SD sampai Sekolah Menengah yang terpaksa tutup atau “gulung tikar”? Bagaimana peran Kepala sekolahnya? Bagaimana Dinas Pendidikan melakukan fungsi pembinaannya? JIka sekolah dibawah yayasan, apa peran Yayasan? Apa yang seharusnya dilakukan? Tentu saja tidak bijak jika hanya mencari kambing hitam kepada Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru. Karena pada dasarnya tidaklah sesederhana itu. Melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk menguraikan hal-hal tersebut, sehingga manfaatya dapat diperoleh untuk pembelajaran bagi insan pendidikan.

Penyebab menurunnya peminat peserta didik baru terhadap sebuah lembaga pendidikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor Internal lebih disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki  sekolah tersebut. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar sekolah tersebut. Apa saja faktor internalnya?

1.  Kualitas pendidikan yang rendah, hal ini dapat dilihat dengan mudah melalui prestasi yang diperoleh oleh siswa maupun oleh gurunya dalam event baik skala lokal, regional, nasional bahkan internasional. Jika tidak ada prestasi bidang akademik maupun non akademik sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka ini sudah menjadi indikator awal bahwa kualitas pendidikannya rendah.

2. Proses pembelajaran yang tidak maksimal akibat guru yang tidak kompeten. Inovasi dalam pembelajaran tidak bisa diimplementasikan, cenderung monoton. Akibatnya peserta didik tidak termotivasi dalam belajar. Dalam konteks seperti ini, perlu dilihat kembali bagaimana proses rekruitmen sebelumnya, langkah pengembangan SDM dan evaluasi yang dilakukan. Sehingga upaya pengembangan SDM ke depannya akan lebih baik lagi dan diperoleh SDM yang berkualitas.

3. Kepemimpinan yang lemah, Bagaimanapun sebagai seorang manajer pendidikan harus bertanggung jawab terhadap masa depan lembaga yang dipimpinnya. Maju mundurnya sekolah yang dipimpin adalah tanggung jawabnya. Kepala sekolah yang bijaksana tidak akan lepas tangan jika sekolah yang dipimpinnya mulai ada kecenderungan sepi peminat. Apalagi dengan menyalahkan bawahanannya tanpa bisa berinovasi mengimplementasikan perencanaan dan tindakan strategis untuk menjaga eksistensi lembaganya. Kohesivitas, kekompakan dan pengimplementasian kepemimpinan yang demokratis akan dapat mengatasi masalah ini, apalagi ditunjang dengan keadilan dalam pemberian hak kesejahteraan para guru dan tenaga kependidikannya. Pemilihan dan pengangkatan kepala sekolah sudah ada aturan yang jelas bagi sekolah negeri, tetapi pada sekolah swasta terkadang pemilihan atau pengangkatannya diserahkan sepenuhnya oleh yayasan. Sering juga ditemui pegangkatan atau pemilihannya hanya didasarkan pada kedekatan secara personal bukan berdasarkan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh calon kepala sekolah. inilah yang menjadi cikal bakal tidak berkembangnya sekolah.

4. Yayasan Penyelenggara yang kurang kepedulian. Jika sekolah yang diselenggarakan sudah ada indikasi tidak lagi dipercayai masyarakat, maka harusnya dilakukan evaluasi dan mengambil tindakan secepatnya untuk perbaikan. Evaluasi dilakukan kepada kepemimpinan kepala sekolah, dan SDM lainnya, strategi marketing, pembiayaan dll. Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab yayasan untuk memberikan dukungan finansial, material dan imaterial berupa pembinaan secara berkelanjutan. Bagaimana jika yayasan justru mengabaikannya karena dianggap tidak memberikan profit? Penulis menganjurkan melihat kembali visi dan misi yayasan sebagai lembaga sosial yang menyelenggarakan lembaga pendidikan dan merupakan lembaga non profit. Bukan untuk mencari keuntungan. Jika ingin mencari keuntungan, jangan mendirikan yayasan, tapi perusahaan.

5.  Kurangnya Promosi,  Era kompetisi antar lembaga pendidikan saat ini mengharuskan sekolah cermat dan piawai dalam menginformasikan tentang sekolah kepada masyarakat. Promosi yang dilakukan secara cerdas dan berkelanjutan, sehingga terbentuk opini di masyarakat bahwa sekolah memang benar-benar layak sebagai tempat menimba ilmu. Penggunaan media sosial seperti IG, Twitter, Facebook, Youtube dll bisa menjadi alternatif yang jitu untuk mendukung promosi pendidikan. SDM yang membidangi promosi pendidikan harus kreatif dan inovatif dalam memprmosikan.

6.  Keamanan dan ketertiban, Kondisi sekolah dan lingkungannya yang tertib dan aman menjadi salah satu pertimbangan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Budaya akademik yang diciptakan dan dibiasakan di sekolah akan mendorong bakat dan minat peserta didik. Bullying atau perundungan sebaiknya diantisipasi jangan sampai terjadi, karena akan berdampak pada citra lembaga menjadi tidak baik.

 

Setelah memahami beberapa faktor internal di atas, yang harus mendapatkan perhatian adalah faktor eksternal. Yaitu:

1. Perubahan minat dan kebutuhan masyarakat: Minat dan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan terus berkembang. Lembaga pendidikan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan ini dapat mengalami penurunan minat peserta didik. Mencermati hal tersebut, sudah semestinya sekolah melakukan langkah-langkah inovatif progressif, misalnya dengan mengadakan berbagai macam ekskul yang diminati peserta didik, atau program-program unggulan lain yang kompetitif dimana sekolah lain di sekitar belum ada.

2.  Persaingan dengan lembaga pendidikan lain: Semakin banyak lembaga pendidikan yang tersedia, semakin ketat pula persaingannya. Lembaga pendidikan yang tidak memiliki keunggulan kompetitif dapat kalah bersaing dan kehilangan peserta didik.

3. Ketersediaan lapangan pekerjaan: Kurangnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan pendidikan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan dapat membuat masyarakat ragu untuk menyekolahkan anaknya di sana. Utamanya untuk lembaga pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas sampai jenjang pendidikan tinggi. Bagi Pendidikan tinggi, sulitnya alumni mendapatkan pekerjaan setelah lulus, juga menjadi pertimbangan untuk tidak memilih jurusan atau program studi tersebut.

4. Faktor ekonomi: Krisis ekonomi dapat menyebabkan masyarakat memprioritaskan kebutuhan pokok daripada pendidikan. sehingga cenderung memilih sekolah yang menawarkan beasiswa atau sekolah yang biaya pendidikannya relative lebih terjangkau. Karena itu strategi pembiayaan pendidikan yang tepat harus dipertimbangkan oleh sekolah.

5.  Faktor Alam dan Pandemi, Faktor lain yang juga bisa mempengaruhi minat peserta didik dan orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya ke suatu lembaga pendidikan adalah bencana alam dan pandemic (misalnya covid-19).

 

Penurunan minat peserta didik untuk masuk di sebuah lembaga pendidikan dapat berakibat fatal bagi lembaga tersebut. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan minat tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Dampak dari ditutupnya lembaga pendidikan oleh karena sedikitnya peserta didik ini tentu saja akan menimpa peserta didik, para guru, tenaga kependidikan yang mengajar di sekolah tersebut. Bagi peserta didik yang masih sekolah di sekolah yang hendak ditutup tersebut akan mengalami beban moral dan stress karena ikut memikirkan keberlangsungan pendidikannya. Sementara bagi orang tua, maka akan ada penambahan beban finansial karena untuk memindahkan ke sekolah lain juga memerlukan biaya. Potensi anak putus sekolah juga terjadi, karena keengganan anak untuk pindah ke sekolah lain. Bagi guru dan tenaga kependidikan di sekolah swasta akan menganggur. Ini diperparah lagi jika yayasan penyelenggara tidak memberikan hak-haknya seperti gaji dan tunjangan yang seharusnya diberikan.

Lantas apa solusi bijak untuk mengatasi masalah yang kompleks ini? Pemerintah melalui Dinas Pendidikan yang memiliki kewenangan seharusnya turut membantu agar ditemukan solusi antara lain:

1. Pemerintah perlu melakukan pemetaan jumlah penduduk usia sekolah di setiap wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbadingan jumlah calon siswa dengan jumlah sekolah dan  ruang kelasnya. Kebijakan ini juga diperlukan untuk pertimbangan pemberian izin pendirian sekolah baru. Jika sudah banyak sekolah di suatu daerah, maka sebaiknya tidak ada pemberian izin operasional sekolah baru.

2. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan murid. Jika memungkinkan melakukan merger antar sekolah negeri yang sama-sama kekurangan murid. Begitu juga sekolah swasta, didorong dan difasilitasi agar yayasan penyelenggara bisa merger dengan yayasan atau sekolah lainnya agar bisa lebih berkembang. Tetapi yang harus diperhatikan adalah kepentingan peserta didik sehingga mereka tidak dirugikan dengan kebijakan merger tersebut. Begitu juga dengan guru dan tenaga kependidikannya, hak-hak nya juga harus terpenuhi dan difasilitasi sebaik mungkin jika ingin pindah home base.

3. Pemerintah perlu memberikan bantuan biaya pendidikan bagi keluarga kurang mampu. Bagi sekolah yang hendak ditutup dan masih ada siswa yang tersisa, maka urusan perpindahan dengan biaya administrasi yang menyertainya jika ada, harus ditanggung oleh pemerintah melalui dinas pendidikan. Jika sekolah swasta, maka yayasan penyelenggara harus membantu biaya yang dikeluarkan sebagai pertanggungjawaban moral atas dilakukannya merger atau ditutupnya sekolah dibawah naungan yayasan tersebut.

4. Dinas Pendidikan atau Yasayan perlu menyampaikan secara terbuka tentang penutupan atau kebijakan merger kepada peserta didik dan orang tua, sehingga peserta didik dan orang tua tidak merasa dirugikan dengan kebijakan ini. 

Penutupan sebuah lembaga pendidikan dikarenakan kekurangan peserta didik, adalah opsi terakhir  dari opsi-opsi lainnya yang tentu harus dilakukan terlebih dahulu oleh sekolah atau yayasan penyelenggara. Opsi-opsi lainnya seperti; melakukan analisis mendalam mengenai kondisi internal sekolah, peningkatan kualitas pendidikan, meningkatkan promosi sekolah, menekan biaya pendidikan, membangun kerjasama dengan pihak-pihak lain, mengadakan program-program baru yang membangkitkan minat calon siswa, dan merger dengan sekolah lainnya. Memang tidak mudah dilakukan, tetapi jika sumber daya yang ada memiliki kualitas yang baik dan daya juang tinggi dan ditopang dengan kepemimpinan yang hebat, maka kemungkinan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat akan dapat dilakukan. Jika keputusan terakhir adalah menutup sekolah, maka harus dilakukan secara bijaksana dengan tetap mengedepankan kepentingan dan hak peserta didik, guru dan tenaga kependidikan yang ada. Sehingga sudah seharusnya sebelum mengambil keputusan tersebut harus melibatkan stakeholder, mendapatkan saran dan masukan dari pemerintah melalui dinas pendidikan. Harapannya kebijakan yang diambil tidak berdampak negatif di masa mendatang. Bagaimana jika hal-hal tersebut tidak dilaksanakan oleh yayasan penyelenggara, maka pemerintah melalui dinas pendidikan yang berwenang hendaknya memberikan teguran keras dan jika yayasan yang sama hendak menyelenggarakan pendidikan lagi, maka sudah tidak diizinkan lagi atau black list.(Efi, 21/6/2024)

Afrilia (Penulis)
Pemerhati Bidang Pendidikan

Selasa, 04 Juni 2024

OPINI: INTERNASIONALISASI ATAU KOMERSIALISASI PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd*

Penulis
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Perlunya pendidikan saat ini sudah semakin disadari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini tentu dapat dilihat dari angka partisipasi kasar sekolah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, tahun 2023 APK untuk tingkat SD/sederajat sebesar 105,62%, tingkat SMP/sederajat sebesar 92,51%, dan tingkat SMA/sederajat sebesar 86,34%. Kesadaran untuk mendapatkan pendidikan ini tentu berkorelasi dengan keinginan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kendati demikian, animo tinggi masyarakat ini belum diiringi oleh mutu pendidikan di Indonesia. Misalnya jika kita merujuk pada hasil survey yang dilakukan oleh PISA (Progam for International student assessment)  tahun 2022 yang dirilis pada 05 Desember 2023. Indonesia berada di peringkat 68 dari 203 negara dengan skor matematika 379, Sains 398 dan membaca memperoleh skor 371.

Tingginya minat masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dapat dilihat pada minggu-minggu terakhir ini, karena musim PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Para orang tua dan peserta didik berlomba mendapatkan informasi tentang sekolah terbaik bagi putra putrinya. Pihak sekolah juga demikian, menebar jaring pesona lembaga pendidikannya melalui berbagai upaya marketing, seperti mempromosikan di media sosial, mengikuti pameran pendidikan, mengadakan lomba/kompetisi dalam bidang akademik dan non akademik, bahkan ada juga yang menawarkan beasiswa dan program-program sekolah yang menggiurkan seperti program kelas internasional atau lebih dikenal dengan International class program (ICP). Program ICP inilah yang saat ini menjadi magnet kuat agar para peserta didik mau menempuh pendidikan di sekolah penyelenggara program tersebut. Jika ditelusuri lebih jauh program kelas internasional ini hampir sama dengan kebijakan pemerintah pada era tahun 2000 an yaitu RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional).

Sejenak mari kita kilas balik mengetahui seputar program RSBI dan SBI yang kemudian ditutup oleh pemerintah pasca dibatalkannya Pasal 50 Ayat 3, UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional oleh Mahkamah Konstitusi. Bunyi dari ayat tersebut adalah “Pemeritah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berstandard internasional.” Sebelum diusulkannya judicial review oleh Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) pada waktu itu, maka kebijakan tentang SBI dan RSBI ini sudah berjalan bahkan pemerintah memberikan bantuan atau block grant kepada sekolah-sekolah yang tergolong SBI.

Beberapa ciri dari sekolah yang termasuk RSBI dan SBI antara lain (1) Memiliki keunggulan yang ditunjukkan dengan pengakuan internasional terhadap proses dan hasil pendidikan yang berkualitas dalam berbagai aspek, (2) Pengakuan hasil akreditasi baik dari salah satu negara anggota OECD dan atau negara maju lainnya di bidang pendidikan. (2) Menerapkan kurikulum nasional yang diperkaya dengan kurikulum standar internasional, (3) Menerapkan sistem kredit semester di jenjangan SMA/MA/ Sederajat, (4) Memenuhi 8 SNP, (5) Menerapakan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran, (6) Pembelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuruan menggunakan bahasa Ingris. Karakteristik pendidik dan tenaga kependidikannya (1) harus mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK, (2) Guru sains, matematika dan inti kejuruan harus mampu berbahasa Inggris secara aktif, (3) 10-20% guru berpendidikan S2/S3 (4) kepala sekolahnya berpendidikan minimal S2, dan mampu berbahasa Inggris aktif, serta mampu membangun jejaring internasional. Sarana dan prasarananya juga harus lengkap. Dalam hal pengelolaan, maka sekolah harus menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa untuk menjadikan sekolah RSBI dan SBI adalah tidak mudah. Meskipun demikian, saat ini banyak sekolah yang hanya bermodalkan menjalin kerjasama dengan sekolah luar negeri, dan mengaplikasikan kurikulumnya sudah memberikan label pada sekolahnya sebagai sekolah penyelenggara kelas internasional. Uniknya masyarakat begitu mudah percaya dengan label program internasional, padahal belum terlihat dari aspek kualitas outputnya. Nampaknya secara sederhana jika sudah menerapkan atau ”membeli” kurikulum dari sekolah luar negeri, maka sekolah tersebut seolah sudah menyetarakan kualitasnya dengan sekolah yang kurikulumnya diadopsi tersebut. Salahkah hal tersebut? Tentu saja tidak sepenuhnya salah karena sekolah pun ingin meningkatkan kualitasnya, apalagi dengan era persaingan antar lembaga pendidikan saat ini, maka sekolah harus berinovasi untuk mempromosikan sekolahnya termasuk dengan menghadirkan program-program yang membangkitkan minat para orang tua dan peserta didik untuk melanjutkan studi di sekolah tersebut.

Sebagai masyarakat yang merupakan customer pendidikan, maka sudah seharusnya cerdas menyikapi hal tersebut. Kita lihat apakah keunggulan dan kelemahan dari penyelenggaraan sekolah atau kelas internasional ini. Keunggulannya antara lain: (1) penggunaan bahasa asing (bahasa Inggris) yang baik. Keterampilan berbahasa Inggris sebagai bahasa Internasional harusnya lebih dimiliki oleh peserta didik dan guru yang mengajarnya dibanding peserta didik dan guru yang mengajar di kelas non internasional. (2) Penggunaan kurikulum internasional akan memberikan pengetahuan dan wawasan secara global bagi peserta didik sehingga bisa berkompetisi dengan lulusan dari sekolah lain di luar negeri. (3) Sekolah memiliki jaringan internasional, sehingga memungkinkan membangun kerjasama seperti pelaksanaan student exchange dan bentuk-bentuk lainnya (4) Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berfikir critical thinking, problem solving, communication, collaboration, dan creativity, yang akan menjadi bekal berharga untuk masa depannya. (5) Bagi yang bermaksud kuliah di luar negeri, maka kelas internasional bisa digunakan untuk mempersiapkannya.

Secara obyektif juga harus kita ketahui dan akui kelemahan atau kekurangan dari program kelas internasional atau sekolah bertaraf internasional ini, antara lain: (1) Biaya yang mahal, hal ini bisa memberatkan orang tua dari kalangan kurang mampu. meskipun anaknya memiliki kemampuan akademik dan non akademik bagus tetapi tidak akan mampu menyekolahkannya di kelas internasional. Dengan demikian dalam satu lembaga/ sekolah sudah terbentuk sebuah komunitas dari kalangan atas yang mendapatkan perlakuan istimewa dari sekolah. Hal ini dimungkinkan karena biaya pendidikannya yang mahal, dan fasilitas sarana prasarana yang lebih baik untuk dinikmati peserta didik dari kelas internasional. Sementara itu ada juga kelas non internasional yang fasilitas sarana prasarananya kalah dengan kelas internasional. Begitu kuga kualitas dari pendidik dan tenaga kependidikannya, bisa jadi dianggap atau dipersepsikan kurang baik dibandingkan yang mengajar di kelas internasional  (2) Adaptasi dari anak peserta kelas internasional karena penggunaan bahasa asing di semua kegiatan pembelajaran, hal ini bisa menyebabkan anak stress, terbebani dalam belajar. Kehidupan sosial anak-anak dari kelas internasional dengan anak-anak dari kelas non internasional/ regular juga bisa menciptakan kesenjangan karena dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi mereka. (3) kemungkinan lunturnya kecintaan terhadap Bahasa Indonesia, karena membiasakan bahasa asing di sekolahnya. (4) Menipisnya kedekatan dengan budaya lokal. Bagaimanapun harus diakui bahwa bahasa adalah bagian dari budaya. Ketika peserta didik belajar bahasa asing terus-menerus, maka mereka pun akan berinteraksi dengan budaya asal dari bahasa tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, orang tua sudah seharusnya memahami dampak dari pemilihan program sekolah untuk anak-anaknya, sehingga harus secara logis mempertimbangkan keunggulan dan kekurangannya sebagaimana penulis sebutkan di atas. Pertanyaannya apakah Kelas/ Sekolah internasional yang saat ini mulai bermunculan merupakan bentuk baru dari RSBI dan SBI yang sudah dihapuskan oleh pemerintah? Jika ya, mengapa pemerintah membiarkannya saja dan mengizinkannya untuk operasional dengan memasang tarif tinggi untuk biaya masuknya. Bukankah kualitasnya juga belum sepenuhnya teruji? Jika memang ini direstui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama yang memiliki ratusan ribu sekolah/ madrasah di seluruh Indonesia, maka patutlah kembali kedua kementerian tersebut merenungkan kembali latar belakang Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapus pasal 50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003, sekaligus sebagai tonggak dihapuskannya RSBI dan SBI.

Kualitas pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan bukan semata karena penggunaan kurikulum dari luar negeri, bahkan dengan hanya menggunakan kurikulum nasional saja bisa berkualitas asalkan faktor pendukungnya juga tercukupi. Misalnya: perhatian terhadap kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang lebih baik, serta pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dan di seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial ekonominya.

Terakhir, penulis ingin mengingatkan bahwa sebuah negara yang diakui kualitas pendidikannya seperti findlandia. Negara ini konsisten dengan kebijakannya terkait pendidikan, berganti pucuk pimpinan pemerintahan pun Findlandia masih memberlakukan tidak ada pengkastaan siswa dalam lembaga pendidikan, tidak ada perbedaan perlakuan pemerintah baik antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Guru-gurunya ditingkatkan terus kemampuannya sehingga mereka menjadi pakar kurikulum yang bisa diterapkan di sekolahnya masing-masing. Tidak menggantungkan kualitas pendidikannya dari mengadopsi dan mengimplementasikan kurikulum dari negara lain. Semoga Pendidikan di Indonesia di masa mendatang akan lebih baik lagi (HAR, 04/06/24)

* Penulis adalah pemerhati bidang pendidikan

Minggu, 31 Maret 2024

PUISI: RATAPAN DARI KHAN YAUNIS

 Karya: Shakayla Adzkiya El Queena


Boomm.. bomm..boom
Puluhan rudal melesat menghancurkan
Puluhan gedung, puluhan masjid., gereja, rumah sakit  rata tak bersisa
Jerit tangis, ratap pilu, melebur satu
Berseliweran jet tempur, drone,  dan peluru
Nyawa melayang berpuluh ribu
Khan Yunis menjadi saksi tragis bengis zionis

Nun.. di bawah puing masjid  di sudut kota Khan Yunis
Seorang gadis kecil menangis tersedu
Jilbabnya kumal berdebu
Wajahnya sayu, calar luka berdarah di pipi, tangan,  kaki dan pundaknya
Ayah... ayah.. ibu..kakak... kau dengar aku?
Ia berteriak hingga serak
Sesekali mencari celah untuk masuk ke reruntuhan
Seorang relawan mendekat  bertanya
Dimana  ayahmu Nak?
Di dalam sana, dibawah sana
Dimana ibumu Nak?
Didalam sana, dibawah reruntuhan
Dimana kakakmu Nak?
Di bawah sana,.saat mereka sedang sholat
Sebuah  rudal menghancurkan

Ayahmu, ibumu,  kakakmu bersama ratusan lainnya 
Telah pergi bersama ke syurga
Sang relawan memeluk erat gadis itu.
Dalam dekapan pilu gadis kecil berkata
Ayahku,  ibuku, kakakku  syahid
Kelak aku akan memilih jalan suciku

Kami adalah anak anak yang dibesarkan di tengah kebengisan zionis
Kami adalah anak anak yang dirundung pilu
Dari masa lalu, saat ini dan entah kapan berlalu
Kami adalah anak anak yang dipilih Tuhan
Untuk menjadi saksi kemerdekaan
Kami adalah anak anak yang menjadi martir perjuangan
Kami adalah anak anak yang menjadi penjaga Al Aqsa
Kami hanya punya pilihan syahid  dan merdeka Palestina.
Demi Agama dan Bangsa.
 
Ponorogo, 27  November 2023


Jumat, 29 Maret 2024

RATUSAN WARGA TUMPAH RUAH MENGHADIRI TABLIGH RAMADHAN DI DESA WAGIR LOR

 

Suasana Tabligh Ramadhan

Malam itu bertepatan dengan hari Rabu 27 Maret 2024, Kantor Desa Wagir Lor menjadi semarak dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh para mahasiswi Kebidanan dari Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo. Sejak sore para remaja Karang Taruna Desa Wagir Lor sudah sibuk menata dan mempersiapkan segala sesuatunya.Mulai dari memasang tarup, beckdrop acara, tempat tamu VIP, sound system, dan lain sebagainya yang diperlukan.  Mereka semakin semangat karena yang mendampingi adalah para Mahasiswa yang sudah selama satu bulan melakukan kegiatan KKN atau dalam istilah kampus kebidanan adalah Praktik Kebidanan Komunitas di Beberapa Dukuh yang berada di wilayah Desa Wagir Lor. Malam itu Para Mahasiswa pun mengadakan acara pisah kenang dalam bentuk Tabligh Ramadhan.

Kegiatan tersebut dinamakan tabligh Ramadhan karena acaranya bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Disamping itu acara ini dimaksudkan sebagai sarana silaturahmi kepada masyarakat desa Wagir Lor yang telah hadir di acara tersebut, dan yang telah banyak membantu, mendukung seluruh program kerja mahasiswa selama praktik Kebidanan Komunitas. Disamping itu sebagai tempat untuk berpamitan kepada masyarakat desa Wagir Lor yang memeiliki penduduk yang ramah dan selalu mendukung kegiatan mahasiswa.Hal tersebut disampaikan oleh Indah yang berkesempatan memberikan pidato mewakili mahasiswa. Hal senada juga disampaikan oleh Dr Hariyanto yang pada kesempatan itu mewakili Akbid HMP dalam sambutannya.

Mahasiswi Akbid HMP Penyelenggara Tabligh Ramadhan
Sebelumnya selama satu bulan Mahasiswa telah melaksanakan Praktik Kebidanan Komunitas di semua dukuh di wilayah Desa Wagir Lor. Keberadaan mahasiswa untuk melakukan Survey Mawas Diri dan menemukan berbagai masalah kesehatan khususnya yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak. Arum salah satu mahasiswi yang praktik menuturkan bahwa dia dan teman-temannya memiliki kesan yang baik karena masyarakat Desa sungguh sangat ramah, Bidan Desa, Kader, dan perangkat desa sangat membantu semua tugas mahasiswa. Keramahan warga desa juga dsampaikan oleh Lestari yang mengatakan bahawa seringkali mendapat kiriman buah-buahan dari masyarakat, seperti manggis dan durian.

Foto bersama KH. Sujarwo, S.Sos (tengah)

KH. Sujarwo, S.Sos yang memberikan tausiyah mampu menghipnotis masyarakat Desa Wagir Lor dan sekitarnya yang hadir. Gaya ceramah yang humoris dan santai namun berbobot dengan pesan-pesan keagamaan yang mudah dicerna membuat masyarakat yang hadir tidak ada yang meninggalkan tempat kendati sampai pukul 10.30 malam. Apalagi bacaan Sholawat dan lagu-lagu religi yang dilantunkan oleh group Hadrah asal Desa Wagir lor ini begitu menentramkan dan menghibur. Sehingga acara Tabligh Ramadhan yang digelar oleh para Mahasiswa Semester VI Akbid Harapan Mulya Ponorogo ini berlangsung meriah dan sukses lancar sesuai yang diharapkan. Winda Mardiana mewakili Panitia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan mahasiswa yang bekerja keras sehingga bisa menyelenggarakan acara tersebut. Panitia juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Kepala Desa Wagir Lor yang telah memfasilitasi acara tersebut, Masyarakat yang membantu baik tenaga maupun finansial, para pemuda dan karang taruna, anggota Banser, dan Polsek Ngebel yang turut memberikan pengamanan pada acara Tabligh Ramadhan. Singkatnya tanpa kerjasama dan bantuan dari berbagai Pihak, maka acara Tabligh Akbar tersebut tidak akan bisa terselenggara dengan baik.

Sebagai calon tenaga kesehatan/ bidan, dalam acara tersebut mahasiswa juga membuka stand untuk konsultasi kesehatan bagi Ibu, Anak dan Remaja yang memiliki masalah kesehatan. Cek kesehatan gratis juga dilakukan seperti pengecekan gula darah, asam urat, dan kolesterol. Kegiatan Praktik Kebidanan Komunitas ini akan berakhir 30 Maret 2024 atau selama satu bulan. Sekitar pukul 11.30 acara sudah selesai, mahasiswa dan para pemuda bergotong royong membersihkan area kantor desa dan kembali ke tempat tinggal masing-masing. (HAR, 27/3/24)

Galleri Foto Kegiatan:





Senin, 25 Maret 2024

KOMPETENSI LITERASI DIGITAL SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS MAHASISWA DI BIDANG LITERASI

 Oleh: Ailin Aulia Febrianti Anam*

Di zaman digital ini, kecakapan literasi digital menjadi esensial bagi setiap individu, termasuk memahami mahasiswa, litrasi digital mencakup kemampuan untuk efektif untuk mengakses, memahami, serta memanfaatkan informasi dalam konteks digital. Kemampuan literasi digita mahasiswa bisa menjadi penunjuk kualitas literasi mereka karena literasi digital mencangkup segala aspek literasi seperti literasi informasi, media, dan teknologi.Literasi informasi meliputi keahlian dalam menemukan, menilai, dan mengaplikasikan informasi dengan efesien, literasi media mencagkup kemampuan dalam memahami dan menggunakan media secara kritis. Sedangkan literasi teknologi merupakan kecakapan untuk enggunakan teknologi secara aman dan efektif.

Mahasiswa yang memiliki kemampuan literasi digital yang handal dapat:
1. Mnemukan informasi yang relevan dan akurat dari berbagai sumber, baik online maupun offline.
2. Melakukan evaluasi kritis terhadap informasi untuk menilai keaslian dan kepercayaannya.
3. Memanfaatkan informasi secara efektif dalam mendukug proses pembelajaran dan riset.
4. Mengomunikasikan informasi secara efisien melalui beragam media: teks, gambar, suara dan video.
5. Berkolaborasi dengan efekif bersama orang lain melalui plattfom digital.
6. Mengamankan diri dari potensi risiko yang mugkin timbul akibat penggunaan teknologi digital.

Kemahiran-kemahiran tersebut menjadi krusial bagi mahasiswa tidak hanya sebagai pendukung proses belajar di perguruan tinggi, tetapi juga sebagai persiapan menghadapi tantangan di dunia kerja. Menurut survei yang dilakukan oleh kementrian komunikasi dan informasi (kominfo) pada tahun 2020, tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam taraf yang menengah, ini menunjukkan bahwa masih ada sejumlah besar masyarakat yang belum memiliki kemampuan literasi digital yang memadai. Situasinya juga sama bagi mahasiswa, di mana masih tedapat sejumlah besar mahasiswa yang belum memiliki keterampiln literasi digital yang memadai. Ini dapat diamati dari keberlangsungan penyebaran informas palsu (hoax), konten yang menyalahi hukum, dan perlaku cyberbullying yang terjadi di lingkungan mahasiswa. Maka dari itu, institusi pendidikan tinggi perlu memberikan pembelajaran mengenai literasi digital kepada mahasiswa. Pembelajaran ini bisa dilakukan melalui mata kuliah yang spesifik, program pelatihan, atau kegiatan di luar kurikulum. Dengan kemahiran literasi digital yang kuat, mahasiswa memiliki potensi untuk menjadi individu yang berkualitas dan siap menghadapi berbagai perubahan dan tantangan di zaman digital.

Literasi digital merupakan keahlian vital yang diperlukan oleh semua, terutama mahasiswa, di era digital ini di mana informasi dan teknologi digital menjadi integral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memiliki kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara efektif dalam lingkungan digital.

Kemahiran literasi digital mahasiswa bisa menjadi penanda kualitas mereka dalam literasi karena mencangkup aspek penting seperti literasi informasi, media, dan teknologi. Mahasiswa yang tampil dalam literasi digital akan cenderung memiliki ketrampilan literasi yang lebih komprehensif secara keseluruhan institusi pendidikan tinggi perlu memberikan pelajaraan literasi digital kepada mahasiswa. Hal ini membantu mereka mengembangkan kemampuan literasi digital melalui beragam cara, seperti mata kuliah tertentu, program pelatihan, atau kegiatan di luar kurikulum.  Berharap perguruan tinggi di Indonesia terus meningkatkan usahannya dalam memberikan pendidikan literasi digital kepada mahasiswa. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki kapasitas yang unggul dan siap untuk menghadapi perubahan yang ada di era digital.

--------  

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan MPI Angkatan 2022, IAIN Ponorogo